Sinar matahari yang berwarna kuning keemasan itu masuk melalui celah jendela di ruang kelas lima sebuah sekolah. Seorang perempuan anggun, guru muda di sekolah tersebut, menatap kosong ke arah para murid yang sedang mengerjakan soal.
Ia masih memikirkan pertanyan seorang murid tempo hari, ketika ia menerangkan sejarah perjuangan rakyat Aceh menentang penjajahan di masa lalu. Dan perempuan itu begitu kaget, manakala ia menyebut nama Cut Nyak Dien dan Cut Mutia. Karena beberapa murid menambahkannya dengan nama Cut Tari, artis Indonesia berdarah Aceh yang pada pertengahan 2010 namanya melambung berkat sebuah berita yang cukup mencengangkan negri Indonesia.
“Bu, benarkah Cut Tari itu anaknya Cut Nyak Dien?”
Begitulah pertanyaan dari salah seorang murid kelas lima anak didiknya. Sang guru tak serta merta menjawab. Ia sangat hati-hati menyikapi pertanyaan tersebut.
Ketika masih kuliah dulu, guru muda itu cukup aktif di sebuah organisasi kampus. Ia dan kawan-kawannya sering mengkaji biografi tentang para perempuan yang mempunyai kontribusi besar terhadap negeri ini. Tak ketinggalan juga adalah Cut Nyak Dien dan Cut Meutia. Yang memang kredibilitas dua perempuan ini diakui perjuangan oleh rakyat Indonesia, dan gelar pahlawan nasional pun disandangnya.
Demi harga diri sebuah bangsa, demi kemandirian sebuah negeri, demi tak terinjak-injaknya hak seorang perempuan oleh penjajah, demi martabat seorang muslim, dua tokoh itu rela mengorbankan harta, nyawa, kesenangan hidup di dunia untuk bergerilya melawan kedholiman.
Kalau mengingat itu, sang guru merasa teriris-iris hatinya mengingat pertanyaan sang murid. Namun ia tak bisa menyalahkannya, karena dijaman informasi yang begitu global ini, berita apapun bisa diterima oleh anak-anak, tanpa terlebih dahulu dibimbing oleh orang tua.
“Dari mana kamu tahu tentang Cut Tari?”
Ujar sang guru balik bertanya waktu itu. Lantas sang murid menjawab:
“Dari televisi Bu, dia kan yang ada di video mesum…dengan Ariel.”
Sang guru terperanjat lagi. Sudah begitu jauhkan anak seusia dia mengakses berita?
Guru muda itu hanya berharap dalam hati, semoga anak didiknya itu hanya sebatas tahu saja, dan tidak menirunya.
Ia sangat menyadari bahwa banyak generasi saat ini yang lebih mengidolakan siapapun yang ada di layar kaca, ketimbang para pejuang negri ini yang sudah teruji dalam menapaki hidupnya.
Kita menyadari bersama bahwa kisah selebritis hampir setiap saat dikupas tuntas di media massa, dan dinikmati dengan lahap oleh semua kalangan termasuk anak-anak. Sementara kisah tentang kepahlawanan, tak terasa seolah seperti sudah terpinggirkan.
Adalah kita sebagai orang tua, yang harus siap menjadi dosen, tutor, ustadz, guru, pendamping setia, terhadap segala informasi yang masuk terhadap anak-anak kita. Tentu, kita harus tak bosan untuk senantiasa menambah ilmu, dimana saja dan kapan saja! Agar referensi kita menjadi bertambah. Sehingga kita bisa menerangkan kepada anak kita, biarpun sama-sama memakai “Cut” debelakang namanya, tapi ternyata ada perbedaan yang sangat jauh.
Cut Nyak Dien dan Cut Meutia, membawa kita ke “aroma” perjuangan yang luar biasa melawan ketak adilan, kedholiman dan harga diri suatu bangsa. Sementara Cut Tari secara tak sadar, sedang membawa generasi ini untuk menebarkan "kejujuran" di wilayah yang dilarang oleh Sang Pencipta.
Purwokerto, Peb 2011 < [email protected] >