Tapi Si Fulan mulai lelah, sudah mendekati 40 hari menurut penghitungan dia, pemeriksaan masih seputar kampak.
Mulai dari riwayatnya, bagaimana cara mendapatkan, tangan keberapa, digunakan untuk apa, bagaimana membelanjakan hasilnya, sampai sedetil-detilnya, hal yang tak pernah terjangkau dalam radar pikiran Si Fulan.
Waktu empat puluh hari lewat, pemeriksaan asal usul kampak belum juga rampung. Si Fulan akhirnya menyerah. Ia menangis meraung- raung. Dia minta MoU dibatalkan.
Harapan untuk kaya, memiliki separuh harta Si Konglomerat untuk dipakai hidup senang- senang, sirna sudah. Dia lebih memilih ke luar dari kubur. Biar saja hidup miskin.
“Ampun. Mending tidak punya harta. Masak baru satu kampak saja 40 hari pemeriksaan tidak selesai-selasai,” ucap Ustaz Das’ad Latif mengutip Si Fulan.
Makanya Bapak – bapak dan Ibu-Ibu, lanjut Das’d Latif, hati-hati dengan harta kita. Hati-hati hidup bergelimang harta. Rumah mewah mobil mewah, perhiasan emas dan berlian semua akan dihisab nanti.
Tidak ada satu yang bisa dIbawa ke dalam kubur. Malah semua harta itu harus dipertanggungjawabkan di depan malaikat- malaikat Allah SWT.
“Jangan sampai justru harta itu yang menyeret kita masuk neraka. Ingat nasib si Fulan, cuma satu kampak, tapi menderita hadapi pemeriksaan,” tutur dai penyandang dua gelar doktor asal Pinrang, Sulsel itu.