Surat untuk anakku,
Abi melihat batu-batu itu melayang dari tangan-tangan mungil yang mencoba mengubah sejarah. Abi melihat derai air mata para wanita itu diiringi untaian doa. Abi juga melihat senyum di wajah anak-anak yang tergeletak di tanah berhias dengan debu dan darah di wajahnya, sungguh luar biasa anakku; abi melihat tidak ada pancaran kekecewaan di wajah mereka. Abi melihat lagi anak-anak yang berkata "Ajarilah kami, persenjatailah kami dan dukunglah kami, niscaya orang-orang Yahudi itu akan bisa mengetahui seberapa hebatkah kami". Abi melihat itu semua di tanah saudaramu anakku sayang, di tanah Palestine. Tanah yang khalifah Umar bin Khattab rela berpeluh dan berlelah diri untuk mendatanginya hanya demi menerima penyerahan kunci kota Al-Quds, kota yang Rasulullah yang engkau sayangi itu pernah turun dari perjalanannya menghadap ke Rabb Mu. Abi melihat itu semua anakku sayang, abi melihatnya…sungguh.
Abi juga melihat senyum yang dibalut dengan kedinginan dan tertawa yang diselimuti rasa lapar. Abi melihat seorang nenek tua menyerahkan sebuah mantel butut kepada seorang pemuda yang kurang lebih sedikit lebih tua dibandingkan kamu dan dia yang sudah penuh dengan keriput di wajahnya tersenyum dan tertawa melihat pemuda itu yang ternyata adalah cucunya sambil berkata" Inilah yang bisa kuberikan padamu selain dari doa-doaku di tengah malam untuk kesyahidanmu". Abi melihat senyum di wajah anak-anak itu dan juga melihat air mata menetes di wajah ibu mereka, wajah kaukasia yang sangat akrab di mata abi. Abi sungguh melihat semua itu nak, melihat sendiri mereka, saudara-saudaramu yang Allah lahirkan di bumi Chechnya, Bosnia dan Asia Tengah.
Ketika abi di rumah kemarin, abi melihatmu berlari, bermain, tertawa dan bermanja mesra di pangkuan ummi mu. Ya, dialah istri ku nak, wanita yang Allah titipkan padaku yang melahirkanmu dan melahirkan adik-adikmu. Abi bahagia nak, melihatmu tumbuh bertambah tinggi. Melihat tanggal nya satu demi satu gigi susumu dan berganti gigi dewasamu. Abi bahagia melihat semangatmu ketika berusaha melepaskan diri dari pelukanku ketika kita bermain gulat. Abi bahagia nak, melihatmu berlari cepat dan engkau terjatuh! Ya, engkau jatuh tetapi engkau kembali berdiri dan berlari mengejarku padahal engkau tahu bahwa kamu tidak akan pernah bisa mengalahkanku dalam lomba lari ini nak. Abi bahagia nak, ketika engkau menegurku ketika abi lupa dengan mulut mungilmu itu kau berkata : "Abi…jangan begitu, Allah kan enggak suka dengan perbuatan itu".
Abi bersedih nak, ketika abi melihat diri abi yang tidak bisa menemanimu setiap saat untuk mengajarkan padamu keindahan surga. Untuk menceritakan dongeng kepadamu tentang kisah-kisah kepahlawanan para pejuang Islam dahulu. Abi bersedih ketika tidak ada satu ayat Quran Al Karim yang bisa kuajarkan kepadamu karena ketiadaanku di sampingmu. Ya nak, abi harus menunaikan perintah Allah yaitu menjemput rizqiNya di tanah yang jauh pula sebagai tanggung jawab peran abi sebagai ayah dan sebagai suami.
Abi sungguh bersedih dan takut nak. Engkau hidup di sekeliling kenikmatan bumi pertiwi ini. Engkau penuhi perutmu dengan makanan nikmat dan minuman yang segar. Engkau tidur di dalam selimut yang hangat dan kasur yang empuk. Ya, walau tidak senyaman rumah orang-orang kaya itu, tetapi abi bersedih dan takut nak; khawatir jika engkau tumbuh dewasa di bawah kenikmatan dunia. Abi khawatir engkau akan melupakan tugas-tugasmu sebagai hambaNya. Abi khawatir semua kenikmatan ini akan mencetakmu menjadi generasi yang cinta dunia dan takut mati seperti yang engkau lihat saat ini di sekelilingmu.
Abi ingin engkau bisa belajar dari saudara-saudaramu yang tinggal nun jauh di negeri seberang itu. Mereka yang tinggal di tanah jihad. Mereka yang tadi abi sudah ceritakan kepadamu. Abi ingin engkau peduli pada mereka, tidak…tidak hanya peduli nak. Engkau harus bisa menjadi bagian dari mereka. Karena mereka lah calon penghuni surga. Mereka lah yang menghapalkan kalimat ilahi sebanyak 30 juz di dalam kepala mereka yang penuh dengan luka dan jarang sekali tersentuh shampoo seperti yang ummi mu pakaikan padamu ketika engkau mandi. Engkau harus berdiri di barisan mereka nak, berdiri di shaff paling depan. Tidak-tidak, jangan di shaff belakang atau tengah nak, berdirilah di depan nak dan ijinkan abi untuk berada jauh di barisan terdepan sana, bersama dengan orang-orang dewasa; saudara-saudara kita.
Anakku, Allah menitipkanmu padaku bukan untuk menjadi seonggok daging hidup yang hanya memenuhi perut dan syahwatnya. Abi sadar sepenuhnya bahwa sesuap nasi dan sekerat daging yang akan abi biarkan membasahi tenggorokanmu itu haruslah datang dari sesuatu yang halal. Abi tidak ingin makanan itu berubah menjadi suht, menjadi daging yang akan dibakar di neraka nanti seperti yang Rasulullah ceritakan kepada kita nak. Abi sadar sepenuhnya, bahwa abi harus mendampingimu di waktumu menjelang tidur walau tubuh abi ini terasa begitu penat setelah 5 hari mencari nafkah di tanah jauh hanya untuk menceritakan sebuah dongeng tentang si harimau yang nantinya engkau akan bisa mengambil hikmah dari dongen itu dan bisa mencontoh akhlak Rasulullah dan ajaranNya yang abi sisipkan dalam dongeng itu. Berat kantuk di mata ini adalah musuh abi ketika itu. Abi tahu bahwa aku tidak bisa memegang senjata dan mengajarkan teknik berperang sebagaimana yang para Ayah ajarkan kepada anak mereka di tanah jauh yang abi ceritakan tadi. Tapi abi yakin nak, sejumput dongeng tentang si semut dan si kancil itu akan bisa mengajarkan padamu arti tentang perjuangan, makna tentang kehidupan ini dan semangat tentang kerinduan padaNya. Setelah engkau tidur, ijinkan abi untuk meninggalkanmu tanpa berselimut hanya supaya abi bisa melatihmu untuk tidak terlalu menikmati harta dan kenikmatan dunia seperti yang Rasulullah biasa lakukan. Ijinkan pula abi untuk bercengkrama dengan ummimu, seorang wanita shaliha yang telah seharian bermain denganmu, memandikanmu, menyuapimu dan mengajarkan padamu sebait ayat yang biasa abi baca ketika shalat. Ijinkan abi mendengarkan keluh kesah wanita ini nak. Dia merindukan abi dan abi pun merindukannya. Dan biarkan pula supaya abi bisa mengingatkan dia untuk selalu teringat tugas-tugasnya dalam menyiapkanmu sebagai ahli surga ketika engkau sudah baligh nanti.
Anakku, tiada harta yang sangat berharga yg bisa abi wariskan padamu nanti selain ilmu dan tauladan yang abi dan ummi berikan. Semua itu hanyalah supaya engkau mencinta Nya dan supaya Ia pun mencintaimu. Ketika engkau dewasa nanti dan kami berdua telah tiada, ingatlah dongeng-dongeng yang abi sering ceritakan padamu ketika engkau beranjak tidur dengan botol dot di mulutmu, dongeng-dongeng tentang indahnya surga, tentang indahnya bertemu dengan Rasulullah, bertemu dengan para shahabat dan para syuhada; dan yang paling indah adalah pertemuan dengan Nya, sang Rabb yang maha segala-galanya. Semoga di syurga nanti engkau ingat akan abi dan ummi, dua orang yang sudah tua ini, dan semoga Allah mengijinkan kami untuk berkumpul bersamamu di syurgaNya nanti untuk bersama-sama menikmati betapa indahnya Sang Maha Indah.
untuk anakku Thariq Muhammad Alfatih Suryoharyo
Maret 2009 yang dingin, di tanah jauh. Abi rindu kamu nak, wahai Jalan Sang Nabi, si pembebas.
—