Tukang Sapu dari Kirgyztan

Perawakannya kecil, berkulit pucat dan bermata sipit. Gerakannya gesit seiring tubuhnya yang ringan. Sambil memegang gagang sapu yang tak seimbang dengan tinggi tubuhnya, dia bergerak lincah membersihkan daun-daun yang jatuh di musim gugur. Tursim adalah namanya, lengkapnya Tursim Bay. Seorang Kirgyztan yang bekerja sebagai pesuruh di KBRI Moskow.

Tursim merupakan pekerja yang ulet dan rajin. Pekerjaannya dimulai setiap pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore. Tugasnya seputar membersihkan lingkungan kedutaan dari salju jika musim dingin, dan dedaunan di musim gugur serta debu di musim panas. Kadang dia juga menjadi orang suruhan para staff jika ada keperluan membawa atau membeli sesuatu.

Tursim adalah seorang muslim seperti kebanyakan warga Kirgyztan lainnya karena memang Islam adalah agama utama di tanah kelahirannya. Dia memang sangat rajin melakukan sholat lima waktu, bahkan sholat Jum’at tak pernah ia tinggalkan. Keunikkan seorang Tursim dibanding rekan Kirgyz lainnya adalah sikapnya yang ramah dan mudah membantu orang lain. Tak pernah mengeluh dan selalu tersenyum. Pada setiap kesempatan sholat Jum’at, dia selalu menjadi orang pertama yang hadir. Dengan terlebih dahulu mengganti pakaian, dari pakaian kerja ke pakaian sholat yang bersih. Menurutnya, kebiasaan itu sudah menjadi amanat ayahnya yang biasa dilakukan.

Pada setiap pekerjaan yang dilimpahkan padanya, tak pernah sedikitpun kulihat ia mengeluh atau menolak. Bahkan pekerjaan mengangkat barang yang berat di tengah derasnya badai salju pun dilakukannya. Oleh karena itu, para staff senang sekali meminta bantuan Tursim untuk sekedar mengantar barang atau mengangkat barang. Bahkan aku pernah minta bantuannya saat aku pindah rumah. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengiyakan permintaanku. Padahal banyak sekali barang yang harus diantar bolak-balik dari jarak yang cukup jauh antara rumah lama dan rumah baru.

Kusediakan makanan dan minuman untuk sekedar melepaskan lelah, namun ia tak menyentuhnya. Ketika kutanyakan mengapa? Dia mengatakan bahwa pekerjaannya harus selesai terlebih dahulu baru dia akan makan dan minum. Geleng-geleng kepala aku melihat dedikasinya yang begitu tinggi. Ketika akan memasang lampu, Tursim agak berpikir lama. Kutanyakan apakah ada masalah? Dia tersenyum karena kursi untuk dia naiki saat memasang lampu tak cukup tinggi menopang badannya yang memang kecil. Padanya kukatakan biar saja nanti suamiku yang akan memasangnya. Tursim sepertinya tak ingin mengecewakan kami dan berusaha semampunya. Namun aku sangat memahami kondisinya. Dan dia pulang dalam keadaan masih tak enak karena tak bisa memasang lampu rumah kami.

Suatu ketika kutanyakan padanya bilakah dia siap menikah? Tursim tersenyum dan mengatakan siapa yang mau dengan tukang sapu seperti dirinya. Kukatakan padanya bahwa Allah SWT telah menyediakan jodoh bagi kita dan tentunya hanya dengan usaha dan doa-lah jodoh itu akan menghampiri. Kembali dia tersenyum dan mengatakan bahwa pada setiap doa dalam sholatnya, dia selalu meminta apa yang cukup baginya dan apa yang mampu dipikulnya. Sebab Allah tak mungkin memberi kita sesuatu yang kita sendiri tak sanggup memikulnya. Baik itu dalam bentuk kebahagiaan atau cobaan. Aku pun tersenyum dan meng-iyakan. Aku hanya bisa berdoa dalam hati, semoga Allah memberikan Tursim yang terbaik dari apa yang dia inginkan…amin.