TKW, Betapa Malang Nasibmu

Hujan uang di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Kiranya, hujan batu dalam pepatah tersebut saya analogikan sebagai hujan kesedihan. Betapa tidak, pintu kesedihan ini tak bisa lagi disembunyikan melihat wajah Riyamah tak lagi berbentuk layaknya wajah.

Saya tak mengenalinya, tapi simpati dan penghormatan saya kepada sosok Riyamah mengalir deras setelah gencar diberitakan dia pulang ke Indonesia. Keadaan wanita asal Jember, Jawa Timur, itu begitu menyedihkan. Ah, apa lagi yang bisa mengungkapkan perasaan sedih saya di antara darah yang mendidih.

Riyamah yang berniat membantu ekonomi keluarganya bertekad mengais rezeki di negeri orang. Itu dilakukan setelah dia merasa bahwa hidup di negerinya sendiri bertambah sulit. Alih-alih membawa pulang hasil jerih payah keringatnya setelah bekerja delapan tahun di Jeddah, Arab Saudi, tapi justru kondisi memprihatinkan yang dia bawa. Sekujur tubuh ibu satu anak itu terdapat bekas luka sayatan mulai kaki hingga kepala. Bahkan, kedua telinganya tak utuh lagi akibat digigit sang majikan. Masya Allah.

Bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) menjadi opsi terakhir ketika pemerintah tak lagi bisa menjamin lapangan kerja. Keterbatasan ekonomi dan pendidikan yang pas-pasan membuat rakyat kecil tak lagi percaya bisa sukses di negeri sendiri. Negeri yang menjadi lahan subur korupsi. Pekerjaan sebagai pembantu atau buruh pun rela dilakoni asal bisa mendapatkan penghasilan yang layak.

TKW yang meninggal atau menderita di luar negeri adalah kisah pahit yang kesekian. Ada yang bunuh diri karena tak kuat menahan beban batin dan siksaan fisik dari majikan. Ada pula yang dibunuh oleh majikannya karena berbagai sebab. Yang selamat dan beruntung, tidak sedikit yang survive dalam keadaan cacat seumur hidup. Meski, yang sukses bekerja di luar negeri juga banyak. Namun, jika mau jujur, menjadi TKW adalah bukan cita-cita mereka. Kalau saja di negeri sendiri kesejahteraan wong cilik terjamin, mereka tak kan sudi jauh-jauh meninggalkan sanak kerabat menjadi pembantu. But life must goes on.

Di sebuah dusun di Kediri, seorang ibu tua tak kuasa melarang putri semata wayangnya untuk bekerja di luar negeri. Si anak beralasan ingin kerja di sana karena tak mau hidup serba susah terus-terusan. Apalagi, harga kebutuhan pokok di dalam negeri semakin mahal. Berbekal uang hasil menjual sapi, dia berangkat ke negeri jiran Malaysia lewat sebuah perusahaan jasa penyalur TKW. Malang, hari-harinya kerap diisi dengan siksaan setrika dan pukulan benda tumpul oleh sang majikan. Akibatnya, meski berhasil dipulangkan ke Indonesia, dia mengalami cacat kelumpuhan. Ya Allah.

Agaknya, perhatian pemerintah tidaklah sepadan dengan pengorbanan para pahlawan devisa tersebut. Padahal, pemasukan negara dari devisa yang didapatkan lewat jerih payah para TKW/TKI sangat besar. Indonesia menjadi negara pengekspor TKW terbesar di dunia. Meski demikian, pemerintah tidak sigap dan terkadang lalai memperhatikan nasib mereka serta memberikan perlindungan hak mereka.

Pendidikan murah (bahkan dijanjikan gratis) hanya sebatas wacana. Terlalu banyak masyarakat kita yang hidup miskin dan tak memiliki pendidikan. Ini pun belum tersentuh secara keseluruhan. Wajar bila mereka yang berpendidikan rendah memilih mengais rezeki di negeri orang. Biaya sekolah tak ada, sedangkan orang miskin mempertahankan dapurnya tetap mengepul.

Selamanya, jika belum ada kesadaran untuk tidak mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan, negeri ini akan terus terpuruk. Jikalau bisa makan ketika melihat orang lain kelaparan, tentu tidak salah bila musibah selalu mendera negeri ini.

TKW juga manusia. Kucuran keringat mereka bagi devisa negara yang tak sedikit seharusnya bisa membukakan nurani dan mata hati pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib mereka. Jangan lagi terulang salah seorang di antara mereka pulang hanya membawa nama demi memperjuangkan sesuap nasi di negeri orang. Jangan lagi kepentingan golongan mengorbankan saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri. Negeri ini harus berbenah dan memperbaiki mentalitas bangsa yang tengah terpuruk. Selain doa dan usaha, moral bangsa yang tengah terpuruk hanya bisa diperangi dengan kesadaran.

Allah berfirman: ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Ar-Ra’ad: 11).

Www.samuderaIslam.blogspot.com