Menjadi suatu hal yang sensitif bagi kebanyakan orang bila dia menerima hinaan atau ejekan yang ditujukan langsung pada dirinya, baik yang merasa dirinya tampan atau tidak tampan. Bila ada orang melontarkan kata-kata yang menghina secara fisik pada dirinya, reaksi yang muncul adalah “Marah”.
Sangat jarang sekali bila orang menerima hinaan atau ejekan, balasannya dengan senyuman. Tapi mungkin hal itu adalah sikap alami dari setiap orang dan alasan umumnya adahal masalah harga diri dan itu sudah harga mati. Jadi kalau menerima hinaan, tanpa kompromi dan tanpa tawar menawar lagi, langsung saat itu juga dibayar kontan dengan kemarahan.
Oleh karenanya tidak aneh…kita sering menjumpai orang bertengkar karena masalah sepele, terlebih lagi masalah yang besar, yang akhirnya sama-sama tidak bisa menahan diri, mereka melontarkan kata-kata hinaan dan ejekan, hal itu tambah membuat suasana hati semakin panas dan masalah pun tidak selesai.
Sebagai seorang yang beriman, kita punya panutan yang sangat pantas dijadikan rujukan dalam meniru dan mencotoh kepribadian dari akhlaqnya yang sangat baik, dialah seorang yang bernama Muhammad ibni Abdillah, Rasululloh SAW.
Beliau SAW hatinya begitu lembut, wajahnya bercahaya, tutur katanya santun. Itu dibuktikan dari beberapa kali kejadian, ketika dirinya dihina atau disakiti, balasannya adalah kebaikan (bukan kemarahan) dan itu membuat orang simpatik akan keindahan akhlaqnya. Dalam salah satu kisah, Rasululloh SAW setiap kali pulang dari Masjid sering diludahi oleh orang kafir.
Lalu apa yang terjadi selanjutnya ?! suatu hari ketika beliau SAW tidak mendapati orang tersebut tidak meludahinya lagi (karena lantaran orang kafir itu sedang sakit), lalu beliau bergegas untuk menjenguknya, dan oleh karena sebab itulah orang tersebut simpatik pada Rasululloh SAW dan akhirnya masuk islam.
Dan pada kesempatan lain juga Rasululloh SAW pernah dijuluki sebagai orang gila, tapi beliau tetap tenang dan sabar. Subhanalloh…begitulah Nabiyina Muhammad SAW seorang yang pandai menempatkan diri dalam bersikap dan berucap, beliau tahu kapan saatnya bersikap marah dan ada kalanya harus sabar dengan sepenuh hati.
Rasululloh SAW pernah bersabda: “Orang yang sempurna imannya adalah orang yang kemarahannya karena Alloh semata bukan untuk memperturutkan hawa nafsunya. Dan A’isyah radhiyallohu ‘anha berkata: “Rasululloh SAW tidak pernah marah karena urusan diri pribadi beliau. Tetapi jika Syari’at Alloh dilanggar, maka beliau akan marah dengan sebab pelanggaran tersebut karena Alloh. (HR. Bukhari dan Muslim).
Menyimak hadits tersebut di atas dari apa yang dikatakan oleh istri tercinta beliau, Rasululloh SAW dalam perkara pribadi, bila dirinya diperlakukan tidak baik oleh orang lain, beliau tidak akan terpancing marah. Itu patut dicontoh, kita harus bersikap proporsional atas apa yang lakukan pada kita, sehingga tidak memunculkan masalah baru dan tidak semua hal harus dipermasalahkan, ada hal-hal yang bisa ditolerir.
Masih dari apa yang dikatakan oleh ibunda A’isyah radhiyallohu ‘anha, melanjutkan dalam hadits tsb, sikap yang berbeda dari Rasululloh SAW untuk urusan Dien (Agama), jika Syari’at Alloh dilanggar, beliau akan marah dengan sebab pelanggaran tersebut dan beliau marah karena Alloh semata, Dia yang telah membuat Syari’at (Aturan Agama).
Mirisnya fenomena pada masa kini ketika ada yang menyuarakan Penegakan Syari’at Islam untuk dijadikan aturan hidup, banyak dari kalangan orang Islam itu sendiri malah tidak peduli bahkan ada yang secara terang-terangan menolak.
Dengan fenomena tersebut, bisa kita bayangkan bila Rasululloh SAW hidup di masa kini dan melihat umatnya yang bersikap seperti itu, tentu beliau akan marah karena umatnya telah mengeyampingkan Syari’at Agamanya yang dibawa oleh beliau sendiri selaku Rasul utusan Alloh SWT.
Lalu… bagaimana dengan sikap kita, pedulikah kita ?!
Hadanalloh wa iyyakum ajma’in – Wallohu a’lam bishowab.
Ibnu Adam