“Akan tetapi engkau tidak boleh mentajrihnya dan ia seorang alim yang dikenal umpamanya dengan niat yang baik. Apabila kita ingin mentajrih para ulama yang dikenal dengan niat yang baik karena kesalahan yang mereka lakukan padanya dari masalah fikih, niscaya kita akan mentajrih para ulama besar, namun yang wajib adalah yang telah saya sebutkan.
“Apabila engkau melihat seorang ulama melakukan kesalahan maka diskusi dan berbicaralah bersamanya. Bisa jadi bahwa kebenaran adalah bersamanya maka engkau harus mengikutinya atau kebenaran ada bersamamu maka ia yang harus mengikutimu.
“Atau tidak jelas dan jadilah perbedaan yang terjadi di antara kamu berdua adalah khilaf yang dibolehkan. Saat itu, engkau wajib menahan diri, ia mengatakan apa yang dia katakan dan engkau mengatakan apa yang engkau katakan,” ujar Syaikh Muhammad al-Utsaimin.
Alhamdulillah, khilaf tidak hanya terjadi di masa sekarang. Khilaf sudah terjadi sejak masa sahabat hingga hari ini.
“Dan apabila sudah jelas kesalahan akan tetapi ia tetap bertahan terhadap pendapatnya, engkau harus menjelaskan kesalahan dan berjauh darinya. Akan tetapi bukan atas dasar mentajrih dan ingin membalas dendam, karena orang tersebut bisa jadi mengatakan pendapat yang benar pada masalah lain selain yang engkau perdebatkan,” lanjutnya.
“Yang penting sesungguhnya saya memperingatkan kepada saudara-saudaraku dari bala dan penyakit ini. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untukku dan mereka kesembuhan dari segala hal yang menjelekkan kami atau membahayakan kami pada agama dan dunia kami,” demikian Syaikh Muhammad al-Utsaimin.