Ukuran derajat kita dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah taqwa. Mulia atau hina diri kita dalam pandangan Allah SWT adalah tergantung tingkat ketaqwaan kita.
Begitu juga dalam menghadapi permasalahan dan masa-masa yang sulit , situasi terjepit atau di dera timbunan problem yang terus menghimpit , solusi yang diambil menunjukan seberapa tingkat ketaqwaan kita dihadapanNya.
Dengan kelemahannya sebagai manusia , seringkali manusia menemui jalan buntu . Ikhtiar dengan pikiran dan tenaga yang telah mencapai klimaksnya , pada beberapa kasus belum bisa mengatasi persoalan. Untuk itu manusia berusaha mencari alternatif lain , entah dengan maksud sebagai pelengkap , penyempurna, atau bahkan sebagai pengganti dari ikhtiar yang rasional. Banyak sekali pilihan alternative dicari, dan banyak pula tawaran tersaji. Sayangnya seringkali pilihan itu jatuh semata-mata mempertimbangkan “ Yang penting tujuan tercapai, meski harus menabrak aturan syar’i)
Dibalik hiruk pikuknya manusia mencari jalan keluar yang irasional itu, kebanyakan mereka melupakan hal yang paling penting untuk dilakukan ketika itu . Bahwa, ketika seseorang dalam kondisi sulit, terjepit dan terhimpit itu sebenarnya menjadi modal paling besar untuk berdoa. Andai saja mereka mau berdoa kepada Allah agar diberi jalan keluar, kemudahan, kelapangan dan keselamatan, niscaya Allah akan mengabulkan . Karena Allah berfirman :
“ Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan” (QS An Naml : 62)
Dialah Allah yang mengabulkan doa orang yang sakit , apalagi ketika segala usaha telah ditempuh demi mencari kesembuhan. Dokter sudah angkat tangan , dan berbagai pengobatan yang dibolehkan telah dicoba dan belum juga berhasil. Kondisi kritis adalah merupakan momentum emas untuk berdoa . Ketika usaha dirasa buntu, disitulah sebenarnya peluang besar terbuka dan pertolongan Allah akan datang.
Suatu hari, Ubaidullah bin Abi Shalit sakit dan dijenguk oleh Thawus bin Kaisan, ia berkata,” Doakan untuk kesembuhanku wahai Abu Abdu rahman (Thawus) . Ubaidullah meminta Thawus karena menurutnya Thawus adalah seorang ulama dan juga ahli ibadah. Akan tapi Thawus Rahimahullah justru berkata , “ Berdoalah untuk dirimu sendiri , karena Allah menjawab doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada Nya.” Thawus tidak bermaksud menolak dimintai doa, tapi beliau ingin menegaskan bahwa doa orang yang sakit itu mustajab jika ia mau berdoa.’’
Allah lah yang mampu .menyelamatkan saat fisik tak lagi kuat bertahan, akal sudah buntu untuk mencari jalan keluar, tapi terkabulnya doa justru makin terbuka lebar. Bahkan Allah menyelamatkan orang-orang musyrik yang menghadapi bahaya di tengah laut, dalam keadaan sangat genting namun mereka tahu hanya Allah yang mampu menolong mereka, meskipun mereka memiliki banyak sesembahan lain.
“ dan apabila kamu ditimpa baha ya di lautan,niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, maka tatkala dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling, dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.. (QS Al Isra; 67)
Ibnu Katsier menceritakan perihal tersebut “ Ketika Ikrimah bin Abu Jahal hendak lari dari Rasulullah SAW dalam peristiwa Fathul Makkah, dia menaiki kapal menuju Habsyah. Tiba-tiba badai datang, lalu orang-orang saling berkata “ Tak ada lagi yang bisa kalian buat selain berdoa hanya kepada Allah semata. “ Ketika itu Ikrimah berkata dalam hati,” demi Allah jika tidak ada yang bisa memberikan manfaat di laut selain Allah, maka tiada pula yang dapat memberi manfaat di daratan selain dia. Ya Allah saya berjanji , jika Engkau menyelamatkan aku dari badai ini, sungguh aku akan datang dan meletakkan tanganku di atas tangan Nabi SAW , dan aku berharap menjumpai beliau sedang beliau bersikap lembut dan santun padaku..” Akhirnya mereka bisa selamat dari bahaya di laut. Ikrimah kembali kepada Rasulullah SAW, lalu masuk Islam dan bagus keislamannya , semoga Allah meridhoinya dan menjadikan ia ridha..”
Sayangnya, sangat sedikit orang yang seperti Ikrimah, bisa mengambil pelajaran berharga saat kondisi sulit menghimpit. Kebanyakan orang kembali musyrik setelah selamat sampai di darat.
Bandingkan juga dengan kondisi musyrik hari ini. Ketika ekonomi sulit , ketika terjangkit penyakit, ketika dijerat hutang yang membelit dan ketika didera urusan yang serba sulit , mereka justru melupakan Allah. Yang mereka ingat pertama adalah jin penunggu, batu akik , rajah dan jimat atau orang sakti yang telah mati. Tempat yang mereka tuju pertama pun kuburan, temapat keramat dan para dukun.
Dimanakah iman mereka, dimanakah akal mereka ? Peluang terkabulnya doa saat kondisi sulit mereka sia-siakan, justru mereka beralih kepada cara dan tempat yang tak jelas hasilnya, namun sudah pasti kesesatannya.
Semoga Allah ta’ala senantiasa memelihara dan menjaga iman, Tauhid dan ketaqwaan.
(Ar Risalah, Menata Hati menyentuh Ruhani)