Si Sulung dan Randoseru

Tak lama lagi insya Allah si sulung akan menikmati hari-hari barunya sebagai anak sekolahan, bersamaan dengan mekarnya kuncup-kuncup sakura di awal musim semi.

Berbagai persiapan, sedikit demi sedikit, mulai dilakukan. Persiapan yang tak terlalu heboh menurut saya, karena banyak sekali kemudahan dari Allah saya rasakan. Alhamdulillah… Tiga bulan sebelum tahun ajaran baru dimulai, pihak sekolah sudah mengumpulkan kami para orang tua siswa baru. Ada penjelasan tentang bagaimana mempersiapkan si kecil memasuki SD, apa saja yang perlu dilatih dan dibiasakan agar nanti lebih mudah ketika harinya tiba.

Sangat membantu, terutama untuk saya yang belum berpengalaman ^_^ Ada yang berkesan di hati selama masa persiapan sekolah ini. Ceritanya, di Jepang ini ada tas khusus yang biasa dipakai anak-anak SD, semacam tas ransel yang terbuat dari kulit.

Belakangan baru saya tahu namanya tas randoseru. Jauh-jauh hari para sensei di sekolah si sulung sudah mengabarkan bahwa si randoseru sangatlah mahal harganya, sehingga anak-anak tak diwajibkan memilikinya. Suatu hari kami coba mengajak si sulung ke sebuah toko untuk melihat-lihat barangkali ada diskonan dan si randoseru bisa terjangkau untuk dibeli. Konon tas ini bisa awet bertahun-tahun sampai si kecil lulus SD, jadi kalau dipikir-pikir menghemat juga karena tak perlu gonta-ganti tas baru lagi.

Kebetulan juga si sulung belum ada tas sekolah, karena tas lamanya yang bergambar robot ingin ia wariskan kepada adiknya yang kelihatannya sangat suka dengan tas itu. Sesampainya di toko kami langsung menghampiri deretan tas randoseru warna-warni. Tertulis sedang ada diskon, kami jadi tambah semangat :) Semakin mendekat dan…o..o…kami setengah tidak percaya melihat bandrol harganya. Tertulis angka 9000 sampai 30.000 yen alias 900 ribu sampai 3 juta rupiah, haa..?? Kami langsung mengkeret dan mengurungkan niat membeli tas ini. "Maaf ya Mas Ali, tasnya mahal sekali.

Terlalu berlebihan kalo kita beli tas semahal ini…" Kami jelaskan pada si sulung dan alhamdulillah si sulung kami termasuk tipe anak yang sangat nrimo:) Keluar dari toko, sambil merangkul pundak si sulung saya bercanda, "Wah Mas Ali, kalo kita tadi beli randoseru, bisa-bisa kita tidak makan tidak minum sebulan he..he.." "Haa…kenapa Ummi?" Si sulung mendongakkan kepalanya dan menatap wajah saya serius. "Iya, soalnya uang beasiswa abi sebulan bisa habis untuk beli si randoseru ha..ha.." "ha..ha.."

Si sulung ikut tertawa ringan, tanpa beban. Beberapa hari setelah itu, seorang teman memberi tahu saya si randoseru ini bisa dibeli di internet dengan harga sangat murah. Benar saja, akhirnya kami bisa membelinya dengan harga sangat miring. Kami kabarkan berita gembira ini pada si sulung. Dia terlihat sangat senang dan tidak sabar ingin melihat tas barunya. "Kenapa harganya bisa murah abi?" sambil tersenyum lebar ia bolak-balik bertanya pada abinya. Mungkin saking senangnya ya…:) Abinya juga bolak-balik menjelaskan kenapa, sambil tersenyum lebar juga ;)

Sehari dinanti, si randoseru belum tiba. "Sabar yaa…randoserunya dikirim dari Hokkaido, jauh sekali dari Kobe. Mungkin 2 hari baru sampai." Kami coba menenangkan si sulung yang terlihat mulai gelisah menanti randoserunya. "Ini kalo ditulis di status ala fesbukers pasti akan berbunyi ‘sedang menanti…’ he..he..ledek abinya sambil nyengir :) Esok paginya, bel apato berbunyi. Anak-anak langsung melompat kegirangan.

"Itu pasti randoserunya…." Kakak beradik langsung menghambur menuju pintu menyambut kiriman paket yang terasa sangat lama sampainya. Sebuah randoseru hitam, dielus-elus, ditimang-timang….^_~ "Alhamdulillah…alhamdulillah…" Terdengar berkali-kali dari mulut si sulung. "Alhamdulillah…senang yah….berarti harus banyak bersyukur ni.." Saya mengedipkan mata sambil tersenyum. Setelah puas mencoba dan melihat-lihat, si sulung bergegas ke kamar mandi. Rupanya ia mengambil air wudhu.

Dengan wajah dan rambut basah, si sulung mengambil sajadah dari lemari. Ketika adiknya mengajak bermain, terdengar jawaban dari kakaknya, "Sebentar ya, Mas Ali mau bersyukur dulu." Adiknya kemudian memandangi kakaknya yang sedang bersyukur dan sholat 2 rakaat. Ah, kau begitu bersyukur Nak? Padahal kau tahu, ini hanyalah randoseru bekas, dan harganyapun hanya sepersepuluh harga barunya. Seringkali ummi mendapat nikmat lebih dari ini, tapi seringkali pula ummi lupa untuk bersyukur seperti ini.

Terimakasih guru kecilku, sudah menginspirasi ummi setiap hari. Semoga pertanda-pertanda baik seperti ini terus bermunculan, menjadi kejutan-kejutan kecil yang amat berkesan untuk orang tua lemah yang sering lalai seperti ummi ini. Hingga usia mu 10 tahun, sungguh ummi akan sangat bahagia. Teringat perkataan ustadz di kajian Kamis dan Sabtu sore pesantren Daarush Shalihat di Jogja dulu. "Jika ingin melihat apakah anak kita kelak akan menjadi anak shalih atau tidak, maka lihatlah ia di usia sepuluh tahunnya.

Jika pada saat itu kita mendapati anak kita shalih dan menyenangkan, maka insya Allah ia akan tumbuh menjadi anak shalih seterusnya. Tetapi jika pada saat itu kita mendapati buah hati kita sungguh memprihatinkan akhlaknya, maka berhati-hatilah. Sungguh akan butuh energi ekstra untuk membentuk kembali karakternya." Mungkin inilah hikmah dibalik tuntunan Rasulullah mulia untuk menegakkan syariat pada si kecil ketika usianya 10 tahun, yaitu perintah sholat dan hukuman yang pantas untuk si kecil ketika meninggalkannya.

Wallahu a’lam.

Kita Ochiai, Februari 2010.

Menjelang 6 tahun si sulung.

www.ummiita.multiply.com