Warte mama! Ich möchte deine hande küssen…. (tunggu mama, saya ingin mencium tanganmu)…
Kata-kata itu masih saja terngiang-ngiang di telinga saya. Entah mengapa, pada hari itu saya sangat tergesa-gesa, padahal setiap kamis, saya benar-benar tidak ada kegiatan lain seperti hari-hari lainnya. Saya memang sedang mengikuti khursus bahasa di sebuah lembaga bahasa yang letaknya tak jauh dari rumah.
Kurang lebih pukul 08.30 kita sudah siap untuk ke luar rumah, biasanya saya akan mengantarkan anak-anak ke kindergarten (taman kanak-kanak) terlebih dahulu, baru kemudian saya berjalan cepat menuju ke tempat kursus. Di hari-hari tersebut jam terasa begitu cepat berlalu, dan otak sayapun sudah terbiasa cepat untuk memburu waktu supaya semua sampai ditujuan tidak terlambat. Kurang lebih pukul 09.00 semua sudah ada pada tempatnya. Saya hanya ingin cepat-cepat sampai di rumah, bersih-bersih, buang sampah, cuci baju, dan memasak makanan kesenangan anak-anak dan suami tercinta.
Hanya itu saja……
Di hari Minggu kejadian ini terulang lagi. Biasanya dihari ini putri sulung saya pergi ke taman pendidikan Al-Quran (TPA), letaknyapun tak jauh dari rumah, biasanya berangkat kami naik bis dan pulangnya jalan kaki.Taman Quran itu termasuk salah satu program yang diadakan oleh masjid kebanggaan masyarakat Indonesia di Berlin.
Sering saya titipkan putri saya kepada teman baik saya yang tinggal di dekat rumah, yang kebetulan juga menjadi salah satu guru di taman Quran tersebut. Di saat itu beliau berhalangan datang, jadi otomatis tidak bisa mengantar putri saya dan beberapa anak yang tinggal di sekitar rumah kami.
Ya sudah, belajar ngaji sama mama aja di rumah….. kata saya sambil lalu.
Dia diam….. lama…..sambil jari-jari mungil tangannya dimasukkan ke dalam mulutnya, tiba-tiba…..
Nein mama! Ich möchte ke masjid mit mama (tidak mama, saya ingin ke masjid dengan mama)…..bahasanya campur aduk memang, tapi kata-katanya itu…yang bikin gundah hati saya.
Padahal akhir-akhir ini, saya malas sekali ke sana.
Subhanaallah, terima kasih ya Allah, telah Engkau berikan kami buah hati yang bisa mengingatkan dan meluruskan setiap langkah yang kami perbuat untuk tetap lurus dalam jalan-Mu.
Anak dalam sebuah keluarga adalah permata hati, pelabuhan jiwa, dan harapan masa depan dunia maupun akherat, tetapi anak-anak kita bukanlah inti dari kebahagiaan dalam hidup ini. Mereka hanyalah penghias yang membuat hidup ini serasa lebih indah. Anak adalah tanggung jawab, amanah yang harus dijunjung tinggi dan kelak dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
Tiap-tiap kamu adalah seorang pemimpin, dan tiap-tiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (HR.Bukhari&Muslim)