Suara ketukan itu terdengar sejak hari masih gelap, tok…tok…tok…dengan irama yang pelan tetapi teratur. Suara itu menyapa pagi-pagiku selama beberapa bulan ini. Menerobos dari celah-celah jendela bahkan sebelum adzan subuh berkumandang. Mengiringi pagi menyambut hari dengan irama yang mengiris hati. Suara ketukan itu berasal dari sebilah bambu yang ditata dan disusun menjadi sebuah kandang ayam,
ya…suara itu adalah suara bambu yang dipaku satu-satu.
Laki-laki muda kekar itu seakan tak mengenal lelah dalam hidupnya, sejak pagi hari ketika hari masih gelap, dia sudah melakukan aktivitasnya membuat kandang ayam. Ketika hari mulai siang, dia berpindah tempat dan pekerjaan untuk mencari penghidupan buat istri dan anaknya. Menjelang senja, dia beristirahat sebentar untuk kemudian meneruskan kegiatannya memaku bilah-bilah bambu hingga larut malam. Di saat yang lain bersiap-siap untuk tidur suara itu masih terdengar pelan, tok..tok..tok.
Allah Maha Pengasih dan Penyayang untuk hambaNya yang mengandalkan tenaganya untuk mencukupi hidupnya, rasa lelah itu seakan tak ada. Hari demi hari dilaluinya dengan kegiatan yang serupa. Tak ada rasa lelah, tak ada rasa bosan, tak juga dia jatuh sakit. Sebenarnya keteguhan dan kesugguhannya mencari nafkah bisa menjadi sesuatu yang membanggakan buat keluarganya dan menjadi pelajaran bagi orang-orang disekitarnya.
Akan tetapi suara itu hanya menyiratkan kegetiran dan kesedihan, irama yang ditimbulkan hanya memberi suasana lelah yang tak berujung. Karena hari-hari lelaki muda itu tidak ada lafadz Allah dari bibirnya. Semuanya berjalan hanya sebagai irama tak bermakna.
Seandainya dia mendasari apa yang dikerjakan dengan selalu menyebut Allah, memasukkan Asma Allah untuk menemani pekerjaannya, tentu akan terdengar lain, tentu hasilnya pun akan lain. Setiap ketukan palunya akan semakin mendekatkan dia kepada Allah, setiap tetesan keringatnya akan mengundang barokah Allah dan kelelahannya pun akan terobati dengan sempurna.
Seandainya saja dia menyadarinya….