Sepuluh tahun lebih bekerja di Arab Saudi dengan sang istri, Tasum sudah berhasil mengubah hidupnya, dari keluarga yang tidak punya apa-apa menjadi banyak harta. Namun ada hal yang ia lupakan. Sehingga keduanya merasa sangat menyesal.
Rumah mewah, kendaraan roda dua, perabot rumah tangga dan berbagai fasilitas mewah berhasil ia miliki. Ia merupakan generasi awal desanya yang mengais rejeki sampai ke luar negeri, dan sukses mengubah kondisi ekonomi.
Dari SD sampai sekolah lanjutan atas, dua anaknya serumah dengan sang nenek di rumah yang ia bangun dari hasil jerih payah di luar negeri. Tasum bekerja sebagai pelayan restoran sedang istrinya sebagai pembantu rumah tangga.
Dua anaknya menikmati hasi kerja orang tuanya. Dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, tak pernah ketinggalan dalam soal fasilitas sekolah. Bahkan ketika keduanya masuk sekolah menengah, mereka sudah difasilitasi sepeda motor oleh orang tuanya. Uang jajan tak pernah kurang. Buku-buku senantiasa dibelikan mengikuti apa yang diperintahkan sekolahnya. Uang SPP tak pernah nunggak alias lancar.
Fasilitas semua itu tentu bukannya tanpa alasan. Tasum merasa bahwa sebagai orang yang hanya tamat SD di kampung, pengetahuannya hanya pas-pasan. Sehingga ketika ekonomi mapan berpihak pada dirinya, ia tak segan-segan memberikan fasilitas terbaik untuk anaknya. Yang penting sekolah berjalan dan tidak ketinggalan dengan orang lain. Dan jangan sampai kedua anaknya menjadi orang bodoh.
Sang nenek juga tentunya sangat gembira. Kalau melihat cucunya senang. Apalagi soal uang sudah tak lagi masalah bagi kedua cucunya. Setiap saat bisa dikirimi asal untuk kepentingan sekolah.
Saat anak yang pertama masuk SMK, Tasum sangat bersyukur. Sebab ia tak membayangkan bahwa ia bisa menyekolahkan anaknya sampai ke kota, Maklum ia anak kampung yang tak kenal pendidikan di kota. Biar biaya banyak Tasum dan istrinya tak mempermasalahkan.
Tahun kedua di SMK, Tasum dan istrinya diminta pulang dulu oleh sang anak. Karena ada sesuatu yang penting yang akan dibicarakan. Suami istri itu pulang dengan gembira.
Namun sesampai di kampung, suami istri itu kaget setengah mati mendengar kabar bahwa anak pertamanya harus segera menikah. Karena teman perempuannya ternyata mengabarkan sudah ada janin di dalam rahimnya.
Suami istri itu kaget. Hampir-hampir ia tidak mau mengakui kenyataan pahit ini. mereka berjuang mati-matian di negeri orang, bukannya untuk siapa-siapa, tapi untuk anaknya. Tapi ternyata sang anak tak bisa menjalankan amanah orang tuanya dengan baik.
“Kita memang salah, Ma,” katanya kepada sang istri. “Ternyata uang bukanlah segalanya.”
Tasum menyesal, ia beranggapan dengan uang segalanya akan berhasil, akan sukses. Namun dalam mendidik anak ternyata banyak hal yang mesti mendapat perhatian lebih selain rupiah.
Moral atau pendidikan agama ternyata hal penting yang harus senantiasa dikontrol oleh orang tua manapun, termasuk yang sedang merantau di luar negri, tentunya. Suami istri itu telah lalai, karena terbuai dengan rupiah yang tak pernah kurang. (*)