Perlahan-lahan kehidupan ini mulai dapat kami nikmati, ‘enjoy your life‘ kata orang di sana. Masalah-masalah yang mengejar memang tak pernah hilang atau berhenti barang sejenak. Masalah itu masih ada, tak akan hilang sampai kami sendiri yang menyelesaikannya, tak bisa berharap dari orang lain meski sebenarnya masalah itu tanggung jawab bersama. Solusi yang realistis belum juga muncul, kami harus menanggung hutang yang tidak pernah kami cicipi wujudnya.
Mencari kerja masih terus diupayakan, apapun lowongannya. Memulai usaha sendiri praktis hampir mustahil tanpa ada sedikit pun modal yang kami miliki apalagi kami telah berkomitmen tidak akan pernah lagi berhutang untuk alasan apapun. Satu per satu panggian interview datang tanpa ada hasil yang jelas, mulai dari lowongan asli dari perusahaan bonafide sampai perusahaan ‘penipu’ yang berusaha mencari nasabah/investor untuk transaksi valasnya dengan berkedok membuka lowongan pekerjaan, kami datangi.
‘Life is not easy‘, memang hidup itu akan terasa berat jika kita tidak pernah tahu apa tujuan hidup ini. Ibarat orang berjalan di tengah gurun yang terik tanpa pernah tahu kea rah mana tujuannya, sejauh mata memandang hanya hamparan pasir yang ada. Terik sinar matahari makin menampakkan betapa tidak bersahabatnya kehidupan diluar sana dengan diri kita. Hingga hidup seperti hanya sekedar untuk mengejar oase-oase fatamorgana yang tampak rindang dan sejuk tapi hilang seketika kita sampai di sana. Mata air-mata air palsu bualan penglihatan manusia tak mampu menebus dahaga yang ada.
Tapi kami punya tujuan hidup. Beribadah, that’s all. Hanya karena alasan itu kenapa kami diciptakan di dunia ini dan hanya karena alasan itu pulalah sehingga kami masih ada di dunia saat ini. Hingga kami harus senantiasa bersyukur ketika diri ini masih dimampukan untuk beribadah kepada-Nya. Seorang telah banyak mengingatkan kami akan hal ini, pada masa-masa yang tidak cukup mudah bagi kami saat ini. Saat segala keterbatasan melingkupi kehidupan kami, meski kami tak akan pernah mengatakan bahwa saat ini kami sedang mengalami ‘kekurangan’. Sungguh Allah SWT telah mencukupi rizqi untuk kami meskipun bagi sebagian orang kondisi kami berkekurangan. Rabb kami pasti memiliki rencana besar di balik semua ini, Dia pasti telah memiliki rasio dan rumusan yang pasti benar atas ‘jatah’ rizqi kami di dunia ini. Jikapun suatu saat telah habis, maka itulah giliran kami menghadap-Nya untuk mengharap bentuk cinta-Nya yang lain di akhirat nanti.
Hari ini memang seperti hari lainnya, hanya saja dana yang seharusnya digunakan untuk makan sehari-hari harus berkurang alokasinya karena aku gunakan untuk ongkos ke Jakarta memenuhi panggilan interview sebuah perusahaan pagi tadi. Seperti biasa pula kami makan bersama-sama, aku, bidadariku tercinta, dan kedua penyejuk hati kami, Salsabila dan Azzam. Dua piring nasi dengan warna hitam dari kecap yang sangat mewarnai telah disiapkan. Memang itu yang menjadi favorit kami saat ini, malah terkadang meski lauk masih ada Salsabila dan Azzam tetap minta suapan nasi kecap tanpa lauk. Bergantian mereka minta disuapkan entah dari aku atau sang bunda, yang posisinya paling dekat dengan mereka. Alhamdulillah hingga pada paruh terakhir nasi di piring tersisa, mulut-mulut mungil mereka masih tetap terbuka. Tapi rupanya kali ini keaktifan bermain mereka membutuhkan energi cukup besar sehingga mereka makan cukup lahap. Yaa Rabbi, bagaimana mungkin tanganku menyuapkan nasi ke mulutku sementara mulut-mulut mungil mereka masih terbuka lebar… yaa Rabbi, bagaimana mungkin diri ini tega mengharapkan masih akan tersedia sisa nasi dari mereka setelah mereka kenyang nanti. Yaa Rabbi, aku percaya bahwa diri ini telah Engkau berikan rizqi tersendiri, Engkau Maha Kuasa sehingga aku tak akan pernah bisa mengetahui cara-Mu menyampaikan rizqi kepadaku.
Yaa Rabbi, ampunilah hamba-Mu ini, yang sering tak mampu menyadari, isteriku tercinta pasti lebih sering mengalami hal ini. Mulutnya tetap mampu berkata kenyang meski lambungnya berteriak lapar. Beberapa sendok nasi tambahan yang kuselipkan sembunyi-sembunyi pasti tak akan cukup membungkam teriakan lapar lambungnya. Yaa Rabbi, ampunilah hamba-Mu ini.
Subhanallah…ternyata masih ada beberapa sendok nasi tersisa. Maha Besar Allah SWT yang telah membuat lambung ini tak lagi perih. Alhamdulillah karena rasa lapar itu telah hilang. Laa hawla walaa quwwata illa billah…
~Abu Hasan~
<Dari catatan harian seorang teman>
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat atasnya, dan memudahkan terbukanya pintu rizqi untuknya. Amiin…