Malam pertama bulan suci Ramadhan ini, langit sepertinya bergembira dan Allah menurunkanbanyak Rahmat-Nya lewat hujan yang sejak sore turun membahasi bumi.
Kumandang adzan maghrib berkumandang. Petanda bulan suci Ramadhan telah datang. Hati inipun gembira karena jika memasuki bulan Ramadhan. Akan ada amalan sunnah yang tidak pernah ada di bulan-bulan yang lain, yaitu ibadah sholat tarawih selepas sholat isya.
Sesuatu yang sudah menjadi hal biasa di malam pertama ibadah sholat tarawih ini adalah shaf-shaf akan terisi penuh hingga jamaah meluber keluar masjid –walaupun hal ini tak pernah saya alami kecuali saat sholat Ied. Namun, semakin hari shaf akan semakin maju karena ditinggal jamaahnya.
Hingga adzan isya berkumandang, hujan masih terus membasahi dengan skala ringan. Saya sendiri jadi ragu, apakah pendapat di atas masih berlaku atau tidak. Tapi saya berharap masih banyak yang akan tetap datang ke masjid walaupun hujau turun.
Jamaah tidak sebanyak malam pertama tahun lalu
Sesampai di masjid, saya pilih sholat di lantai atas karena khawatir di bawah sudah terisi penuh. Setibanya di atas, biasanya di dekat tangga sudah ada banyak jamaah yang memenuhi shaf, ternyata hanya empat paling depan baris yang dipenuhi. Dan sisanya ada yang memenuhi di belakang yang di dominasi anak-anak kecil dan jamaah yang lain hanya merapatkan shafnya ke tiang atau tembok untuk tempat bersandar.
Kekecewaan yang muncul melihat jamaah yang hadir tidak sebanyak malam pertama biasanya. Walaupun bisa dimaklumi hal ini terjadi karena hujan. Tapi ironi sekali jika
malam pertama saja jamaah wanita yang hadir hanya segini, bagaimana untuk malam seterusnya. Apakah akan semakin surut, bertambah, atau statis? Semoga saja di malam kedua cuaca akan cerah dan kepadatan shaf akan terjadi di malam ini. aamiin.
Saya yakin Allah menurunkan hujan ini hanya sebagai ujian untuk melihat siapa hamba-hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam ibadah dan manyambut bulan Ramadhan ini dengan ibadah sholat tarawih di masjid. Mungkin saja karena hujan mereka memilih untuk melaksanakan sholat tarawih pertama di rumah mereka masing-masing.
Sholat tarawih di masjid memang merupakan hal yang sunnah. Tapi bukankah sholat berjamaah terlebih di masjid merupakan hal yang paling utama daripada sholat sendiri atau sholat di rumah? Ditambah ini adalah ibadah yang jarang kita temui di bulan lain di luar Ramadhan. Janji Allah akan pahala yang diberikan Allah pun akan dilipatgandakan di bulan Suci ini. Semoga ini memang hanya terjadi untuk malam pertama.
Kenyataan ini membuat saya jadi membandingkannya dengan masyarakat muslim di Tarim, Hadramaut, Yaman yang saya dengar dari guru saya. Masyarakat muslim di sana selalu semangat menjalankan ibadah. Bahkan seorang kakek yang selalu lebih awal saat sholat subuh, ketika hujan turun pun, ia bahkan datang lebih awal lagi. Berbeda dengan keadaan masyarakat muslim di rumah saya itu. Walaupun begitu saya juga masih bersyukur karena masih banyak umat muslim yang rela datang ke masjid walaupun hujan turun dan bersyukur karena Allah beri saya kekuatan sehingga mampu datang ke masjid.
Permasalahan Shaf Sholat
Untuk jamaah wanita adalah hal yang wajib untuk membawa sajadah, walaupun di masjid sudah tersedia sajadah. Kebanyakan sajadah yang dibawa adalah sajadah yang lebar, yang bisa diisi oleh dua orang dalam keadaan shaf rapat. Tapi sayangnya mereka hanya sekedar merapatkan shaf sajadah bukan shaf diri mereka sendiri. Sehingga masih ada celah terlihat saat sholat. Ditambah beberapa shaf jamaah yang tidak mau maju mengisi barisan depan yang masih kosong dan memilih di belakang atau dekat dengan tiang atau tembok. Berbeda dengan jamaah shaf pria yang selalu rapat.
Melihat keadaan seperti itu, rasanya ingin saya berbuat sesuatu. Ingin bertindak dan berkata untuk merapatkan barisan dan mengajak anak-anak dan ibu-ibu yang belum merapatkan barisan untuk maju dan merapat. Tapi saya belum cukup berani untuk itu. Hal kecil yang baru bisa saya lakukan adalah mengajak jamaah sebelah kiri saya yang sajadahnya belum merapat ke jamaah yang lain. Ya merapatkan shaf sajadah bukan orangnya ketika hendak sholat. Juga mengajak ibu di sebelah saya yang merapat ke tembok, walaupun hasilnya disebelah ibu itu kosong tapi dibelakangnya ada 3 shaf ibu dan anak-anaknya yang tidak mau maju karena ingin tetap berbaris bertiga.
Keberanian saya belum muncul karena saya takut mereka akan menolak atau akan berkata di belakang saya “ribet banget sih” ataupun lainnya. Saya menjadi takut, padahal saya pun belum mencobanya. Inilah kesalahan saya yang saya sesalkan kenapa belum berani melakukan hal itu. Terlalu memikirkan perasaan orang lain daripada mementingkan perintah Allah atau tidak memedulikan bahwa bisa jadi kelak mereka akan meminta pertanggungjawaban saya di akhirat nanti karena hanya diam saja.
Permasalahan shaf yang terdengar sepele ini sejatinya adalah masalah yang besar. Rasulullah SAW bersabda “Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk menegakkan sholat.”
Serta Rasulullah SAW pun bersabda lagi, “Luruskan shaf-shaf kalian karena sesungguhnya kalian itu bershaf seperti shafnya para malaikat. Luruskan di antara bahu-bahu kalian, isi (shaf-shaf) yang kosong, lemah lembutlah terhadap tangan-tangan (lengan) saudara kalian dan janganlah kalian menyisakan celah-celah bagi setan. Barangsiapa yang menyambung shaf, niscaya Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya) dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya (dari rahmat-Nya)”
Keadaan itu hanya saya alami di masjid dekat rumah atau pada masyarakat umum. Berbeda saat saya bersekolah dan hingga saat ini berkuliah. Jika kami sholat berjamaah, kami selalu merapatkan barisan kami, bukan merapatkan sajadah kami yang lebar itu. Tapi sayangnya kami masih terlalu malu untuk mempraktekkan hal itu juga di masyarakat umum. Walaupun saya yakin masih ada segelintir orang yang peduli dan bertindak tentang permasalahan kecil ini.
Hal ini terjadi tentu karena masih kurangnya pemahaman masyarakat kita akan ilmu agama. Perlu adanya bimbingan khusus agar mereka semakin semangat beribadah sekalipun hujan turun karena melihat keberkahan dari Allah yang akan didapat. Serta bimbingan agar mereka memahami tentang pentingnya merapatkan shaf. Sederhananya untuk sekedar merapatkan shaf, yang terpenting adalah adanya orang yang mau bertindak dan merapatkan shaf-shaf yang ada. Seperti yang ada di Masjid Istiqlal, ada wanita-wanita khusus yang menangani masalah shaf ini. sehingga tak ada selah untuk setan memasuki shaf sholat.
Saya sendiri sebagai pemudi dan mahasiswi, terutama sebagai seorang muslim yang hendaknya saling menasehati malu sendiri karena betapa iman saya masih lemah untuk mencegah kemungkaran. Karena saya hanya bisa memperbaiki dengan doa bukan tindakan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa yang melihat kemungkaran ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu ubdahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu juga ubahlah dengan hatinya dan demekian itulah selemah-lemahnya iman.” (HR Imam Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Tindakan mungkin sudah saya lakukan tapi baru semata-mata yang dekat dari jangkauan saya dan berada di lingkungan yang saya kenali orang-orangnya. Semoga Allah kuatkan iman kita untuk beramar ma’ruf nahi munkar, tanpa takut orang akan bicara apa tentang kita. Terlebih di bulan Ramadhan yang setiap amalan Allah balas dengan balasan yang lebih dari bulan biasanya. Semoga Allah mudahkan ibadah Ramadhan kita menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya.
Nurul Izza
LKM UNJ