Yang Penting Halal

Seperti biasa, saya dan istri ngobrol sejenak sebelum tidur malam. Tentu saja yang kami bicarakan bukan hal-hal yang berat. Hal-hal yang ringan saja, kami bahas dengan santai namun tetap serius. Terutama karena yang kami sering bicarakan adalah masalah masa depan keluarga termasuk upaya peningkatan ekonomi keluarga. Walau kita berdua bukan sarjana ekonomi, tentu saja ekonomi tetep dipikirkan sebaik-baiknya dalam batasan yang kami mampu lakukan.

Sabda Nabi Saw manusia itu merugi kalau hari ini sama dengan hari kemarin. Dan celaka kalau esok hari sama dengan hari ini. Jadi kami harus selalu berjuang semakin baik untuk mendapatkan rizki. Baik dalam hal cara mendapatkan sampai bagaimana cara mengatur pengeluarannya. Terutama saya sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab terhadap nafkah istri dan anak.

Bayangan kami, bila bulan kemarin dapat uang sejuta, maka bulan ini harus dapat sejuta lebih. Begitu seterusnya. Bukan karena kami rakus atau kemaruk tapi karena memang harus ada peningkatan dalam hidup ini. Toh, harga semua barang dan jasa semakin mahal tiap harinya. Lagipula tentu kami harus mempersiapkan ongkos yang lumayan besar untuk biaya pendidikan anak kami kelak.

Memang ada kesan tidak tawakal, “bukankah anak pasti ada rejekinya?” ya memang benar ada rejekinya, terus siapa yang mencari rejeki itu kalau bukan kita sebagai orang tuanya. Hanya pasrah akan keadaan yang ada tanpa mau berupaya dan berbuat sesuatu, itu bukan tawakal yang sebenarnya. Tawakal harus ada usaha dulu baru menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Kita berdagang dulu misalnya; mencari barang, mengaturnya dengan sebaik dan serapi mungkin, memberikan pelayanan terbaik, lalu berdoa semoga dagangan kita banyak yang suka dan membelinya. Jadi tidak sekedar menunggu hujan emas dari langit.

Kami sendiri percaya bahwa setiap makhluk hidup di dunia ini sudah ada rejekinya. Dan Allah sudah menulisnya sedetail-detailnya bahkan banyak sedikitnya. Tapi kan kita tidak pernah tau berapa yang Allah sebenernya tuliskan rejeki itu untuk kita. Kalau kita beranggapan misalnya, “oh rejekinya sebulan itu Cuma sejuta rupiah.” Ya kalau benar keadaannya demikian, kalau ternyata Allah hendak memberikan kepada kita satu milyar, Cuma karena kita kurang maksimal mencarinya maka Cuma dapat sejuta?

Selama ini, sekitar 6 bulanan setelah saya selesai kuliah di Mesir, dan istri pensiun dini dari perawat karena punya anak, terhitung telah banyak usaha yang kami lakukan untuk mencari rizki. Dimulai dari berjualan susu kedelai, kue, pulsa, obat kuat sampe herbal, perhiasan kristal, memprivat, sampai mengajar kesono kemari. Yah adalah dapetnya, walaupun kadang kejeblok pula. Misalnya ditipu rekan kerja, uang dibawa kabur orang, utang ga dibayar-bayar, sampai barang utuh aja ga kejual-jual.

Bukankah hidup ada manis ada pahitnya. Kata orang, inilah hidup yang sebenarnya.

Bagi saya dan istri apapun yang sudah kami lakukan walau sudah walau pahit akan terus kami lakukan. Kami malah banyak pengalaman dari sana. Yang penting bagi kami adalah apa yang kami lakukan adalah untuk mencari rejeki halal. Untuk kami sendiri dan anak kami. Walau seperak dua perak, itu lebih berarti dan berharga daripada kami memberi anak kami jutaan yang haram.

Yang ketika masuk ke dalam tubuh kami menjadi darah dan daging yang dijanjikan oleh Allah api neraka…hiyy..Tentu saja kami berharap kedepannya kami dapat jutaan uang halal. Amiin. Memang susah mencari yang halal, Cuma itu lebih maslahat bagi keluarga dunia dan akhiratnya. So, bagaimanakah dengan anda?