Pernahkah bertemu orang dengan pandangan under estimated kepada anda? Mungkin bagi sebagian orang jawabannya “ya” dan sebagian lainnya “tidak”. Bila jawaban anda “ya” berarti anda (hampir) sama dengan saya karena baru-baru ini saya pun mengalami kejadian seperti itu. Memang bukan kejadian yang menyenangkan tapi terkadang kita tidak bisa menyalahkan orang tersebut, mereka pasti punya alasan tersendiri sehingga berpandangan seperti itu terhadap kita. Yang sedikit menjadi ganjalan bagi saya bila alasannya itu berhubungan dengan cara berpakaian.
Sebagai seorang muslimah, saya berusaha mengenakan pakaian yang menutupi aurat. Sayangnya di negara sekuler ini, cara berpakaian seperti itu termasuk golongan minoritas. Walaupun sebagian besar orang-orang di sini bersikap tak peduli (selama tidak mengganggu mereka) namun tidak jarang pula tatapan aneh tertuju pada diri saya. Selama ini saya berusaha berpikir positif, mungkin saja orang-orang yang menatap aneh itu jarang bertemu orang asing yang berpakaian seperti saya. Nanti kalau sudah terbiasa mungkin mereka juga akan cuek seperti yang lainnya.
Keadaannya berbeda, ketika karena suatu urusan pekerjaan saya harus bertemu langsung dengan seseorang yang saya perkirakan jarang berhubungan dengan wanita asing berpakaian tertutup (muslimah). Saat pertama kali bertemu face to face, saya berusaha untuk menunjukkan ekspresi ramah dan bersahabat. Orang itu bersedia saya ajak bicara. Kata-kata yang keluar dari bibirnya tetap sopan walaupun dengan ekspresi wajah datar, tatapan aneh dan sedikit curiga yang terpancar dari matanya. Saya berusaha tetap tersenyum saat berbincang dengannya tapi ternyata ekspresi itu belum bisa mencairkan suasana.
Dari perbincangan kami, saya menyimpulkan orang itu meragukan kemampuan pendengaran saya. Saya bisa menangkap keraguannya, apakah kuping yang tertutup secarik kain apakah bisa mendengar instruksi dengan jelas? Dia memang tidak secara eksplisit menunjukkan keraguannya itu, tapi Alhamdulillah logika berpikir saya masih tetap berfungsi. Akhirnya pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan yang saya inginkan. Dan matanya tetap menatap aneh mengiringi saya berlalu dari tempat pertemuan itu. Saya pamit dengan tetap mempertahankan ekspresi ramah dan bersahabat agar memberi kesan yang baik. Berharap bila suatu saat dia bertemu dengan muslimah lainnya, dia tidak lagi menatap aneh.
Saya mencoba berbesar hati setelah kejadian tersebut. Mungkin saja orang itu masih terlalu dangkal wawasannya. Atau mungkin juga, dia belum banyak mengenal wanita Islam sehingga masih menyisakan rasa curiga terhadap wanita yang berpakaian serba tertutup. Semoga saja dengan kejadian ini Allah membuka mata hatinya untuk bisa menghargai cara berpakaian wanita Islam. Menunjukkan kepadanya bahwa pakaian yang saya kenakan bukanlah sesuatu yang bisa menurunkan kemampuan pendengaran pemakainya. Karena petunjuk cara berpakaian ini bersumber dariNya, dan bertujuan untuk melindungi serta menjaga harkat dan martabat para wanita pemakainya.
Kejadian ini juga mengingatkan saya (juga muslimah lainnya), agar bisa menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik sehingga tidak ada lagi pandangan under estimated terhadap kemampuan muslimah di negara sekuler ini. Jangan menyerah bila berada dalam kondisi seperti itu. Justru itu menjadi ladang dakwah bagi kita. Dan berprestasilah sebaik mungkin karena prestasi bisa meruntuhkan keraguan mereka.
Wallahu’alam bisshowab.
-Catatan menjelang musim dingin menghampiri Tsukuba-