Beberapa hari yang lalu dalam suatu kesempatan seseorang bercerita pada saya tentang curhat seorang temannya. Kisah yang begitu membuat hati saya terenyuh dan larut dalam kesedihan. Saya tidak bisa berbuat banyak untuk membantu, apalagi usia pernikahan saya yang masih muda belum membuat saya berani untuk memberikan saran dan masukan. Namun rasa peduli dan iba yang muncul dalam hati membuat saya ingin mencoba untuk sedikit berbagi pengalaman.
Ia bercerita, “Rahma-nama samaran- adalah seorang wanita yang tidak berlatar belakang pendidikan agama (pesantren). Ia dinikahi oleh seorang pria yang di kampungnya dikenal sebagai seorang ustadz yang sangat ramah dan berpengetahuan luas dalam hal agama. Awalnya Rahma sangat berharap akan hidup bahagia dengan menjadi istri bagi seorang ustadz yang sangat dikagumi dan dihormati oleh masyarakat di kampungnya.
Dan memang, sebelum dia dipersunting oleh sang ustadz, dia sangat simpati pada ustadz tersebut karena disetiap pengajian dan ceramah yang disampaikannya, mampu menyejukkan hati para pendengarnya, dan dia mengira dan berharap sang ustadz akan mengamalkan semua apa yang disampaikannya pada masyarakat.
Pernikahan mereka baru berusia tiga tahun, namun selama ini rahma merasa seolah-olah ucapan dan sikap sang suami sangat berbeda. Ketika di luar rumah, sang suami kelihatan ramah, lembut, dan sangat penyayang, sehingga masyarakat sangat menghormatinya. Namun sebaliknya, ketika di rumah, sang suami bersikap keras dan sangat mudah terpancing emosinya.
Hati Rahma sangat terpukul ketika suaminya berkata kepadanya, “Dasar istri (maaf) anjing.” Ketika mendengar kata-kata itu perasaan Rahma sangat terpukul dan merasa sedih sekali. Gara-garanya rahma mengkritik sang suami dengan berkata, "Ketika ceramah kamu berkata begini dan begitu, namun giliran di rumah kamu selalu menghardik dan berkata kasar kepada istri.”
Menurut Rahma, walaupun dia tak tahu banyak soal agama, namun dia tahu bagaimana seharusnya sikap seorang suami kepada istrinya. Awalnya rahma berharap, suaminya akan memperlakukannya dengan lemah lembut, mengecup keningnya, mengucapkan salam dan menanyakan kabar istri ketika masuk rumah, menolong pekerjaan istri, dsbnya, sebagaimana cerita indah pasangan suami istri para sahabat nabi, terutama Rasulullah. Namun seolah-olah itu hanya tinggal impian belaka.
Selama ini dia merasa sudah melakukan tugasnya dengan baik sebagai seorang istri dan ibu, walaupun masih ada beberapa kekeliruan dan kesalahan kecil yang sebenarnya masih bisa ditegur dengan cara baik-baik. Dia merasa, sikap suaminya tersebut bukan malah menyadarinya dari kesalahan-kesalahannya, namun malah menambah sakit hati pada sang suami.”
Saya bisa maklum bahwa pernikahan tidak selalu bahagia. Ada saat dimana gejolak dan benturan-benturan mencoba mengolengkan bahtera rumah tangga. Namun sesulit apapun kondisi yang menghadang, jika dihadapi dengan pikiran jernih, hati yang bersih, dan azam yang kuat, cepat atau lambat jalan keluar akan nampak juga.
Belajar dari kisah Rahma diatas ada hal penting yang patut kita perhatikan, terutama bagi yang ingin menikah, bahwa sangat penting sekali sebelum melangkah pada jenjang pernikahan seseorang harus tahu dan mengenal watak, karakter, dan pribadi orang yang akan ia jadikan teman hidupnya.
Umpama seseorang akan melakukan perjalanan jauh, ia harus bijak dan pandai memilih kawan agar tidak sengsara dalam perjalanan nantinya. Memilih kawan yang jujur, amanah, se-ide, dan berhati baik. Dalam upaya untuk mengenal lebih jauh kepribadian calon pasangan tetap harus dalam koridor syar`i dan bukan dengan cara pacaran yang banyak digandrungi muda-mudi saat ini yang cenderung membawa pada kemudharatan dan pelampiasan syahwat sesaat.
Terkadang, sebagian orang terlena dengan penampilan sesaat yang cukup mengesankan, namun di dalam diri orang tersebut ada sikap tidak baik yang berusaha ia tutupi dari orang lain. Ibarat seseorang yang menjadi artis, dalam film ia begitu anggun, berjilbab, sopan, ramah, ya begitu memikat hati, menjadi idola, dan kebanggaan banyak orang. Tapi di luar film, dalam keseharian, banyak prilakunya yang jauh dari tuntunan agama.
Dalam upaya mengenal kepribadian calon pasangan, jalan yang bisa kita tempuh adalah: Pertama, dengan meminta petunjuk pada Allah melalui shalat Istikharah dan shalat Hajat. Allah yang Maha Mengetahui akan menunjukkan jalan dan memberikan ketenangan kepada hati terhadap pilihan kita.
Kedua, dengan meminta tolong pada pihak terdekat dengan calon, seperti kedua orang tuanya, saudara/inya, teman-temannya, dllnya. Atau dalam istilah lain bermusyawarah dengan mereka tentang pribadi calon tersebut. Menanyakan kesehariannya, kebiasaannya yang positif dan negatif, prilakunya, wataknya, dan seterusnya. Sehingga itu menjadi pertimbangan sebelum menjatuhkan pilihan.
Apabila kita sudah istikharah, hati merasa mantap, dan setelah bermusyarah hati semakin yakin, insya Allah teruslah melangkah, itu menjadi petunjuk bahwa pilihan tersebut adalah yang tepat dan sesuai saat ini.
Walau nanti setelah berumah tangga akan ada masalah yang terjadi itu adalah hal yang wajar. Karena ibarat kita mengarungi samudera yang luas, tidak selamanya akan tenang, akan ada ombak yang akan mencoba menggoncang bahtera rumah tangga. Sehingga setiap individu diharapkan untuk tetap berpikiran jernih, berbaik sangka, dan tenang walau dalam kondisi sesulit apapun.
Ketika terjadi konflik dalam rumah tangga, suami suka berkata kasar dan menyakiti hati istri, ada dua faktor yang mungkin menjadi pemicu; internal dan eksternal. Internalnya adalah istri, ia harus melakukan introspeksi diri. Bagaimanapun juga hal itu harus dilakukan dengan pikiran yang jernih dan keinginan yang jujur. Apakah selama ini kata-kata dan sikapnya pernah melukai dan menyinggung hati suaminya. Jika setelah diteliti hal itu tidak ia temukan, dan istri merasa yakin bahwa sikapnya selama ini masih wajar dan tidak berlebihan, maka pemicunya mungkin berasal dari eksternal, yaitu suami.
Sebagai seorang istri yang menginginkan kebaikan dan keutuhan rumah tangga ia harus mencoba bertanya pada suaminya dengan tenang, sabar dan lembut, melalui lisan (langsung) atau tulisan jika secara lisan tidak memungkinkan. Apa yang menjadi penyebab sikap suaminya begitu kasar. Apakah selama ini ia telah berlaku tidak baik, tidak sopan, dan tidak menyenangkan. Apa saja sikapnya yang tidak disukai suami selama ini. Jika suami mengatakan ada, dan ia menyebutkan, maka minta maaflah padanya, dan berjanjilah untuk segera merubahnya.
Namun jika setelah ditanya secara jujur ia mengatakan tidak ada, barangkali sang suami sedang menghadapi permasalahan, baik itu pribadi atau dengan orang lain.
Untuk hal ini coba dengan baik-baik menanyakan pada suami. Dan utarakan bahwa apa yang menjadi beban suami, juga menjadi bebannya, dan katakan bahwa ia akan selalu siap, setia, dan membantu segala kesulitan suaminya.
Bila suami enggan untuk memberi jawaban/bercerita, cari tahulah orang terdekat dengannya, mungkin orang tua, saudara/i dan lainnya. Orang yang ia segani dan ia dengar kata-katanya. Coba tanyakan pada orang tersebut adakah suaminya bercerita tentang dirinya/rumah tangganya atau permasalahannya, jika tidak ada, coba utarakan pada orang terdekat itu kondisi yang kini tengah ia hadapi dengan suaminya dan meminta tolong untuk menyelesaikan permasalahan itu. Baik secara person atau mempertemukan kedua belah pihak untuk mendamaikan.
Dibawah ini ada kiat-kiat untuk meraih kasih sayang dan melunakkan hati suami :
1. Selalulah berdoa pada Allah agar diberikan ketabahan terhadap ujian yang tengah menimpa rumah tangga, memohon pada Allah agar menjaga keutuhan rumah tangga, meminta ampun atas dosa-dosanya dan dosa-dosa suaminya, dan memberi petunjuk pada suaminya untuk merubah sikapnya.
2. Sekali-kali (jika sering sangat baik), bangunlah di malam hari untuk berdoa pada Allah seusai shalat Tahajud, dan alangkah indahnya ketika seorang istri berdoa di keheningan malam dengan deraian air mata tulus di hadapan Allah, berdoa untuk keutuhan keluarga dan kebaikan suaminya. Apalagi kalau hal itu tanpa ia sadari diketahui suaminya, dengan izin Allah, suami akan terharu, meneteskan airmata, dan menyadari kekeliruannya.
Sedikit cerita dari seorang teman saya dari Yaman. Kisahnya tidak jauh beda dengan Rahma.
Sang istri tersebut selalu bangun tengah malam sendiri. Dalam shalat dan doanya ia menangis panjang dan hal itu tanpa ia sadari diketahui oleh suaminya. Suaminya terharu, ikut menangis, dan sejak saat itu kehidupan rumah tangganya menjadi harmonis, sakinah dan penuh mawaddah.
3. Bagaimanapun kasar dan kerasnya perlakuan suami, cobalah untuk tetap tenang, sabar dan tersenyum. Selalu memberikan perhatian tulus dan pelayanan terbaik pada suami. Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kesabaran hamba-Nya. Dan yakinlah bahwa hati yang keras suatu saat akan luluh juga dengan keistiqamahan kita dalam kebaikan.
4. Berilah selalu penghormatan yang tulus. Mudah tersenyum. Berikan perhatian tulus pada suami, tanyakan apa keinginannya, lakukan apa yang ia perintahkan, sambut mesra ketika ia pulang ke rumah, dan tanya keadaannya.
Jika ia bekerja di luar rumah, secara rutin, teleponlah ia, tanyakan kabarnya, kesehatannya, sudah makan, sedang apa, dsbnya.
5. Jangan bosan untuk mengatakan, “Aku cinta padamu”, “Aku rindu padamu kanda”, “Dinda sayang pada kanda.” Dan ungkapan-ungkapan mesra lainnya.
6. Sekali-kali ajaklah ia berjalan-jalan/bertamasya, dalam perjalanan itu katakanlah dengan tulus sambil menggenggam erat tangannya, “Kanda aku sangat mencintaimu, seperti seorang bidadari sorga yang mencintai suaminya”. “Kanda aku bahagia hidup bersamamu”, dan kata-kata mesra lainnya.
7. Selalulah berhias di hadapannya, gunakan parfum yang ia sukai, ya selalulah tampil anggun, bersih dan rapi ketika bergaul dengannya. Buatlah diri selalu menarik di hadapannya, rawatlah selalu kesegaran dan kecantikan wajah serta tubuh. Jika ia berada dirumah jadikan hatinya paling senang jika berada di rumah, buatlah rumah senyaman mungkin dengan tata ruang yang manis, rapi, dan indah menawan.
8. Sekali-kali candailah ia, ajak ia tertawa dan bawakan cerita-cerita yang membuatnya tersenyum dan terhibur. Pujilah ia, hargai pendapatnya dan berikan ia dorongan ketika ragu untuk melangkah pada kebaikan. Semangati ia bahwa ia akan selalu ada disampingnya.
9. Jika ia salah dan keliru, mudahlah memberi maaf dan balaslah dengan kebaikan. Jangan egois dan selalu mementingkan keinginan sendiri. Terbukalah padanya, jangan menutup-nutupi sesuatu darinya . Jangan langsung marah jika menemukan sesuatu yang tidak disukai darinya. Tetapi ajaklah ia berdiskusi, dan mintalah saran, dan pendapat darinya. Dan berilah pengertian kepadanya bahwa apa yang dilakukannya akan berdampak buruk bagi keutuhan kehidupan berumah tangga.
10. Jika ia butuh bantuan, segeralah memenuhinya. Jadilah orang yang selalu perhatian terhadap kebutuhannya.
Dan sangat banyak hal lainnya yang bisa dilakukan. Tak lupa juga untuk membaca kisah-kisah istri teladan yang telah mengharumkan sejarah.
Sebagai seorang hamba Allah kita harus tetap sabar, tenang, berbaik sangka, optimis, dan yakin bahwa seberat apapun ujian dan kesulitan yang menimpa seorang hamba, Allah juga telah menyiapkan jalan keluarnya. Semua itu merupakan medan ujian guna meningkatkan kualitas iman dan ladang amal untuk memanen pahala. Kita harus selalu percaya bahwa Allah selalu beserta hamba-Nya yang sabar dan tawakal dalam menjalani hidup dan selalu memohon pertolongan-Nya.
Semoga tulisan yang sederhana ini memberi manfaat buat kita semua, insya Allah.
Wallahu a`lam bish-showab.
Salam dari Kairo,
[email protected]
http://marifassalman.multiply.com/