Tiba di rumah, di teve seorang ustadz selebritis tengah ceramah soal ukhuwah. Segera saya matikan teve. Kemarin, ustadz itu tidak mau hadir di acara masjid kampung gara-gara kami tidak mampu menyediakan honor sebesar yang dimintanya. Orang-orang seperti ini hanya menjadikan agamanya sebagai komoditas. Mereka hidup dari Islam, bukan menghidupi Islam.
Saya yang kini gantian menghirup nafas panjang. Masih begitu banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Kita hidup di negeri kaya tapi rakyatnya banyak yang miskin, namun para pejabat dan tokoh umat banyak yang lupa daratan. Ketika umat masih saja kelaparan walau telah memeras keringat hingga keluar darah, orang-orang yang katanya pemimpinnya hanya sibuk mengejar harta dan jabatan.
Para pejabatnya banyak yang hanya sibuk merampok uang umat lewat permainan pos anggaran. Pejabat lainnya tengah plesir dengan uang rakyat. Dan satu-satunya yang mampu membuat mereka mendekat ke umat hanya ketika mereka butuh umat, lima tahun sekali. Setelah itu diabaikan kembali. Umat hanyalah komoditas, bukan amanah.
Saya teringat Abu Dzar al-Ghifari yang dengan geram berusaha membakar istana para pejabat, karena masih banyak umat yang tidak punya rumah. Saya hanya mengurut dada dan menarik nafas lebih panjang.
Dalam munajat malam, saya berdoa, “Ya Allah, kapankah kemerdekaan ini kan berakhir..?” []
-Rizki Ridyasmara-