Investment on Entertainment

Marilah kita coba amati, ketertarikan manusia terhadap berbagai hal di dunia ini. Di dunia maya sebagai contoh, manusia lebih tertarik dengan segala sesuatu yang hanya bersifat menghibur. Hiburan, dalam pandangan orang-per-orang memang berbeda. Apa yang lucu bagi satu orang, belum tentu menertawakan bagi orang lainnya. Apa yang menghibur bagi anda, belum tentu hiburan di mata saya. Meski kita semua sepakat bahwa yang namanya hiburan itu adalah sesuatu yang bersifat menyenangkan dan biasanya dikerjakan pada saat luang, namun ternyata sangat relatif sifatnya.

Di Facebook (FB), ketertarikan manusia se dunia ini menjalin hubungan komunikasi antara satu dan lainnya lebih banyak di bidang hiburan murni dibanding lainnya. Hiburan murni yang dimaksud adalah, misalnya cerita lucu, melawak, rekreasi atau wisata, iklan, promosi, jual beli barang elektronik, hingga pameran foto, lukisan dll, termasuk gonta-ganti foto facebookers. Semua kegiatan ini dikategorikan sebagai ‘hiburan’.

Dampaknya, memang kadang-kadang jadi luar biasa. Ada sementara orang yang membuka FB jarang sekali. Tapi jangan terkejut jika ada kasus di mana sepertinya kedudukan FB nyaris lebih penting ketimbang makan. Benar-benar ketagihan.

Di rumah, pasar, mall, gedung bioskop, rumah sakit, kantor-kantor, di dalam mobil, kereta api, pesawat, kampus, stadion, tempat ibadah, hingga yang namanya (maaf!) kamar mandi. Ke mana-mana yang namanya telepon genggam ada di tangan. Tidak banyak yang dikerjakan kecuali: membaca, mengirim atau dikirimi pesan. Tapi hakekat content nya sama: hiburan.

Jika kita sudah berada dalam tingkatan ini, maka sebenarnya kita tidak lebih dari menduduki posisi sebagai manusia yang lebih pada mengedepankan investasi hiburan daripada kualitas sumberdaya kita.

*****
Besok pagiorganisasi profesi kami akan menyelenggarakan pertemuan. Ini kali kedua sesudah pertemuan pendahuluan tiga pekan lalu. Pertemuan pertama dihadiri oleh tidak lebih dari 10 orang. Sampai dengan tadi malam, yang saya lihat di update list, yang bakal hadir hanya 8 orang orang. Sementara yang terdaftar dalam milis sebanyak lebih dari 100 orang.

Kami sadar, manusia memang banyak kebutuhannya. Segudang aktivitasnya. Apalagi bagi kami yang berada di luar negeri. Negara kecil seperti Qatar tidak banyak memberikan ruang gerak yang bebas jika akhir pekan tiba. Apalagi liburan.

Waktu luang dan akhir pekan banyak dihabiskan oleh masyarakat kami dengan berbagai aktivitas, sekali lagi, yang menghibur. Walaupun, kadang-kadang, kegiatan keagamaan seperti kajian Islam, Al Quran serta berbagai ceramah serta presentasi digelar. Hanya saja, memang tidak rutin.

Mendekati bulan Ramadan seperti saat ini, adalah waktu di mana sejumlah organisasi kita di sana sibuk men-design sejumlah kegiatan rohani guna mengisi waktu senggang masyarakat kita di sana. Hanya saja, meski saya bukan sebagai pengamat, umumnya yang datang orangnya itu-itu saja.

Ketika saya menelepon seorang rekan kerja dua hari lalu, sebelum berbincang-bincang sekitar 10 menit ke depan dengannya, dari awal saya katakan, bahwa saya tidak bakalan nelepon kecuali bila ada perlunya. “Lha kalau nggak ada perlu, emangnya untuk apa harus nelepon?” Kata saya menegaskan. Rekan saya yang berada di seberang sana mengiyakan.

Dari sana kita lanjutkan perbincangan bahwa manusia mengikuti segala kegiatan itu umumnya atas dasar interest, minat. Tanpa didasari minat, kegiatan tidak bakalan jalan.

Persoalannya adalah bagaimana membangkitkan minat manusia ini?

Membangkitkan minat manusia memang pekerjaan yang rumit, lantaran minat yang berbeda dan unik. Betapapun keuntungan sebuah kegiatan bagi sementara orang sangat menjanjikan, bagi orang lain bisa jadi dipandang biasa-biasa saja.

Orang bisa saja meletakkan keuntungan financial sebagai pertimbangan utama sebagai pendorong motivasi, tapi bagi orang yang berada di pihak lain, kita tidak mampumemaksanakan kehendaknya manakala mereka lebih tertarik dengan aktivitas yang sifatnya sukarela.

Di sinilah pentingnya peranan pendidikan. Bahwa kualitas manusia, termasuk minat, interest mereka, harus lebih ditekankan. Pendidikan yang berorientasi kepada investasi kualitas sumberdaya manusia. Kualitas dalam artian peningkatan pengetahuan ketrampilan serta sikap manusia. Bukan investasi yang ditekankan kepada pentingnya hiburan. Sekalipun kita tidak menolak bahwa jiwa yang sehat ada pada manusia-manusia yang termasuk membutuhkan hiburan.

Namun, apa jadinya manusia ini, jika hiburan telah menguasai prosentase terbesar dalam kehidupannya?

Lihatlah apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita di mana hiburan telah kuat menggurita. Seolah-olah kita ini hidup hanya harus dipenuhi oleh hiburan dan mengenyampingkan persoalan lain yang butuh keseriusan.

Apakah hal ini yang menjadi salah satu penyebab utama mengapa kemiskinan, pengangguran, keterpurukan dan berbagai bentuk dekadensi moral serta aneka problematika sosial-ekonomi-budaya-politik dan spiritual melanda bangsa besar ini? Wallahu a’lam!

Doha, 21 July 2011

[email protected]