Setelah mendapat izin dari anak dan istri, bang Kampleng pergi kopi darat untuk taaruf dengan Nirina (panggilan akrab Uni Rina-nama samaran). Kopi darat yang terjadi berkat rajin menulis di Blog Multiply, tempat bang Kampleng menulis berbagai ilmu yang bermanfaat. Rajin menulis di Internet turut membuat terbukanya peluang bertemu calon jodoh.
Sebuah tulisan yang dibaca dengan baik dan membawa manfaat membuat banyak orang termasuk akhwat yang ingin membaca lagi tulisan bang Kampleng lainnya. Lalu dilanjutkan berkonsultasi melalui YM, atau pesan pribadi (PM), dan akhirnya kopi darat bisa dilakoni.
Kamplengzboz.multiply.com (hanya samaran) menjadi blog langganan yang Uni Rina baca, Nirina (begitu panggilan akrabnya) gadis berusia 36 tahun yang tinggal di Bandung dan bekerja di Padang.
Suatu ketika Nirina akan pulang ke Bandung sebagai tindakan rutin sekali setahun silaturahmi menemui ibunya. Sebagai saudara seiman yang sudah akrab Nirina tak lupa memberi PM (personal message) pada bang Kampleng bahwa Nirina sudah di Bandung.
"Wah boleh dong saya ke rumahmu," kata Kampleng.
"Hmm.. boleh saja, tapi ngapain?" tanya Nirina.
"Ya taaruflah, kenalan lebih dekat agar lebih kenal siapa kamu, keluargamu, ibumu, sekalian bisa bertemu dengan kamu secara 3 dimensi bukan cuma di foto, Internet atau SMS," ujar Kampleng.
***
Singkatnya, Nirina sudah tiba di Bandung, di rumah cuma ada pembantu dan keponakan-keponakan. Sang Ibu dan Ayah sedang ke luar negri selama seminggu.
***
Esoknya,
pada hari libur, pagi pukul 6, bang Kampleng bersiap-siap, sama repotnya dengan anak putrinya dan istrinya yang mendapat tugas darmawisata dari sekolah yang sebenarnya orang tua tak boleh ikut. Tetapi karena si putri baru sembuh maka mendapat dispensasi, pihak sekolah membolehkan si Putri hanya ditemani ibunya.
"Wah daripada ayah bengong di rumah, lebih baik ayah mau taaruf rihlah ke Bandung," kata Kampleng.
"Hah beneran nih? kirain bercanda!" kata istrinya Kampleng.
"Ya beneran, ni sudah ganti baju," kata Kampleng.
Bang Kampleng beserta istri dan anaknya si Putri usia 7 tahun berangkat bersama-sama naik angkot. Sesuai rencana sang istri dan putri bang Kampleng turun lebih dulu di sebuah lapangan tempat parkir bis wisata. Bang Kampleng turun menggendong si putri turun angkot, cium tangan pada bang Kampleng, lalu bang Kampleng naik angkot kembali sampai terminal.
Setiba di terminal, di depan bis MGI Bang Kampleng memencet HP CDMA-nya menghubungi nomor GSM.
"Assalamualaikum, hallo Nirina, aku mau ke Bandung nih, mau ke rumah mu!" kata Kampleng.
"Hah… Sekarang?" kata Nirina.
"Lha iya masa tahun depan, nih aku lagi di depan bis MGI berangkat jam 8, sekarang baru jam 7:30, eh ngomong-ngomong MGI singkatan apaan sih?" kata Kampleng.
"Mana kutahu!" kata Nirina.
"Ini kali MGI artinya Modal Gue Ini atau Mang Gugum Incoporated hehe…" kata Kampleng.
"Hehe, tapi, aduh, kok mendadak sih?" kata Nirina.
"Nggak tahu, saya juga nggak ada rencana, entah kenapa, aku melihat cuaca cerah, dan merasa harus kulakukan, ini juga bawa duit juga pas-pasan, mudah-mudahan ATM Bank Udinku sudah diisi gaji kantor hehe."
"Oke deh bang hati-hati, aku mau beli obat buat ponakanku," kata Nirina.
Bang Kampleng Mengecek saldo HP-nya "Ya ampun, ngobrol sebentar gitu kena 6.000, tapi biarin deh namanya juga beda operator."
***
Bang Kampleng naik ke bis berwarna biru metalic yang isinya baru 5 orang yang lagi nonton TV, Bang Kampleng duduk di belakang supir, tempat duduk favoritnya kalau naik bis biar kakinya bisa selonjor tidak kesempitan.
Jam tangan bang Kampleng menunjukan pukul 8.00, supir bis menurunkan rem tangan, memasukan gigi 1, berjalan perlahan di sela-sela padatnya bis antarkota, kopaja, miniarta dan angkot yang berdesakan bagaikan ikan teri berebut keluar terminal bila dilihat dari udara terminal Depok.
"Pak, sampe Bandung kira-kira jam berapa?" tanya Kampleng.
"Jam 11!" jawab pak supir yang kurus dan berewok.
Bis berjalan perlahan di tengah macet padat merayap.
"Nut Nut Nut," hape bang Kampleng bergetar dan tertulis nama kantor tempat kerja bang Kampleng.
"Hallo, apa kabar pak?" kata Kampleng.
"Pak Kampleng kenapa nggak masuk? hari ini jadwal lembur kamu!"
"Astaghfirullah, maaf pak saya salah baca jadwal, waduh bagaimana nih, saya sudah di bis ke Bandung, sudah mau masuk tol," kata Kampleng.
"Waduh bagaimana kok bisa lupa, saya yang nggak enak sama customer."
"Mohon maaf pak saya benar-benar salah, tolong bapak wakilkan, kalau saya ke kantor sekarang tetap nggak bisa karena sudah jauh di jalan, mohon maaf pak," kata Kampleng.
"Oke, kali ini saya maafkan, karena baru kali ini kamu telat dan tidak masuk, tolong lain kali jangan salah lagi."
"Iya pak trima kasih pak," kata Kampleng.
***
Bis melaju di jalan tol Cipularang, supir kurus biasanya lincah ngebut dengan kecepatan tinggi di atas 100 km/jam, di sebelah kanan tampak pepohohan hijau, sesekali terlihat sawah yang indah berpetak-petak, masih hijau, sebagian baru ditanami sehingga terlihat air dan lumpur sawah lengkap dengan pak tani memakai caping (topi lebar dari anyaman bambu) penangkal sinar matahari yang bisa menghitamkan kulit muka.
Nut nut, hape bergetar, 1 pesan diterima, "Bang kalau sudah di Padalarang kasih kabar ya," SMS dari Nirina.
Bang Kampleng membalas SMS, "Oke, tapi jangan repot-repot ya!"
Karena bang Kampleng duduk di sebelah kanan dekat jendela sehingga bisa melihat tanda kilometer di rumput median jalan tol, ketika sudah sampai Km. 99 bang Kampleng menelpon.
"Halo Rin, aku sudah di Padalarang Km. 99 kira-kira sudah dekat belum?"
"Wah maaf aku nggak tahu soal kilometer, kalau bingung abang turun di terminal Leuwipanjang saja," kata Nirina.
Bis sudah memasuki kota Bandung, perempatan Kopo, lalu sampai juga di terminal. Jam tangan menunjuk pada angka 11:15. "Pak supir bis nggak bohong, bisnya on time!" kata hati Bang Kampleng.
Kampleng mengeluarkan HP mengecek alamat dan mengirim SMS "Rin, saya sudah di terminal, saya naik apa lagi nih?"
SMS dibalas, "tunggu aja di situ bang, aku sudah di jalan mau jemput kamu!"
"Lha kok aku malah dijemput, kayak pejabat aja," SMS Balik.
"Ya gak apa-apa, abang tunggu aja di depan terminal," SMS Nirina.
Akhirnya bang Kampleng menunggu di depan terminal di pintu masuk tempat bis menurunkan penumpang dari Jakarta. Ada banyak taksi parkir, gerobak tukang kupat tahu, roti bakar menambah rasa keroncongan perut bang Kampleng.
"Bang, roti bakar sabaraha?" kata Kampleng yang sok berbahasa Sunda.
"Sepuluh ribu," kata tukang roti.
"Oke makan disini 1, bungkus 1," kKata Kampleng.
Selesai berurusan dengan abang roti bakar terdengar adzan dzuhur dari masjid di seberang terminal. Bang Kampleng langsung bayar, menyeberang dan shalat di Masjid.
Selesai shalat, belum ada tanda-tanda jemputan datang.
"Rin, kamu jemput naik apa?" sms Bang Kampleng.
SMS tidak ada jawaban mungkin karena gangguan CDMA-GSM.
"Aku nunggu di depan Didin Donuts, biar gampang nyari," SMS bang Kampleng.
"Oke aku tahu lokasinya, maaf ya lama, macet," SMS Nirina.
"Nggak apa, aku yang minta maaf, aku penyabar menunggu," SMS bang Kampleng.
Jam menunjukan pukul 13:00, belum ada tanda-tanda kehadiran Nirina yang entah datang dengan siapa.
Setiap mobil pribadi yang berhenti, bang Kampleng langsung harap-harap cemas mengira Nirina yang datang.
Lima belas menit kemudian berhenti sedan corolla altis, keluarlah Nirina dengan jilbab putih, berbaju hijau.
Bang Kampleng bergegas turun dari tempat duduk dan mendekat, "Assalamualaikum Nirina ya? kata Kampleng.
"Wa’alaykummussalam," kata Nirina sambil senyum dan menyodorkan kunci mobil
"Wah maaf, saya nggak punya SIM A, lagi pula sudah lama saya nggak nyetir," Kata Kampleng.
"Oke, yuk kita jalan-jalan cari tempat ngobrol yang enak," kata Nirina.
Nirina dan Bang Kampleng masuk ke dalam altis berwarna silver, Nirina menyetir, bang Kampleng duduk di belakang, di depan ada teman Nirina.
“Ngomong-ngomong, abang kesini sudah izin sama anak dan istri?" kata Nirina.
“Sudah dong, kalau nggak, bisa jadi nggak berkah dan dapat rejeki kayak gini, dijemput kayak pejabat hehe,” kata Kampleng.
Kampleng berfikir dalam hati mungkin ini rejeki balasan dari shalat dhuha yang saya lakukan akhir akhir ini, walaupun tidak naik gaji tapi aku mendapat kemudahan dalam perjalanan.
"Bang kenalkan ini teman Nirina, namanya Lulu," Kata Nirina.
"Oh ya! Apa kabar mbak Lulu Tobing, saya Kampleng!" Kata Kampleng.
"Kabar baik bang, saya bukan Lulu Tobing," Kata Lulu berbaju biru dengan jilbab biru muda.
"Hehe, maaf becanda supaya akrab mbak, tadi kukira Nirina datang sendiri, aku takut dan aku gak mau kalau berduaan, karena yang ketiganya setan," kata Kampleng.
"Aku bukan setannya lho," kata Lulu memotong pembicaraan.
"Hahaha," Kata Kampleng dan Nirina tertawa.
"Eh iye, ini mbak ada roti bakar dan air mineral gelas terutama buat mbak sopir biar nggak ngantuk," kata Kampleng.
"Enak aja nganggap aku supir, aku rally driver, hehe," kata Nirina.
***
Nirina membawa mobil berputar-putar mencari restoran non-Amerika sekalian memboikot produk negara yang ikut mendukung penjajah Palestina.
"Rin, aku mau diculik kemana nih? Dari tadi muter-muter," kata Kampleng.
"Rahasia dong!" kata Nirina.
Sedan altis merayap menuju arah Soreang, Nirina dan Bang Kampleng saling bertanya keluarga, pekerjaan dan sebagainya sebagai bahan taaruf atau perkenalan menyambung perkenalan lewat tulisan.
Sambil ngobrol di tengah kemacetan kota, altis membelok ke kanan di sebuah restoran steak ala Indonesia.
Lulu dan Nirina duduk bersebelahan, bang Kampleng duduk di depan mereka. Lulu dan Nirina memesan steak ikan tuna tanpa sepengetahuan bang Kampleng. Ternyata Bang Kampleng juga memilih menu yang sama.
"Mbak Lulu sudah menikah?" tanya Kampleng.
"Belum, kita kan soulmate hehe," kata Lulu, bercanda.
"Teman kuliah Nirina ya?" kata Kampleng.
"Iya, satu jurusan tapi lain angkatan, aku kakak kelasnya," kata Lulu.
"by the way, abang target sampai jam berapa di sini?" sela Nirina.
"Jam 3 sore harus sudah di terminal Leuwipanjang, biar sampe rumah nggak terlalu malam," kata Kampleng.
"Mampir dulu deh ke rumahku insya Allah cepat ngebut lewat jalan pintas, soalnya aku ada oleh-oleh untuk si Putri," kata Nirina.
"Ah nggak usah repot-repot," kata Kampleng.
"Nggak kok, lagian kan niatnya mau ke rumah, tapi kena macet, masa cuma makan doang," kata Nirina.
"Oke deh tapi nggak lama-lama ya," kata Kampleng.
***
Selesai makan "Biarkan aku yang traktir!" Nirina langsung ngibrit lari bayar di kasir.
Dalam hati Kampleng, "Waduh gimana nih aku kalah cepat, kalau aku ngotot berebut bayar di depan kasir malu seperti waktu yang pernah bang Kampleng alami yaitu ditonton pengunjung se-restoran. Kalau diam aja nanti disangka cowok matre, ya sudahlah tawakal aja."
Selesai makan, mereka bertiga masuk mobil, dibantu tukang parkir yang culun nggak niat membuat bang kampleng keluar dari mobil karena mobil mundur hampir nabrak tembok diatur oleh tukang parkir malas. Karena bang Kampleng mantan tukang parkir, bang Kampleng langsung bergegas keluar mobil.
"Ya terus, kanan abis, off!" teriak Kampleng.
Bang Kampleng masuk kembali ke tempat duduk sebelah kanan altis.
Altis meluncur menuju arah Kopo, beberapa kilometer dari Sukamenak, Nirina membelokan stir masuk jalan raya aspal yang lebih kecil, menyusuri tepian sungai citarum yang airnya sudah berwarna coklat.
Kira-kira 3 menit kemudian mobil masuk ke sebuah rumah mungil sederhana, dengan pohon-pohon yang asri, sejuk dan damai.
Di ruang tamu,
"Abang mau ke air?" kata Nirina.
"Ke air? Ooo ke kamar kecil?" kata Kampleng.
"Iya betul, hehe," kata Nirina.
"Oke deh, sebentar aku kan mau balik ke Depok," kata Kampleng.
Nirina menunjukan kamar kecil. Setelah itu, Bang Kampleng dan Lulu duduk di ruang tamu, menunggu Nirina yang sedang menyiapkan minum. Bang Kampleng melihat-lihat foto album di meja tamu.
Tak lama kemudian, datang Nirina membawa 3 cangkir minuman. Dan sebungkus plastik bag.
"Bang ini ada sedikit oleh-oleh untuk si Putri," kata Nirina.
"Waduh Kok pake repot-repot segala, jadi enak nih, hehe," kata Kampleng.
Lalu Bang Kampleng berdiri, menghampiri dan memandang foto keluarga di dinding,
"Wah keluarga besar… kayaknya saya kenal sama yang ini," kata Kampleng sambil menunjuk foto Nirina yang sedang duduk cantik tersenyum simpul dengan jilbab putih.
"Ah becanda melulu, keluarga besar ya.. abang dan kakak Nirina ada 12!" kata Nirina.
"Dua Belas?" Kata Kampleng.
"Kan termasuk kakak-kakak ipar? hehe," Kata Nirina.
"Oh iya ya.." Kata Kampleng pura-pura lupa.
***
Nirina dan Lulu bermaksud mengantarkan kembali bang Kampleng ke terminal Leuwipanjang.
"Nggak usah ngerepotin, deh Rin cukup sampai jalan raya saja, lalu saya naik angkot," kata Kampleng.
"Ah nggak ngerepotin kok, tamu jauh kan harus dihormati, abang kan sudah telat karena kuajak ke rumah, sekarang sudah jam 3:15 sore, harusnya kan sudah di terminal, bis sudah berangkat," kata Nirina.
"Kalau begitu sampai pintu tol Cipularang saja, lebih dekat, biar kamu nggak kecapekan dan kesorean Rin."
3:55 altis parkir di dekat pintu tol Rina dan Lulu setia menunggui bang Kampleng sampai mendapat bis.
"Eh kamu ngga keberatan dan kesorean, nungguin sampai naik bis, karena Bis berangkat jam 4 sore dari Leuwipanjang?"
"Ya nggak apa-apa, kita senang kok nungguin," kata nirina.
***
Sambil menunggu bis yang tak kunjung datang nirina ngobrol, pukul 4:25 sore akhirnya muncul, terlihat dari kejauhan, setelah pamitan. Bang Kampleng bergegas cepat menghampiri pintu depan bis yang kemungkinan sudah penuh bangkunya.
Beberapa menit kemudian HP bang Kampleng bergetar ada SMS, "Bagaimana bang? Dapat duduk kan?"
SMS dibalas, "Alhamdulillah dapat duduk di belakang di smoking area."
Bang Kampleng merasa bahagia mendapat perhatian lebih dari Nirina. Bang Kampleng merasa suka setelah melakukan perjalanan bersama calon istrinya dan Lulu sebagai pihak ketiga sebagai pencegah khalwat.
Bang Kampleng tiba di rumah jam 22, dan langsung menelepon Nirina menyatakan rasa sukanya. Begitupula Nirina.
Dan beberapa hari kemudian, Pada suatu malam Nirina mengatakan sudah beristikharah dan mengambil keputusan menolak taaruf lebih lanjut dengan membalas SMS penolakan.
Bang Kampleng Segera membalas SMS,
“Oke saya terima penolakannya, semoga Uni Rina mendapat suami yang shalih,” SMS bang Kampleng.
***
Beberapa jam kemudian,
di malam hari dengan bulan sabit yg tertutup awan, Kampleng kembali Menerima sms penolakan Nirina dengan ikhlas lewat SMS. Dan mendapat balasan,
"Mas, makasih ya mau menerima taqdir dengan lapang dada, malem ini hati Nirina bisa senyum lepas, tapi tolongg jangan tinggalkan Nirina dalam ketidakbaikan, ingatkan Nirina terus ya, saling suport, karena Nirina perlu orang yang besar hati seperti abang, maafkan Nirina karena gak bisa menuhi harapan abang, Nirina bersyukur pada ALLAH yang sudah mpertemukan kita sehingga jadi saudara yang luar biasa."
Kemudian datang lagi SMS Nirina,
"Walaupun sejauh ini jalannya mudah, tapi ketetapan hati Nirina bilang tidak, itu mungkin jawaban dari ALLAH, Apalagi kita selalu minta petunjukNya lewat shalat, kita telah mengabaikan apa yang Allah beri. Minta petunjukNya terus, istighfar terus, akan selalu ada jalan untuk Abang"
Walaupun sudah mendapat SMS penolakan, tetapi entah kenapa Nirina tetap memberi perhatian lewat SMS.
Sehingga membuat bang Kampleng, sering berdoa istikharah sehingga menghasilkan keputusan tetap bertekad bulat akan melamar Nirina dengan mas kawin dinar emas, menjanjikan pesta walimahan yang sewajarnya dan tetap meriah.
Di pihak wanita beristikharah dengan keputusan menstop taaruf, namun di sisi lain pihak pria beristikharah berdoa dan mengambil keputusan melanjutkan taaruf.
Soal jodoh memang masih misteri dan apapun taqdir hari ini bukanlah akhir dari sebuah proses. Karena Allah yang membolak balik hati.
Ditulis oleh : Mr Anas Ayahara (Sie Humas FLP Depok)
Kisah di atas mengambil dasar kisah nyata yang sudah ditambahi, nama-nama tempat dan nama tokoh adalah nama samaran untuk menjaga privasi. Semoga bisa diambil hikmahnya.
Catatan Kaki:
- Dhuha : Sebagai Sedekah Pemancing Rizki (Bisa Berupa Materi & Kemudahan Hidup)
Dari Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari selagi matahari masih terbit (dhuha). Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mensyukuri nikmat ada dua macam, wajib dan sunnah. Syukur yang wajib yaitu setiap hari menggunakan seluruh anggota badan untuk menunaikan kewajiban, dan tidak digunakan untuk yang haram. Syukur yang sunnah yaitu melaksanakan hal-hal yang sunnah setelah yang wajib. Syukur yang sunnah bisa diwakili hanya dengan mengerjakan sholat dhuha dua rakaat.
- Khalwat : Berdua-duaan di tempat sepi
Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan perempuan (bukan mahram) karena yang ketiganya adalah syetan. (HR. Abu Dawud)