Pelayan Raga

Malam belum larut, si kecil masih asik bermain dengan mobil-mobilannya. Sambil menemaninya bermain, mataku tertuju ke televisi yang tengah menyala.

Tayangan dari stasiun berita asing. Liputan tentang seorang wanita yang sukses. Sebut saja namanya Susan, seorang wanita karir, dengan posisi sebagai Sales di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Menurut bosnya, Susan selalu menjadi Top 3 penyumbang fulus terbesar bagi perusahaannya. Tak heran, gajinya pun terus merangkak naik. Dan ketika ia ditanya berapa besar gaji yang diharapkannya? Dengan cepat Susan menjawab, as much as possible! Diapun menyebut sejumlah angka yang fantastis. Target gajinya mencapai 2 juta Dollar per tahun!

Dalam tayangan itu diperlihatkan juga apa saja kegiatan Susan di waktu senggangnya. Keluar masuk butik branded, memburu tas hasil perancang kelas dunia , tas limited edition yang harganya bisa dipastikan setinggi langit. Selesai Shopping, ia masuk ke salon mewah, merawat kecantikan lahiriahnya.

Mau tahu apa rahasia sukses Susan? Bekerja keras. Ya, dikatakan bahwa setiap harinya Susan bekerja hingga pukul 3 dini hari. Tidur menjelang pagi hari telah dijalani oleh Susan selama dua tahun.

Saat menyaksikan tayangan tersebut saya bertanya-tanya dalam hati… Ah, inikah yang disebut sukses? Apa tolok ukur sebuah kesuksesan? Apakah kita disebut sukses ,saat kita meraup uang sebanyak-banyaknya?saat kita mampu membeli barang-barang mewah dengan harga setinggi langit?

Cerita Susan memang bukan dari negeri kita, tapi tentu kita bisa mengambil pelajaran darinya. Bukankah tabiat manusia dimana-mana sama?

Yang sukses di mata kita adalah mereka yang berharta. Harta (baca: uang) menjadi tolok ukur sebuah kesuksesan. Orang kaya harta begitu kita hargai muliakan, kita hormati, tak henti kita puja puji… Padahal Allah menentukan derajat seseorang berdasarkan ketakwaannya! Padahal Fir’aun dan Qarun yang kaya raya dan sombong telah dibinasakan oleh Allah!

Saya kemudian teringat sebuah syair indah, ditulis oleh Abu Fath Al-Basti,
Wahai pelayan raga, betapa kau bersusah payah melayaninya
Hendakkah kau keruk keuntungan dari benda merugikan
Perhatikan saja jiwamu, sempurnakan keutamaannya
Kamu menjadi manusia dengan jiwamu, bukan dengan ragamu.

Ya, tepat sekali. Kita telah menjadi pelayan raga. Kita curahkan semua pikiran kita hanya untuk kesejahteraan sang raga. kita abaikan jiwa. Raga kita Bekerja siang malam, demi mengejar rupiah… Kita belanjakanrupiah kita, juga untuk kepentingan sang raga.

Ibadah sholat sehari lima kali yang sejatinya untuk menyucikan jiwa kita, tak lebih hanya sekedar ibadah ritual semata. Tanpa pernah membekas di jiwa… Mana air mata tanda takut kita kepada Allah? Mana air mata rindu pada-Nya? Mana air mata pertanda kita tunduk kepada-Nya? Apa yang membuat hati kita begitu keras? Atau jangan-jangan jiwa ini telah kita kubur hidup-hidup…

Padahal sungguh, jiwa inilah yang beriman kepada Allah. Jiwa inilah yang akan dihisab oleh Allah! Dan saat ruh kita diambil kembali oleh-Nya, seketika raga kita menjadi kaku! Kemana raga kita yang dulu begitu gagah? Kemana semua bagian dari raga yang dulu berfungsi? Yang dulu begitu kita utamakan kesejahteraannya? Lenyap seketika… Dan jiwalah yang akan menentukan apakah kita akan hidup kekal di surga, atau masuk ke dalam neraka.

Tugas utama Rasulullah Saw adalah menyucikan jiwa kita, Allah Swt berfrman:
Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, meyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Al-Imran [3] : 164)

Subhanallah… Maha Suci Engkau Yaa Allah… kami hamba-hamba-Mu sungguh berlumur dosa, tetapi Yaa Rahman Yaa Rahiim… EngKau utus Rasulullah sebagai karunia untuk kami, untuk menyucikan jiwa kami… Hingga kelak saat kami menghadap-Mu, hati kami telah bersih, jiwa kami telah suci… Dan Engkau buka pintu surga-Mu untuk kami, hamba-hamba-Mu yang beriman kepada-Mu.

Wallahu a’lam bish-shawaab. Bangkok, 22 April 2011.

Daftar Pustaka
Al Qur’an Al Karim.

Al Nabulsi M. Ratib. Muqawwi maa tu taklif. Diterjemahkan oleh Mohammad Muhtadi degan judul: 7 Pilar Kehidupan. Jakarta: Gema Insani. 2010.