Pada masa remaja, bisa dibilang saya agak tomboy. Teman-teman dekat saya mayoritas laki-laki. Kami seperti bersaudara ( tapi bisa membatasi diri untuk tidak saling menyentuh, seperti kebanyakan anak remaja sekarang). Selama kuliah kami senasib sepenanggungan. Belajar bersama, piknik bersama dan hal-hal positif lainnya.
Masa-masa indah diwaktu remaja, tidak aku isi dengan pacaran. Aku aktif di organisasi kepemudaan dan bekerja untuk membantu keluarga. Alhamdulillah, masa remaja aku lewati dengan sukses, akupun bangga bila menceritakan kepada anak-anaku saat ini.
Ketika aku menikah, aku punya komiten untuk selalu menjaga pernikahanku. Salah satu cara yang aku tempuh, adalah dengan membatasi diri untuk ngobrol ke teman kampus laki-laki walaupun dulunya sangat dekat. Aku hanya menghubungi mereka, disaat ingin tahu khabar dan ada hal penting lewat SMS.
“enak ya… ada temani ngobrol di mobil sambil menuju kantor?” Begitulah kalimat yang kukirim melalui SMS ke suamiku, pada suatu sore hari.
Perasaanku campur baur, ketika anakku Fadhil memberitahuku sepulang sekolah, bahwa tante Laila ( Nama samaran ) udah ikutan mobil bapak dua hari berturut-turut, untuk bareng ke kantor.
Kantor suamiku memang dekatan ama kantornya Laila. Jadi suamiku sungkan, bila melihat dia menuggu mobil jemputannya yang belum datang. Ataupun seringkali dia terlambat keluar gang karena sibuk mengurusi anak-anaknya di pagi hari.
Aku bukan tipe yang pelit untuk urusan bantu orang. Tapi telah aku katakan berkali-kali pada suamiku, bahwa Laila bukan orang yang perlu di tolong. Seharusnya dia pandai mengelola waktunya, agar dia tidak selalu telat ke kantor.
Jika dia terbiasa untuk ikutan mobil suamiku, maka itu berarti dia akan selalu punya alasan untuk terlambat dengan alasan ada Samsu ( nama suamiku) yang akan ditumpanginya. Enak khan?!
Rumah kami memang masuk gang agak jauh. Jadi apabila kita keluar atau masuk gang, pasti akan melewati rumah Laila tersebut.
Suamiku sudah berusaha menghindarinya. Tapi kadang, suaminya Laila ikut membantu proses numpang tersebut. Aku tidak menyukai hal itu. Aku pikir urusan rutin yang harus dijalaninya, harus dapat dia kelola sendiri. Kecuali itu menyangkut urusan emergency.
Aku selalu mengingat bahwa didalam Al-Qur’an, Allah berfirman : Jauhilah Zinah. Maknanya yang dapat aku tangkap, bahwa untuk urusan yang kelihatannya sepele tapi akan berdampak besar, harus diusahakan untuk dihindari.
Contohnya seperti suamiku itu. Walaupun Laila punya suami dan punya anak 4. Tapi perlu diwaspadai kebersamaan yang rutin setiap paginya.
Bayangkan, setiap hari ngobrol 30 menit di mobil menuju kekantor. Apabila dilakukan terus menerus pasti akan menimbulkan rasa suka dan kedekatan. Komunikasi yang lancar yang awalnya hanya membicarakan urusan kantor, kemungkinan akan beralih ke hal-hal yang sifatnya lebih pribadi .
Kata orang Jawa sih, waiting tresno jalaran soko kulino. Cinta tumbuh karena selalu bersama. Nah inilah yang aku waspadai!