Penampilannya sederhana. Air mukanya jernih. Mudah memberi senyum. Diantara hal yang membuat saya kagum dengan kepribadian beliau adalah membaur dengan santri. Beliau seakan berkata, tidak ada sekat antara yang diatas dengan yang dibawah. Beliau memang tipikal pemimpin yang merakyat. Bahkan tak minder hanya untuk menemani santri yang sakit untuk berobat.
Saya dari jauh sering memperhatikan gerak-gerik beliau. Wajar kalau saya mengagumi beliau. Bahkan mayoritas santri mencintai beliau. Cinta akan ketulusan yang beliau berikan. Cinta pada kasih sayang yang beliau curahkan. Dan cinta akan keterbukaan hati yang beliau berikan untuk berbagi keluh dan kesah.
Beliau adalah seorang laki-laki yang mencintai mesjid. Kecintaan pada mesjid begitu membuncah dalam dada beliau. Shalat tepat waktu adalah satu rutinitas yang tidak pernah absen beliau kerjakan. Ya, beliau adalah seorang laki-laki yang tak malu untuk menangis ketika memimpin shalat berjamaah. Saya jadi teringat dengan salah seorang sahabat Rasulullah Saw. yang dikenal dengan al bakka`, seorang yang hatinya begitu lembut, yang begitu mudah tersentuh dengan ayat-ayat Allah. Ia adalah Abu Bakar r.a, khalifah pertama kaum muslimin yang telah dijanjikan sorga oleh Allah Swt. melalui lisan RasulNya. Bahkan perawakan beliau tak jauh beda dengan Abu Bakar r.a seperti yang saya baca dalam sirahnya.
Saya semakin kagum pada beliau. Saya mendambakan untuk bisa mengikuti jejak beliau. Ya, saya ingin seperti beliau.
Dari sisi keilmuwan, beliaulah mutiaranya, yang kemilaunya terlihat dari kata-kata dan sikap beliau. Banyak dari santri/wati dan sebahagian Ustadz yang bertanya pada beliau tentang mata pelajaran. Dan beliau selalu dengan senang hati untuk berbagi. Tidak terlihat raut kesombongan dari pancaran air muka beliau.
Seperti biasa usai mengimami shalat subuh, beliau tampil di hadapan para santri, membacakan satu-dua hadits Rasulullah Saw. Setelah membacakan hadits yang keluar dari hafalan beliau, hadits tersebut diuraikan kepada para santri.
"Anak-anakku, segenap santri yang tercinta, di pagi yang cerah ini, di saat keberkahan tengah turun ke bumi, di saat matahari mulai menaiki tangga-tangga langit, disaat semua makhluk tengah bertasbih memujii kebesaran Sang Khaliq, kita sejenak mentafakkuri kebesaran dan kasih sayang Allah yang tercurah pada semesta.
Betapa Allah telah menganugerahkan kita nikmat hidup untuk mengenalNya dan mengabdikan diri kita sepenuhnya padaNya. Tuhan yang telah menciptakan kita dari setetes air mani yang hina, yang telah menjadikan kita manusia yang utuh, yang lengkap dan indah dipandang.
Anak-anakku, teruslah mengingatNya disaat lapang dan susah, teruslah membaca ayat-ayatNya dan mentadabburinya.
Anak-anakku, pada pagi ini Ustadz akan memberi kalian kado ke surga. Ustadz yakin segenap yang hadir disini berharap masuk sorga. Semoga Allah jadikan kita ahli sorgaNya", semua santri turut mengamini.
Beliau kembali melanjutkan kata-kata. Seluruh santri terhanyut dalam kalimat-kalimat penuh cinta yang beliau sampaikan. Rasa kantuk seketika hilang. Semua mata dan telinga berkonsentrasi mendengarkan untaian-untaian kata-kata beliau.
"Dari Ibnu Mas`ud r.a, nabi Saw. bersabda : "Sesungguhnya kejujuran menunjukkan jalan pada ketaatan, dan ketaatan mengantarkan kepada sorga. Dan sesungguhnya seseorang hamba berlaku jujur sehingga disisi Allah ia ditulis sebagai seorang yang jujur. Dan kebohongan itu membawa pada kemaksiatan, dan kemaksiatan membuka jalan pada neraka. Dan sesungguhnya seseorang berlaku bohong sehingga tercatat disisi Allah sebagi pembohong. Hadits ini muttafaq `alaihi, artinya diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Anak-anakku, kejujuran adalah salah satu sifat yang mulia dan terpuji. Jujur adalah diantara akhlak Rasulullah Saw., sehingga beliau digelari ash-shadiq al-mashduq. Sifat jujur adalah pancaran dari keimanan yang benar. Keimanan yang telah mengakar kuat dalam hati yang didasari oleh ilmu yang benar juga.
Anak-anakku, hendaklah kita berlaku jujur disaat lapang dan sulit. Karena kejujuran akan menunjukkan jalan ke surga. Orang-orang yang imannya teguh selalu merasa dalam pengawasan Allah. Rasa takut pada Allah menguasai hati mereka, sehingga mereka meyakini bahwa tidak ada satu tempatpun di jagat raya ini yang luput dari pengawasan Allah. Sehingga keyakinan itu mengantarkan mereka untuk selalu menjaga sikap, kata-kata dan bisikan hati. Setiap kata dan perbuatan akan dituliskan dan kelak akan diminta pertanggung jawabannya dihadapan Allah Swt.
Anaku-anakku, hindarilah sifat bohong, bagaimanapun juga satu kebohongan akan memunculkan kebohongan yang lainnya. Dan kebohongan adalah satu dari sifat-sifat orang munafik. Orang-orang munafik kelak ditempatkan dalam jurang yang paling dalam di neraka, wal`iyâdzu billahi mindzalik.
Anak-anakku inilah kado hari ini, bacalah kembali, renungkan dan amalkan dalam keseharian kalian semua."
Tanpa terasa seperempat jam pun berlalu. Dan setelah kuliah subuh itu, para santri segera menuju ruangan yang telah ditentukan untuk mengikuti pembagian kosakata pagi.
Suatu kali saya bertanya pada salah seorang santri yang saya dapati begitu akrab dengan beliau. Saya ingin tahu, faktor apa yang membuat dirinya begitu akrab dengan sosok Ustadz yang satu itu.
Ia bercerita pada saya, "Akhi, sebenarnya berat hati saya menyampaikan, beliau juga berpesan demikian. Tapi karena saya tahu akhi bisa menjaga rahasia, saya akan becerita juga. Mudah-mudahan cerita saya ini memberikan pelajaran bagi akhi dan diri saya.
Saya adalah salah seorang dari sekian santri asuhan beliau. Maksudnya, saya setiap bulan mendapatkan uang dari beliau untuk membeli berbagai keperluan sekolah dan kebutuhan saya yang lainnya. Itu berawal ketika saya menceritakan tentang kondisi keluarga saya pada beliau. Sudah beberapa bulan uang sekolah belum saya bayar. Dan beberapa kali saya dipanggil oleh bagian Administrasi. Saya pun sudah berulang kali menghubungi Ibu di kampung.
Dan Ibu selalu berkata, "Nak, sabarlah dulu, saat ini Ibu belum punya uang, insya Allah, uang itu pasti nanti Ibu bayar". Ayah saya sudah meninggal ketika saya masih SD karena serangan jantung. Sehingga yang jadi tulang punggung keluarga saat ini adalah Ibu saya. Di keluarga saya, hanya saya yang bersekolah, sedangkan adik-adik saya membantu Ibu bekerja.
Saya tidak tahu harus bagaimana. Saya bingung. Dalam keadaan seperti itu saya dipanggil oleh beliau. Beliau meminta saya bercerita tentang keadaan keluarga saya. Saya melihat mata beliau berkaca-kaca mendengarkan cerita saya. Hingga pada akhirnya, beliau memberikan pada saya seluruh isi tabungan beliau untuk membayar uang bulanan saya dan sisanya untuk keperluan lainnya.
Dan beliau juga meminta saya untuk jujur menyampaikan pada beliau apa saja kebutuhan saya.
Akhi, setiap hari, setiap selesai shalat saya selalu berdoa untuk beliau, semoga Allah membalas segala kebaikan beliau."
Saya turut mengamininya. Saya kagum, saya bangga, saya iri, ya, berbagai rasa menyelinap dalam dada saya terhadap Ustadz tersebut. Saya baru menyadari, kenapa sandal jepit yang telah usang tersebut belum sempat beliau ganti dan baju koko yang umurnya sudah berapa lama belum beliau tukar dengan yang baru, karena uang yang beliau miliki diberikan untuk membantu orang lain yang lebih membutuhkan. Beliau memiliki sifat itsar yang tinggi. Sifat yang Allah puji dalam Al-Qur`an, sifat yang dimiliki kaum Anshar ketika menyambut kedatangan kaum Muhajirin.
Berbagai cerita tentang beliau terus mengalir dari mulut ke mulut santri. Berbagai pujian dan rasa kagum pada beliau selalu menjadi bahan pembicaraan di kalangan santri/wati terhadap Ustadz yang juga dikenal sebagai sosok pribadi yang multi talenta, yang menguasai banyak bidang dan skill.
Tak heran ketika beliau jatuh sakit, banyak santri/wati yang datang menjenguk beliau, banyak santri/wati yang mendoakan beliau, dan mereka beramai mengumpulkan uang untuk membantu biaya pengobatan beliau.
Cerita tentang beliau tidak akan pernah habis, ibarat air yang terus mengalir deras. Kebaikan-kebaikan beliau terus mengalir pada setiap orang yang mengenal beliau. Beliau adalah sosok Ustadz yang dicintai, dikagumi, diteladani dan menjadi tempat untuk berbagi. Subhanallah.
Kairo, 21/02/2009
M. Arif As Salman