Aku mengenal ibu sebagai orang yang rajin membuat anggaran keuangan dan mencatat harga-harga barang yang dibelinya setelah berbelanja di pasar. Meskipun itu hanya segenggam jeruk nipis ataupun sebuah pepaya. Catatan belanja ibu hanya sebuah buku tulis bekas kami di SD. Menurut ibu, catatan belanja yang rapi akan membuat keadaan keuangan kita mudah dikontrol. Jika harga barang yang dibeli terlalu mahal, mungkin ada beberapa barang lain yang tidak perlu dibeli dulu sehingga pengeluaran tidak melebihi anggaran. Kita bisa berhemat dan selalu mengecek pengeluaran jika dicatat. Jika ada kelebihan uang yang ditabung, nanti bisa digunakan untuk berbagai keperluan penting.
Ibu juga rajin berusaha mendapatkan uang tambahan. Sebagai ibu rumah tangga yang selalu sibuk melaksanakan pekerjaan rumah dan anak-anak, beliau termasuk cermat mengatur waktu untuk menerima pesanan jahitan dari teman-temannya. Disamping itu dengan keahlian memasaknya, beliau sering juga menerima orderan membuat makanan kecil untuk arisan. Kelebihan uang belanja tadi dijadikan ibu sebagai modal untuk membeli kain-kain yang akan dijahit sesuai pesanan. Selisih pembelian kain dan modal awal menjadi tambahan tabungan untuk ibu. Sikap giat mencari uang dan rajin berhemat itu selalu kukenang hingga kini dan menjadi pelajaran berharga bagiku.
Uang dalam tabungan ibu kemudian berubah menjadi perhiasan emas, cincin emas favoritku yang selalu kupakai hingga kini, cicilan seprai baru, karpet, pajangan di ruang tamu, lemari buku, gorden baru dan sebagainya. Walaupun ibu banyak memperoleh kelebihan uang dari sikap hemat dan kepintarannya mencari uang, tetapi tabungan itu selalu nyaris kosong. Karena saat itu aku sudah semakin besar dan punya banyak keinginan, sehingga aku sering meminta uang pada ibu. Suatu kali aku memerlukan uang untuk biaya les, setelah kutunggu-tunggu, ternyata Bapak belum bersedia membayarkan. Lalu ibu dengan sabar menghibur, katanya uang jahitan dari Tante Ani bisa dipakai untuk biaya les. Alhamdulillah, betapa baiknya ibuku…
Ketika tabungan ibu yang kuhabiskan belum dapat kuganti, secara bergantian adik-adikku turut menikmati tabungan ibu. Mereka membeli baju baru, perlengkapan sekolah bahkan menggunakan uang ibu untuk keperluan yang paling tidak masuk akal sekalipun seperti pulsa telpon sampai berjuta-juta rupiah. Ibu kadang kesal, tetapi demi anak-anaknya, ibu tetap memberikan apa yang dimilikinya. Satu persatu gelang emas ibu jadi kembali ke toko tempat membeli dahulu. Ada karena biaya yang dikeluarkan untuk adikku, atau biaya pernikahanku, biaya wisuda adikku yang lain. Aku sedih melihat gelang-gelang itu terpajang kembali di toko. “Tak apa, toh ibu juga takut dirampok orang kalau pakai gelang mahal-mahal,” kata ibu dengan nada datar. Aku tau ibu sedih, tapi bagaimana lagi… Dalam hati aku berjanji, jika aku telah punya uang banyak, akan kuganti gelang ibu tersebut.
Saat kami mulai bekerja, suatu hari kulihat ibu diam termenung saja. Ternyata ibu butuh uang untuk tambahan belanja dapur. Uang beliau telah habis dipakai adik yang tidak dapat menganggarkan kebutuhannya. Aku langsung teringat bahwa aku punya uang di dompet sebesar seratus ribu rupiah. Uang itu kuberikan pada ibu, yang kemudian langsung memeluk dan menciumku. Jadilah, tiap aku mendapat bonus, aku memberikan sepertiganya pada ibu dan bapak. Kata ibu, beliau selalu menyimpan uangku untuk membeli benda-benda yang disukainya atau bersedekah. Aku turut bahagia bisa mengembalikan ‘tabungan’ ibu dulu yang sering kugunakan untuk berbagai keperluan walaupun dalam jumlah kecil.
Memberikan uang kepada orang tua, walaupun kecil jumlahnya ternyata mengandung keberkahan yang besar. Rasanya walau gajiku kecil dan terbatas, Alhamdulillah aku tidak merasa kekurangan. Jika aku ingin membeli sesuatu, Insha Allah dengan jalan yang tak terduga, ternyata ada uang untuk itu. Aku pernah membaca sebuah kisah dalam majalah muslimah Malaysia tentang seseorang dari kampung yang bekerja sebagai SPG di kota. Saat wanita itu telah mendapat gaji, abangnya mengingatkan untuk mengirimkan ibu mereka sedikit uang. Walaupun hanya sedikit yang bisa ia berikan, tetapi wajah bahagia ibu dan doa syukur ternyata menambah kebahagiaan hidupnya. Ia lalu membandingkan dirinya yang selalu merasa cukup dengan teman sesama SPG yang selalu merasa kekurangan uang. Ternyata temannya itu tidak pernah mau memberi uang kepada orang tuanya dengan alasan gajinya kecil.
Mudah-mudahan apa yang telah kusampaikan pada ibu walaupun jumlahnya juga sedikit, bisa membuat ibuku bahagia. Ternyata, teman, kadang bukan jumlah rupiahnya yang penting. Memberi uang kepada orang tua, walau sedikit, bermakna besar karena menunjukkan rasa cinta kasih kita kepada mereka. Seperti dulu juga saat mereka memberi kita uang untuk jajan, mungkin rasa bahagia itu sama besarnya. Jika memang ingin memberi orang tua dengan ikhlas, insya Allah akan dibalas Allah lebih banyak. Hidup kita tidak kekurangan dan selalu dalam ketenangan soal uang karena doa orang tua agar rezeki kita dimudahkan dan dilancarkan Allah. Amin.
Untuk mamaku tersayang… I love you.