"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". (QS 3:110, Ali ‘Imran)
Kenapa kita berada di jalan ini? Mungkin akan banyak sekali alasan seseorang berada di jalan ini. Intinya, kita berada di sini atas pilihan kita sendiri. Tetapi memang tidak ada pilihan lain lagi bagi seorang manusia ketika ia diciptakan oleh Allah selain untuk beribadah kepada-Nya.
Di dalam melaksanakan tugas hidupnya dengan baik agar mendapatkan ridha Allah SWT, maka manusia harus memilih Islam sebagai jalan hidupnya.
Maka sebagai konsekuensi logis atas keimanan terhadap Islam, maka seorang yang mengaku beragama Islam harus memiliki rasa terikat diri (komitmen) kepada Islam. Komitmen tersebut menurut Endang Saifuddin Anshari, MA meliputi: mengimani, mengilmui, mengamalkan, menda’wahkan dan bersabar dalam ber-Islam.
Tapi tidak setiap muslim diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar karena ia harus istiqamah. Langkah kakinya harus kokoh menapaki jalan ini. Karena ia satu-satunya jalan yang akan menyelamatkan, sebagaimana ia jalan satu-satunya untuk meraih kebahagiaan hakiki; fid dunya hasanah, fil akhirati hasanah.
"Manusia melakukan kebaikan maupun keburukan atas pilihan dan kehendaknya sendiri dan tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakannya". (Al-Mudatsir : 38).
api, satu hal penting yang harus disadari para penempuh jalan ini adalah ia berada di sini semata-mata karena kasih sayang Allah. Dalam perjalanan ini, Allah telah memberikan petunjuk melalui Al-Quran dan sunnah Rasul-Nya. Allah SWT juga telah memberikan kemampuan untuk berfikir dan memberi kita sejumlah kewajiban. Itulah bukti rahmat Allah SWT.
"Sungguh inilah nikmat yang teramat mahal harganya. Karena di jalan ini kita akan dapat belajar tentang persaudaraan, cinta, dan kasih sayang. Karena nikmat ini juga kita dapat merasakan manisnya pengorbanan, nikmatnya keletihan dan lapangnya kesulitan. Sungguh barang siapa yang menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kaki kalian". (QS . Muhammad : 7)
Bekal paling pertama dan utama adalah keikhlasan karena sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niat. Ibnu Athaillah pernah berujar,” Salah satu tanda sukses di akhir perjalanan adalah kempali kepada Allah di awal perjalanan”. Dapat kita lihat banyaknya amal yang menjadi debu dihadapan Allah SWT karena masalah niat.
Niat ada pada hati dan hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang berada dalam hati manusia. Keikhlasan sejak memulai perjalanan ini dan keikhlasan ketika berada dalam perjalanan. Keikhlasan ini perlu diperiksa setiap saat karena amal apapun yang tidak dilandasi oleh keihklasan tidak akan pernah bertahan lama dan pasti terputus di tengah jalan.
Perjalanan ini memang panjang dan meletihkan. Terkadang kaki terasa berat saat melangkah, terengah-engah kehabisan nafas dan jasad terasa letih untuk berjalan hingga sampai ke tujuan. Sering pula kita tersandung dan tergelincir oleh batu dan kerikil yang senantiasa menghiasi jalan ini.
Hampir semua dari kita, sekuat apapun pasti pernah merasakan situasi lemah. Karena memang seperti itulah tabiat iman manusia. Ia bertambah dengan amal shalih dan berkurang karena kemaksiatan. Maka dalam kondisi seperti ini pandanglah sahabat dalam perjalananmu. Rasulullah bersabda,“Sebaik-baiknya sahabat adalah orang yang apabila engkau melihatnya menjadikanmu mengingat Allah”.
Suatu ketika, Ibnu Rawahah menarik tangan Abu Darda’ ra seraya mengatakan, “Akhi, ta’aal nu’minu saa’ah”. “Saudaraku, mari sejenak kita beriman”. Saat itu Ibnu Rawahah ingin mengajak sahabatnya Abu Darda’ untuk duduk, saling berdiskusi tentang kebaikan, dan saling menasehati.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran". (Al ‘Ashr : 1-3)
Maka dua syarat terakhir agar manusia tidak merugi akan terwujud apabila seseorang bersama dalam kehidupan berjamaah. Sungguh banyak keistimewaan dan berkah Allah dalam kehidupan berjamaah. Di antaranya adalah perjalanan yang kita lakukan akan lebih terjamin keamanannya, apabila kita melakukan kesalahan dalam sikap dan langkah dapat diingatkan kembali oleh nasihat sahabat.
Maka dari sinilah tercipta mekanisme saling menasehati yang sehat sehingga amal masing-masing orang dalam sebuah jamaah akan saling melengkapi. Imam Hasan Al-Bashri pernah mengatakan,” saudara-saudaraku lebih aku cintai daripada keluarga dan anak-anakku. Keluargaku mengingatkanku dengan dunia, sedangkan saudara-saudaraku mengingatkan tentang akhirat.”
Di dalam jalan ini sesungguhnya syaithan dan kroni-kroninya tidak akan menyerah sampai manusia meninggalkan jalan kebaikan. Untuk itu perlu kita sadari dimana letak kelemahan kita, sebab syaithan akan mengincar titik lemah itu dengan tahapan, rayuan yang halus dan perlahan-lahan sehingga tanpa sadar kita sudah terjebak dalam belenggu syaithan.
“Kalau kamu tahu bahwa syaithan tidak pernah melupakanmu dan terus berupaya membinasakan kamu, maka janganlah kamu lupa kepada Tuhan yang nasibmu berada di tangan-Nya”.
Hanya kepada Allah kita meminta perlindungan dari godaan syaithan. Berusahalah untuk tetap bersama Allah dimanapun kita berada, terutama saat kita sendiri dan jauh dari lingkungan kebaikan.
Tetap pelihara hak-hak Allah, maka Allah pasti akan berada bersama kita di saat kita mengalami kesulitan dan membutuhkan pertolongan-Nya. Bahkan ia akan menuntun kita kembali ke jalan-Nya apabila kita mulai menjauh dari-Nya berupa rasa kegelisahan dan kegersangan jiwa apabila kita melakukan maksiat.
Perpanjanglah waktu mu untuk mendirikan shalat sunnah. Kuatkan kesungguhan untuk membuka dan membaca Al-Quran setiap hari sesibuk apapun dirimu. Basahkan bibirmu dengan dzikir, istighfar dan memuji Allah.
Tanamkan keinginan kuat untuk berkhalwat dengan Rabb di sepertiga malam. Lawan keinginan melanjutkan istirahat setelah subuh. Mari pelihara dan tingkatkan taqwa kita dengan mendekati Allah.
Sesungguhnya Allah tidak mementingkan hasil yang kita peroleh, melainkan proses mencapai tujuan akhir dalam perjalanan ini. Tapi tak dipungkiri bahwa hasil juga merupakan tolok ukur apakah kita berhasil menempuh perjalanan yang panjang ini. Senantiasalah berdo’a agar Allah SWT memberikan hasil yang indah pada akhir perjalanan kita berupa husnul khatimah. Amin
Ibnul Qayim pernah berkata,” adakah orang yang sampai pada kedudukan yang terpuji atau akhir yang utama kecuali setelah ia melewati jembatan ujian. Demikianlah kedudukanmu jika engkau ingin mencapainya. Naiklah ke sana dengan melewati jembatan kelelahan”.
Semua posisi yang mulia selalu berhasil digapai setelah melewati ujian yang dilalui dengan kerja keras. Begitupula yang terjadi kepada para nabi Allah. Ketika mereka bersabar atas ujian yang Allah berikan, maka Allah kokohkan kedudukan mereka.
Saudaraku, tetaplah dalam jalan ini. Walaupun telah banyak peluh yang keluar, letih yang dirasakan dan air mata yang mengalir. Tetaplah bersama hingga mencapai akhir dari perjalanan ini.
Yakinlah bahwa hanya ini satu-satunya jalan meraih ridha Allah dan kenikmatan yang akan kita dapatkan jauh dapat lebih banyak dari orang-orang lalai.