Tantangan yang besar. Begitulah biasanya kami berpendapat tentang hidup sebagai muslim di Jepang.
Bayangkan disekeliling kita adalah orang orang yang tak percaya Tuhan dan menuhankan pekerjaannya. Hampir disetiap dua bulannya perayaan berbau syirik mewarnai aktivitas sekolah-sekolahnya. Makanan tidak halal, dan rok rok pendek anak anak SMP dan SMA membuat khawatir para muslim yang mempunyai anak wanita. Masjid yang jarang dan jauh jaraknya.
Ya, semua itu sempat membuat aku bertekad ‘harus’ tinggal di tanah air suatu saat nanti.
Liburan musim panas. Merindukan keluarga, sahabat, dan sanak saudara di Tanah air. Ingin melepas rindu dan berharap terpercik nuansa Islam yang sulit didapatkan di Jepang.
Dengan putri kecil 4 tahunku akhirnya dengan ijin Allah kami bisa bersilaturahmi.
Satu bulan di tanah air tenyata tiada membuat hati nyaman. Lantunan musik barat yang kian akrab terdengar di telinga anakku. Mainan –mainan yang tanpa sadar merusak akidah. Hal-hal berbau syirik yang masih dipegang tanpa alasan. Belum lagi pengaruh dari luar, yaitu program –program TV yang menunjukan kekerasan, aurat dan hal hal memalukan untuk diperlihatkan pada putriku. Dan lain-lain. Dan lain-lain.
Hampir setiap nasihat akan berujung pertengkaran dengan orang –orang yang kucintai.
Jepang. Semuanya black and white. Begitu jelas terlihat yang benar dan yang salah. Terutama di mata si kecil .
”Islam saja yang benar. “ Penjelasan yang sangat sederhana. Dikelilingi sahabat – sahabat muslim yang tak banyak jumlahnya di banding di Indonesia, namun sangat kuat pengaruhnya, penanaman akidahnya, besar pengorbananya, mesra ukhuwahnya, tinggi solidaritasnya dan mulia akhlaknya.
Di Indonesia, di kelilingi banyak muslim. Tapi nilai nilai yang adapun banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Dan ini didapat dari orang-orang Islam itu sendiri. Inilah yang membuat ‘samar’ di mata anakku dalam proses penanaman akidahnya.
Nasihat – nasihat yang berujung pertengkaran yang mengganggu kemesraan ukhuwah.
Aku yang berharap di nasihati, berharap mendapatkan ilmu Islami, ternyata yang ada aku harus menjaga agar aku dan anakku tak terlena.
Musik-musik barat, lagu-lagu cinta murahan, boneka Barbie, princess-princess Disney yang disetiap ceritanya berakhir dengan ciuman. Belum lagi hal-hal syirik yang susah dihilangkan. Semuanya dianggap sangat biasa. Sebaliknya, di rumahku sendiri di Jepang, anakku tidak akan mendapatkannya.
Dan mereka pikir, aku berlebihan. Karena yang mereka lakukan adalah biasa saja.
Aku, di Jepang yang merasa orang asing dengan hijabku, ternyata aku merasa tak berbeda berada di tengah keluargaku.
Aku, di Jepang, bersedih melihat orang-orang Jepang. Ternyata aku merasa lebih sedih melihat orang –orang yang kucintai.
Teringat pertama kali menginjakkan kaki di bumi Jepang ini, hanya perasaan tak pede akan kehidupan baru yang akan kulalui. Berbalut sweater dan jeans ketat. Tiada pakaian tanpa pertunjukan aurat. Akankah suamiku kembali pada tradisi Jepangnya ? Minum sake sepulang kantor dengan teman teman kantornya dengan alasan membicarakan pekerjaan. Begitulah cara orang orang Jepang bekerja.
Bertepuk tangan di depan Jinja memohon berkahnya.
Akankan aku makin jauh dariMu ya Rabb ?
Akankah aku terlena dengan pesta yang meriah, kehidupan gemerlap seperti di Manila saat satu tahun pertama pernikahan kami ?
Atau,
Akankah ku bentangkan sajadah dan mengakui tiada cinta kecuali cinta Mu ?
Kini aku mendapati diriku menangis bersujud di hadapanMu. Ternyata, Engkaulah yang Maha Tau , Maha Perencana.
Kau damparkan aku dipadang pasir gersang ini, agar aku haus, kering dan mencari air.
Kau hempaskan butiran pasir panasnya, agar aku ketakutan dan meneriakan namaMu.
Kau berikan kegelisahan yang hebat, agar ku cemburu pada hamba-hambamu yang hidup dalam ketenangan cintaMu.
Kau pisahkan aku dari sahabat-sahabat lama yang kucintai, Kau pertemukan aku dengan sahabat-sahabat baru sejati, para mujahidah yang menggetarkan hatiku.
Syukur padaMu yang menghempaskan aku pada mereka.
Sungguh tidak seorangpun dapat memberi hidayah kecuali atas izinMu.
Dan aku takut Kau cabut hidayahMu atas ku ya Allah.
Dan semoga kau limpahkan hidayah yang besar pada negriku ya Allah. Agar kelak kami nyaman tinggal disana. Agar kau satukan kami dan pertemukan kami dalam surgaMu dengan orang-orang yang kucintai. Amiin.
Tokyo, 3 Februari 2009