Sejak sosoknya menjadi pemberitaan di negeri ini, saya sudah menyimpan rasa simpati dan kekaguman padanya. Meski sosok yang sudah ‘senja’ itu dikenai tuduhan terorisme, sebuah kata yang beberapa tahun belakangan ini seperti hantu menakutkan, terutama bagi negara-negara Barat yang memang sejatinya sudah phobia terhadap Islam dan umat Islam. Tanpa sadar saya bernafas lega, ketika melihat sosok tua itu kembali menghirup udara kebebasan setelah menjalani masa hukuman atas tuduhan yang diyakini banyak orang karena tekanan dari negara-negara yang Barat.
Ya, sosok tua itu adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Terlepas apakah tudingan ‘teroris’ yang disandangkan padanya benar atau tidak, di mata saya, dia adalah sosok ulama yang mengagumkan. Selain kesabaran dan ketegaran, yang terpenting adalah konsistensi beliau sebagai ulama yang berjuang menegakkan ajaran-ajaran Islam serta keberanian beliau yang dengan terang-terangan menentang hegemoni negara adidaya bernama Amerika Serikat, satu hal yang jarang sekali bisa dilakukan oleh pemimpin-pemimpin atau ulama di negeri ini.
Bahkan belakangan ini, hati saya sempat teriris, melihat sikap negeri saya yang seolah mengemis meminta hubungan militer permanen dengan AS. Padahal seluruh masyarakat dunia tahu, bagaimana tindak-tanduk tentara negara adidaya itu membunuhi warga sipil yang notabene Muslim di Irak, di Afghanistan dan di belahan dunia Islam lainnya. Melihat itu semua, tiba-tiba saja saya merasa malu jadi bangsa Indonesia. Mengapa para pemimpin bangsa ini tidak sensitif dengan persoalan ini? Akhirnya sayapun hanya bisa menyimpan rasa malu itu…
Seharusnya, muslim di Indonesia bangga memiliki ulama seperti beliau dan bisa belajar dari keteguhan, kesabaran dan konsistensinya menegakkan kemuliaan ajaran Islam. Apalagi di tengah situasi seperti sekarang ini, di mana ada segelintir orang yang mengaku ulama tapi perkataan dan sikapnya justeru tidak memberikan kesejukan bagi kehidupan umat Islam, bahkan menimbulkan keresahan dan kericuhan sesama umat.
Padahal menyandang gelar ulama bukanlah sebuah amanah yang ringan, apalagi dalam sebuah hadist disebutkan, "Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi." (HR Abu Dawud dan at-Tarmidzi). Rasanya, tidaklah pantas apabila seorang ulama mengeluarkan kata-kata yang malah menyakiti umat atau tidak berani bersuara lantang menentang kemaksiatan dan segala bentuk penindasan dan fitnah yang ditujukan pada umat Islam.
Tidak mudah memang menjadi seorang ulama sejati, menjadi pewaris para nabi, menjadi sosok berilmu dan memiliki hikmah yang mampu membimbing umat untuk tidak hanya memahami agama, tapi juga mampu memberi arah dan inspirasi bagi umat agar bisa mengelola kehidupan dengan baik. Tidak mudah memang menjadi ulama yang memiliki sifat-sifat seperti yang dijelaskan Allah SWT dan Rasulnya Muhammad Saw.
Rasulullah bersabda,"Sesungguhnya perumpamaan ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang memberikan petunjuk di dalam kegelapan bumi dan laut. Apabila ia terbenam maka jalan akan kabur." (HR Ahmad).
Seorang ulama sejati sangat memahami bahwa jalan mereka adalah jalan dakwah meski untuk itu mereka harus menghadapi berbagai ancaman. Oleh sebab itu seorang ulama sejati selalu menunjukkan ketabahannya dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan demi memperjuangkan Islam dan umatnya. Seorang ulama sejati, selalu berani tampil ke depan melarang kemungkaran dan menegakkan kebenaran syariat Islam, bukan malah sebaliknya memutarbalikkan syariat Islam.
Sungguh betapa dalam kondisi bangsa seperti sekarang ini, Muslim di Indonesia membutuhkan ulama-ulama sejati, yang bisa menjadi penerang umat, yang bisa menjadi contoh dan penyemangat umat, yang hati, ucapan dan perbuatannya selalu berpegang teguh dan menunjukkan rasa takut pada Allah SWT, seperti tersebut dalam firmanNya dalam surat Fathir: 28
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah para ulama."
Sehingga sosok ulama seperti ini bukan hanya dirindukan, tapi selalu mendapatkan dukungan dan doa dari umat. Sehingga dari sosok ulama seperti ini, akan lahir lebih banyak ‘ulama-ulama’ lain, yang meski tidak bergelar ulama, tapi di mata Allah SWT ia adalah seorang ulama karena memiliki karakter seorang ulama sejati, yang patuh dan konsisten menjalankan ajaran Allah SWT. Wallahualam.
Catatan kecil untuk ustadz Abu.
Jakarta, 19 Juni 2006
Rubina Qurrata’ain Zalfa ([email protected])