Singgah di Kota Santri

Rutinitas pekerjaan di kantor kadang membawa kepenatan bagi saya pribadi. Apalagi, saya harus benar-benar memperhatikan kesehatan karena bekerja pada malam hari. Ketika malam, di beberapa sudut Kota Surabaya, denyut kehidupan seolah belum berhenti. Nyaris seperti Jakarta yang perputaran ekonominya 24 jam.

Selepas deadline, mata saya jauh menatap malam di balik kaca kantor. Malam ini saya iri. Iri terhadap orang-orang yang beraktivitas di pagi hari dan bangun malam untuk shalat di sepertiga malam dua rakaat. Malam ini saya rindu. Rindu untuk menyambut datangnya Ramadhan dan meramaikan masjid dengan tadarus Alquran.

Malam ini saya malu. Malu kepada Allah ketika saya alpa bersyukur di saat begitu banyak nikmat yang Dia limpahkan bagi hamba-hamba-Nya. Menjelang Ramadhan ini, saya terkenang pengalaman saat singgah di Kota Gresik. Jarak dari Surabaya ke Gresik tak begitu jauh.

Yang mengesankan, suasana di beberapa sudut Kota Gresik benar-benar masih Islami. Ketika azan mulai terdengar menjelang fajar, masjid-masjid tak pernah sepi dengan jamaah shalat subuh. Jika malam mulai larut, suasana jalanan tampak lengang, tak seperti di Surabaya yang selalu ramai meski malam tiba. Tak salah bila Gresik dijuluki kota santri.

Apalagi, di situ, sejarah perkembangan Islam di Pulau Jawa tak lepas dari dakwah Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri yang merupakan wali songo. Ketika berkunjung ke Gresik saat libur beberapa waktu lalu, saya menyempatkan shalat ashar di Masjid Agung Gresik. Ah, suasana sore yang tenang di kota santri membuat saya kerasan. Masih terdengar sayup-sayup suara orang mengaji. Dari penuturan seorang jamaah masjid tersebut, bila Ramadhan tiba, banyak orang yang iktikaf di situ.

Saya memang jenuh dengan kehidupan kota besar yang keras, yang seakan seperti berlaku hukum rimba. Yakni, kaum yang kuat memperdaya kaum lemah. Di tengah maraknya kasus korupsi dan merajalelanya para pejabat yang doyan menyuap, saya kangen dengan suasana Islami seperti di kota santri. Di mana hiruk pikuk aktivitas ibadah tak pernah lekang.

Bekerja mencari nafkah tanpa meninggalkan esensi mencari rezeki yang halal sesuai anjuran agama. Bukan dengan menguasai dan merebut barang yang bukan haknya. Bukan dengan korupsi waktu, uang, dan memanfaatkan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Sungguh, malam ini saya rindu. Bukan kepada siapa, tetapi pada lantunan ayat-ayat Allah yang diperdengarkan di seluruh penjuru. Bulan suci, bulan penuh berkah, bulan penuh hikmah segera tiba. Semoga kita bisa menghidupkan suasana kota santri tidak hanya sekadar nama, namun lebih ke implementasi ibadah yang baik. Marhaban yaa Ramadhan…

[email protected]