Wanita Tua di Masjidil Haram

Siang itu ba’da dhuhur saya berniat untuk melaksanakan umroh bersama ibunda tercinta yang memang sedang berada di Jeddah. Dengan melafadzkan niat labbaika allaahumma ’umratan, berangkatlah kami menuju Kota Makkah yang membutuhkan waktu satu jam saja dari Jeddah. Doa talbiyah di dalam hati terus diucapkan sepanjang perjalanan labbaika allaahumma labbaik, labbaika laa syariikala ka labbaik, innalhamda wanni’mata, laka walmulka laa syariikalak. Suasana di dalam kendaraan hening. Kami berusaha menjaga pembicaraan yang tidak bermanfaat, diganti dengan berdzikir.

Kami baru mulai melaksanakan thawaf sekitar pukul tiga siang. Udara memang masih terik, angin panas pun sesekali bertiup membelai wajah kami yang mulai memerah. Namun kebersamaan dengan jama’ah lain dalam melaksanakan ibadah sunnah ini telah memupuskan segala kelelahan. Saat-saat menjelang Ashar termasuk saat ber-thawaf yang tergolong “kosong“. Umumnya para jama’ah mulai menjalankan ibadah umroh ba’da sholat Ashar, di saat sinar matahari sedikit bersahabat terutama di musim panas. Alhamdulillah saat itu kami berada di lingkaran agak ke dalam dekat ka’bah, sehingga dalam waktu kurang lebih setengah jam sudah tuntas tujuh putaran.

Kami pun shalat dua raka’at di depan pintu ka’bah. Memanjatkan doa ampunan kepada Allah SWT yang tiada putusnya. Kedua mata ini terasa berkabut, air mata mulai memenuhi pelupuk mata dan mengalir di pipi. Jama’ah lain pun tidak memperdulikan silaunya sengatan matahari yang cahayanya memantul di marmer putih pelataran ka’bah. Semua khusyu berdoa memohon ampun atas dosa-dosa yang telah diperbuat.

Setelah puas bermunajat, kamipun melaksanakan perjalanan sa’i dari bukit Safa dan Marwah. Adanya perluasan Masjidil Haram di wilayah sa’i sedikit mengurangi kenyamanan. Suara bising mesin di halaman masjid dan debu masuk melalui celah-celah jendela masjid. Lantai marmer masjid diganti sementara dengan lempengan besi yang rapi terpasang, selama renovasi ini berlangsung.

Saat melaksanakan sa’i, sempat saya perhatikan petugas air zam zam sedang menukar drum yang sudah kosong untuk diganti dengan drum berisi air zam zam. Saat itu pula saya menyaksikan beberapa jama’ah dengan ikhlas membantu seorang petugas yang kewalahan menahan lajunya kereta bermuatan drum-drum berisi air zam-zam tersebut menuruni bukit Marwah. Begitu kompaknya beberapa jama’ah yang berjumlah empat sampai lima orang itu membantu petugas tanpa diminta. Subhanallah.

Karena terpotong shalat Ashar, ibadah sa’i dan tahalul (gunting rambut) baru selesai dalam waktu sekitar lima puluh menit. Kami pun segera mengakhiri ibadah dan berjalan keluar masjid. Umumnya jama’ah setelah menyelesaikan ibadahnya, menyiapkan lembaran uang riyal untuk disedekahkan kepada pekerja yang mengangkut air zam-zam, petugas kebersihan masjid, maupun pengemis di luar masjid. Semuanya diniatkan karena Allah SWT, untuk menutupi ibadah-ibadah yang mungkin kurang sempurna. Ada pula yang bersedekah dengan menyediakan plastik besar berisi kurma kering untuk dibagikan kepada jama’ah yang mungkin sedang berpuasa sunat karena hari itu kebetulan hari kamis.

Sempat ibu saya membahas, cukupkah uang satu riyal yang diberikan kepada pekerja masjid. Saya jelaskan bahwa uang satu riyal di Saudi bisa cukup buat beli empat buah roti, karena bahan terigunya disubsidi pemerintah. Subhanallah, di tengah perbincangan kami yang sedang membahas harga roti, tepat di pintu keluar masjid ada yang menawarkan kepada saya selembar roti pita. Saya menolaknya dengan halus. Perempuan tadi terus mendesak agar kami mau menerima rotinya yang bahkan kemudian dia masukkan ke dalam kantong plastik bening bersama dengan yoghurt. Saya pun menjadi tidak tega dengan orang yang sudah berniat bersedekah. Kamipun menerima roti lengkap dengan satu cup yoghurt itu dengan mengucapkan terimakasih kepadanya. Alhamdulillah, saya dan ibu saya tersenyum. Seperti yang kebetulan saja ketika kami sedang membahas roti, ada yang datang memberikan roti hangat kepada kami.

Setelah mengenakan sandal, kami berjalan menyusuri pelataran masjid menuju parkir mobil. Di luar masjid, mata kami terpaku melihat seorang wanita tua sedang mengaduk-aduk isi tong sampah. Kamipun memberi sedikit uang kepada wanita tadi, yang langsung disambut dengan senyum bahagia. Namun ketika kami telah melewatinya, saya perhatikan wanita tua tadi masih kembali mengaduk sampah sembari tangan kanannya menjumput sepotong roti pita yang pastinya sudah mengeras. Tangan kirinya sudah memegang satu potong roti yang sudah dipungut sebelumnya. Saya begitu terharu. Kami pun kembali lagi kepada wanita itu dengan menyerahkan kantong plastik berisi roti dan yoghurt pemberian orang di depan pintu masjid tadi kepadanya. Biarlah kami masih sanggup membeli makanan, sementara wanita tua itu sedang kesulitan untuk mendapatkan makanan yang layak dimakan. Wanita tua tadi begitu sumringah menerima roti hangat dan yoghurt dari kami, kemudian menghentikan pencarian sisa makanan dari tong sampah dan beranjak pergi. Kami pun lega.

Begitu besar rahmat Allah. Seolah-olah tangan kami hanya sebagai penghantar roti dan yoghurt dari pintu masjid menuju ke wanita tua tadi yang sedang lapar mencari-cari makanan untuk bisa dimakan saat itu.

Hati saya menangis mengingat makanan yang berkecukupan di rumah, dan sering terbuang percuma karena tidak habis dimakan. Sementara di luar sana masih banyak orang-orang yang kekurangan makan sehingga terpaksa harus merelakan perutnya terisi makanan sisa yang ditemukan di tempat sampah. Namun Allah begitu sayangnya, memberi mereka perut yang kuat, yang tidak sakit meski harus makan makanan yang kotor atau bahkan mungkin sudah basi. Sementara perut kita yang sudah dimanja ini pasti tidak akan tahan bila diasupi makanan yang sudah kotor. Banyak makanan yang dibeli hanya karena lapar mata, tidak melihat kapasitas perut yang mungkin sudah tidak mampu menampung semuanya. Astaghfirullah. Kejadian tersebut seperti sebuah teguran Allah SWT kepada saya agar saya lebih bijak (tidak berlebihan) dalam menyediakan makanan buat keluarga.

Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalih. (QS Asy Syu’ara 26:83)

Jeddah, Rajab 1429H