Seorang mahasiswa yang berasal dari salah satu negeri Islam belajar di London. Di sana, ia tinggal bersama keluarga Inggris yang kafir untuk belajar bahasa. Ia seorang yang taat kepada agamanya, selalu bangun menjelang fajar untuk pergi ke tempat air dan berwudhu. Air di sana, karena pengaruh cuaca sangat dingin. Setelah itu dia pergi ke tempat shalatnya, untuk bersujud, ruku dan bertasbih, dan bertahmid kepada Rabbnya.
Dalam keluarga itu terdapat seorang nenek tua yang selalu memperhatikan apa yang dilakukan oleh mahasiswa ini. Setelah beberapa hari, nenek itu bertanya,” Apa yang engkau lakukan?” Mahasiswa itu menjawab, “Agamaku memerintahkanku untuk melakukan ini.”mSi nenek bertanya lagi,”mengapa tidak kau tunda waktunya untuk beberapa saat agar anda bisa lebih menikmati tidurmu?” Mahasiswa itu menjawab,”Tapi Rabbku tidak akan menerima jika aku menangguhkan waktu shalat dari waktu yang telah Ia tentukan.” Si nenek pun menganggukkan kepalanya dan berkomentar,”Sebuah tekad yang akan menghancurkan besi baja.”
“Laki laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah (QS An Nur :36)
Kekuatan seperti itu merupakan tekad yang berawal dari keimanan, kekuatan yang berasal dari keyakinan, dan daya yang bersumber dari tauhid. Tekad seperti inilah yang telah memberikan inspirasi kepada para penyihir Firaun. Mereka terketuk untuk beriman kepada Allah Rabb alam semesta ketika mereka terlibat dalam pertarungan antara Musa dan Firaun. Mereka berkata kepada Firaun, Mereka berkata, “Kami sekali kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti bukti yang nyata(Mukjizat), yang telah datang kepada kami dan dari Rabb yang telah menciptakan kami, maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan.” (QS Thaha 72)
Ini merupakan tantangan yang jarang didengar. Mereka terpanggil untuk menyampaikan risalah ini dengan memanfaatkan momen itu dan untuk menyampaikan pesan yang benar dan kuat itu kepada seorang yang kafir dan kejam ini.
Habib bin Zaid pernah mencoba menemui Musailamah Al Kadzhab untuk mengajaknya kembali ke tauhid, namun Musailamah malah mencincang tubuhnya. Diperlakukan seperti itu, Habib sama sekali tidak mengerang, berteriak, dan sama sekali tidak gentar hingga menemui ajalnya sebagai seorang syuhada.
“Dan orang orang yang menjadi saksi di sisi Rabb mereka, bagi mereka pahala dan cahaya mereka (QS Al Hadid 11)
Sang Khubaib bin Adi diangkat ke tiang gantungan kematian , dia malahan bersenandung, “Aku tidak peduli ketika aku terbunuh sebagai muslim, dimana saja , asalkan kematianku tetap di jalan Allah” (Al Qarny)