Hari Selasa, 27 Januari 2009, merupakan hari pertama saya menginjakkan kaki di bumi Jihad yang bernama Gaza, lengkapnya Jalur Gaza, negeri yang telah bersimbah darah syuhada’, darah syuhada’ tersebut telah menjadi pupuk dalam menumbuhkan kembangkan generasi yang komitmen terhadap Islam, generasi yang cinta Al Qur’an, generasi yang berani, tegar dan sabar dalam berjihad di jalan Allah
Jalur Gaza merupakan wilayah dengan bentuk memanjang dan sempit. Panjang wilayah 45 km, lebar 5,7 km dibeberapa bagian, dan 12 km dibagian yang lain. Sehingga jika dijumlah, luas Jalur Gaza adalah 365 km, jumlah penduduk 1,5 juta orang.
Sungguh saya sangat senang, bahagia hati ini, gembira dan terharu, karena dapat masuk Jalur Gaza menyampaikan amanah umat Islam Indonesia yang dititipkan melalui Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA), yaitu menyalurkan bantuan bagi rakyat Gaza yang sedang menderita akibat penjajahan yang sudah berlangsung puluhan tahun, blokade selama 2 tahun dan serangan brutal Israel selama 22 hari .
Al Hamdulillah, terima kasih Ya Allah, Engkau telah memudahkan hamba-Mu yang lemah ini dan banyak memiliki kekurangan, dapat memasuki negeri yang telah menjadi magnet bagi mereka yang mempunyai hati nurani, akal sehat, jiwa yang santun untuk datang, membantu rakyat Gaza yang sedang berjuang melawan kezaliman penjajah.
Sekitar jam 14.45 waktu Gaza, relawan kemanusiaan dari Indonesia (3 orang dari KISPA, 2 orang dari BAZNAS, 13 orang dari BSMI, dan 11 orang dari Mer-C) diterima langsung oleh Ghazi Hamad wakil dari pemerintah Palestina pilihan rakyat, beliau gembira dan sangat senang sekali karena ada relawan kemanusiaan dan tim kesehatan yang datang dari Timur nun jauh disana yang bernama Indonesia.
Beliau menyambut kami dengan baik sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw. Dalam sambutannya Ghazi Hamad mengucapkan selamat datang atas kehadiran tim medis dan relawan kemanusiaan Indonesia ke Jalur Gaza dan ucapan terima kasih atas bantuan bagi rakyat Gaza, Palestina.
Di kantor imigrasi Rafah, Palestina, kantor yang sederhana, rapi dan bersih, pasport kami dicap oleh petugas imigrasi Palestina sebagai bukti telah masuk Jalur Gaza secara resmi. Petugasnya sopan dan santun, murah senyum dan sangat bersahabat, jauh dari kesan sangar dan menakutkan walaupun dipinggangnya ada pistol dan petugas lainnya siap siaga dengan memegang senjata laras panjang menjaga keamanan para tamu negara asing, termasuk dari Indonesia.
Tepat jam 14. 51 waktu Gaza, terdengar azan tanda waktu Ashar telah masuk, saya melihat petugas imigrasi dan pihak keamanan Palestina yang berpakaian seragam warna hitam-hitam bersiap-siap melakukan shalat Ashar berjamaah, mereka meninggalkan tugasnya sementara waktu untuk beribadah kepada Allah swt.
Kami tidak ikut shalat Ashar dengan mereka karena sudah dijama’ taqdim di mushola yang letaknya berada disisi sebelah kanan pintu gerbang rafah Mesir.
Setelah kami disambut dan diterima dengan baik oleh perwakilan pemerintah Palestina pilihan rakyat, selanjutnya kami diantar menuju lapangan parkir imigrasi Rafah Palestina, ditempat tersebut sudah ada kendaran yang akan mengangkut relawan kemanusian dan tenaga medis Indonesia ke Gaza City berupa ambulance sumbangan rakyat Indonesia.
Saat saya berada di luar kantor imigrasi Rafah, tampak terlihat lingkungan yang asri, sejuk, enak dipandang mata, ada rumput yang menghijau tumbuh menutupi halaman, ada pohon kurma yang tegak menjulang, ada pohon yang tingginya sepinggang orang dewasa yang berfungsi sebagai pagar pembatas dan tertata rapi.
Dalam perjalanan dari perbatasan Rafah, Palestina menuju Gaza City yang jaraknya sekitar 35 km, saya dan beberapa teman relawan kemanusiaan naik ambulance, sopirnya orang Palestina. Mobil ambulance menelusuri jalan raya di jalur sebelah kanan, berbeda dengan di Indonesia, dimana kendaraan meluncur di jalur sebelah kiri.
Sopir ambulance yang kami tumpangi, ketika melihat ada kerumunan warga Jalur Gaza, Palestina di trotoar , maka sang sopir melambaikan tangan memberi salam kepada warga tersebut. Sungguh indah hubungan diantara mereka!
Dari Abu Umamah ra, dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Sesungguhnya manusia yang paling utama disisi Allah adalah yang lebih dahulu mengucapkan salam”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Dalam hadits yang lain Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang berkendaraan menyampaikan salam kepada yang berjalan, dan orang yang berjalan menyampaikan salam kepada yang duduk, orang yang sedikit memberi salam kepada yang banyak.” (HR. Muslim).
Sepanjang perjalanan, kami melihat kebun sayuran yang berwarna hijau, ada yang ditutupi plastik agar terlindung dari panasnya sinar matahari. Juga terlihat para pelajar yang baru pulang dari sekolah, berjalan menelusuri trotoar menuju rumahnya masing-masing, pelajar putri berpakaian blus bergaris biru dan celana jins biru, atau setelan jins (rok / celana dan jaket) biru, kepala tertutup jilbab berwarna putih, sedangkan pelajar laki-laki mengenakan baju yang di lapisi jaket, celana jins dan ransel di punggung berisikan buku pelajaran, mereka tampak ceria mengayunkan tangan, melangkahkan kaki dengan santai dan sambil bergurau. Sungguh pemandangan yang mempesona.
Kami merasakan kenikmatan tersendiri menelusuri jalan sepanjang Jalur Gaza, mulai dari kantor imigrasi Palestina di perbatasan Rafah kemudian melewati daerah Khan Yunis dan setelah itu baru masuk Gaza City, udara sangat bersahabat, suasana batin yang tenang, terasa sekali kedamaiaan jiwa.
Di Khan Yunis sudah tampak ladang sayuran yang terkoyak, rumah penduduk telah menjadi puing-puing, masjid hancur, semuanya hancur akibat hantaman roket dan bom penjajah Israel.
Ketika mendekati dan memasuki Gaza City, pemandangan yang lebih mengenaskan tampak jelas terlihat, dan akan terpikirkan bagi mereka yang memiliki akal sehat, “ganas sekali mereka yang melakukannya !”. Bagunan porak poranda tidak berbentuk lagi, puing-puing masih berserakan, menara masjid hanya sebagian yang tersisa, kantor polisi hancur, kantor parlemen hancur, kantor pemerintahan hancur, semuanya itu menunjukkan agresor Israel menginginkan pemerintah Palestina pilihan rakyat lumpuh total.
Akibat kehancuran dimana-mana dapat ditegaskan bahwa Gaza City yang indah, terletak di pesisir negara Palestina dan menghadap laut Mediterania telah terkoyak-koyak keindahannya, telah terusik ketenangannya, telah terganggu kedamaiannya, telah dizalimi penduduknya oleh penjajah Israel dan telah berduka rakyatnya.
Sekitar jam 17.00 waktu Gaza, rombongan relawan kemanusiaan dan medis dari Indonesia sampai di Rumah Sakit Asy Syifa, Rumah sakit yang terbesar di Gaza City, di halaman parkir Rumah Sakit tersebut ada dua mobil ambilance yang telah hancur akibat hantaman roket Israel. Oleh pihak Rumah Sakit sengaja mobil ambulance yang tidak berbentuk itu diletakkan di halaman parkir sebagai tugu peringatan akan keganasan Israel. Sehingga siapapun yang berkunjung ke Rumah Sakit Asy Syifa akan dapat mengetahui keganasan Israel dan itu tidak dapat terbantahkan lagi!
Ketika kami datang, memasuki halaman parkir Rumah Sakit Asy Syifa, kami disambut dengan hangat dan penuh keakraban oleh petugas Rumah Sakit, padahal kami baru bertemu dengan mereka. Bagi orang Palestina menyambut atau melayani tamu merupakan perbuatan yang mulia. Bukankah ini pengamalan dari sunnah Rasulullah saw? Rakyat Gaza tidak hanya mengkaji al qur’an dan sunnah, tetapi lebih dari itu semua, mereka sudah mengamalkan al qur’an dan sunnah Rasulullah saw, termasuk berjihad di jalan Allah melawan agresor Israel.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya ”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kami diterima dan berbincang dengan Dr. Medhat Abbas, Director General International Cooperation yang didampingi oleh Abu Ja’far, pejabat yang mengkoordinir relawan dan tenaga medis dari berbagai negara yang berkunjung ke Rumah Sakit Asy Syifa, Gaza City.
Dalam bincang-bincang tersebut, kami tim relawan dan tenaga medis di bagi menjadi dua, tim dokter dari BSMI dan Mer-C bergabung dengan dokter dari negara lain (Yordania, Afrika Selatan dan Turki) di tugaskan di Rumah Sakit Asy Syifa atau Rumah Sakit lainnya yang berada di Gaza City. Sedangkan tim kemanusiaan akan diantar langsung mengunjungi tempat-tempat yang hancur, dan bertemu dengan rakyat Palestina korban kebiadaban Israel, sehingga dapat ditentukan jenis bantuan dan pihak yang menerima bantuan secara langsung, tepat pada yang berhak menerimanya.
Malam pertama dan seterusnya selama di Gaza City saya diinapkan di bagian belakang Rumah Sakit Asy Syifa. Di kamar yang yang sangat sederhana, sudah tersedia empat kasur yang terhampar dilantai. Di kamar tersebut saya bersama dengan ustadz Muhendri Muchtar dan Okvianto dari KISPA serta Mohammad Basit dari BAZNAS.
Rumah Sakit Asy Syifa, merupakan Rumah Sakit terbesar di Gaza City, dan juga merupakan Rumah Sakit yang terkenal di seantero dunia karena sering dikunjungi dan diliput oleh berbagai macam media cetak maupun elektronik dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Rumah Sakit Asy Syifa merupakan tempat berkumpulnya tenaga medis, tim dokter dari berbagai negara. Informasi yang diterima saat kami di Gaza menjelaskan, “dari Afrika ada 25 orang, Malaysia 10 orang, belum termasuk dokter dari Yordania, Turki, Indonesia dan negara-negara lain”.
Fasilitas kesehatan di Rumah Sakit Asy Syifa, Gaza City cukup lengkap meskipun sangat sederhana. Bangunannya sudah tua, di sisi sebelah kanan saat memasuki halaman Rumah Sakit tampak berdiri bangunan baru yang terbengkalai penyelesaiannya karena pasokan semen dan bahan meterial lainnya tidak dapat masuk karena blokade yang diterapkan penjajah Israel.
H. Ferry Nur S.Si
Emai l : [email protected]
Website : www.kispa.org
Salurkan Infaq Peduli Al Aqsha
Ke Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Slipi
No. Rek. 311.01856.22 an Nurdin QQ KISPA