Di luar sana rintik gerimis menambah dinginnya malam. Selepas sholat isya, saya segera keluar masjid untuk pulang. Khawatir gerimis akan menjadi hujan, saya percepat langkah menuju motor saya di halaman masjid. Tak lama kemudian, saya sudah melaju di atas motor keluar dari areal masjid.
Keluar dari gerbang masjid, saya bermaksud untuk berbelok ke kanan. Tiba-tiba sebuah sepeda yang dikendarai seorang anak, mungkin seusia siswa sekolah dasar, meluncur beberapa meter di hadapan saya. Saya dan dia mungkin sama-sama kaget. Untunglah waktu itu kecepatan motor saya hanya biasa-biasa saja, sehingga saya mengurangi kecepatan sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.
Beberapa detik mata saya memandang wajah anak kecil itu. Ada sedikit kekesalan menyeruak di hati saya. Hal yang sama pun dilakukan anak kecil itu. Ia memandang saya beberapa saat. Karena, tak ada tabrakan, tak ada yang luka, hanya keterkejutan saja yang terjadi di antara kami, saya pun kembali mempercepat laju motor saya untuk meninggalkan tempat tersebut.
Ketika kami sudah saling membelakangi, tiba-tiba anak kecil itu berteriak, "Sorry…!"
Rupanya ia merasa bersalah dengan kelakuannya tersebut. Mungkin juga ia menangkap raut kekesalan di wajah saya. Sebuah sikap yang sangat terpuji, meminta maaf, meskipun kejadian tersebut tak seluruhnya berpangkal dari kecerobohannya.
Kejadian serupa pernah saya alami beberapa waktu lalu. Di tengah kemacetan, saya berusaha untuk memanfaatkan ruang di antara kendaraan lain, merangsek ke depan. Ketika lajur di hadapan saya lengang, saya percepat laju motor saya. Tiba-tiba dari arah kanan, sebuah sepeda motor menyeberang dengan melawan arus kendaraan. Saya berusaha menghentikan motor saya dengan menginjak rem belakang dan menarik rem depan. Tapi karena laju motor saya terlalu kencang, motor saya pun ‘mencium’ motor pengedanara tersebut. Jantung saya berdebar kencang. Untunglah tidak terlalu keras, sehingga tak ada kerusakan parah, mungkin hanya lecet sedikit yang tak begitu kentara.
Beberapa saat setelah kejadian tersebut, dengan ringannya, si pengendara tersebut kembali menjalankan motornya untuk menyeberang. Tak sepatah katapun keluar dari mulut kami.
Dari arah belakang, salah seorang pengendara motor berkata, "Dia yang salah." Kalimat tersebut seakan menjadi penenang bagi saya untuk meneruskan perjalanan pulang.
Beberapa kejadian lain yang mirip pun pernah saya lihat secara langsung, hanya bedanyaa, bila pada kejadian yang saya lihat beberapa waktu lalu, yang keluar dari mulut pengendara motor adalah kata-kata kasar dan amarah, sedangkan yang keluar dari mulut anak kecil tersebut adalah ucapan maaf. Tanya kenapa?