Seorang lelaki yang sedang sakit keras bertanya kepada dokternya. “Dok, tolong katakan, berapa lama lagi saya akan bertahan hidup?” Sang Dokter merasa iba kepada lelaki itu, karena ia tahu penyakit pasiennya sulit disembuhkan, dengan hati penuh iba ia bertanya, “Pak… kenapa Bapak bertanya seperti itu? Mmm… Bapak mau tobat kepada Allah?” Dengan cepat dijawab oleh lelaki tersebut, “Bukan Dok, saya bukan mau tobat, tapi saya mau makan semua makanan yang selama ini dilarang oleh Dokter!”
Cerita dia atas benar-benar terjadi. Menjadi cermin buat kita, betapa manusia sangat mementingkan nafsu dunia. Hidup hanya untuk menikmati dunia sepuas-puasnya, dan seolah-olah setelah mati tidak ada lagi kehidupan. Begitu cintanya manusia kepada dunia, bahkan ketika ajal sudah dekat, siksa pedih kubur, dan Hisab Allah tengah menanti, ternyata yang ada di pikirannya hanya nafsu dunia. Naudzubillahi minzaliik…
Mengapa kita cinta dunia? Karena dunia begitu memesona… Kita terbius dengan kenikmatan dunia. Rumah megah, mobil mewah , emas perak, makanan lezat, pangkat, jabatan, kekuasaan, kecantikan dan kemolekan wanita…
Meraih dunia dan segala perhiasannya menjadi tujuan hidup kita. Kita sibuk dengan urusan dunia, terbuai dengan nikmatnya dunia, sehingga lupa dengan urusan yang lebih penting, yaitu urusan akhirat… Kita lupakan alam akhirat, kita lupa betapa indahnya taman Surga, kita tak peduli lagi dengan panasnya api Neraka yang akan membakar kita.
Karena cintanyakepada harta (baca: uang) manusia menjadi lupa diri, lupa orangtua, lupa saudara, bahkan lupa kepada Allah, Dzat yang telah menciptakannya! Uang telah menjadi “Tuhan” kita, lihatlah betapa paniknya kita saat kita tidak punya uang. Tapi kita tidak panik saat Allah memanggil kita melalui azan, untuk rukuk dan bersujud kepada-Nya. Kita malah tetap asik di meja kerja, asik di mal, asik menonton televisi, atau mungkin asik berbuat maksiat! “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur” (QS. At-Takatsur : 1-2)
Dunia ini sifatnya fana, hanya sementara. Dunia adalah negeri yang memperdaya, negeri yang menipu. “…kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali-Imran : 185). Setelah mati kita akan dibangkitkan dari kubur, kemudian hidup kekal dan abadi di negeri akhirat. Itulah hidup yang sesungguhnya. Ya, kematianlah yang akan memisahkan kita dengan dunia yang sangat kita cintai ini.
Kematian, satu-satunya yang pasti di dunia ini. Sebisa mungkin kita berusaha menghindar dari maut, tapi ketahuilah maut pasti mendatangi kita. Suka atau tidak suka kita pasti mati. Kita semua adalah calon mayat, sedang mengantri dijemput oleh sang malaikat maut, setiap saat malaikat Izrail mengintai kita! “Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati…” (QS. Ali-Imran : 185)
Lalu apa yang sudah kita persiapkan untuk mengadapi kematian? Jawaban apa yang akan kita berikan kepada Allah saat kita dihisab nanti? Saat mulut ini terkunci, dibungkam, tak bisa bersuara… dan hanya tangan dan kaki kita yang berkata, memberikan kesaksian sebenar-benarnya kepada Allah, tentang apa yang telah tangan kita perbuat selama hidup di dunia, dan kemana saja kaki ini melangkah…
Hidup di dunia adalah satu-satunya kesempatan emas kita untuk mengumpulkan bekal hidup di negeri akhirat. Sungguh tak berguna harta bendayang kita tumpuk di dunia, Sungguh tak berguna kecantikan dan ketampanan. Kita mati tidak membawa secuil harta apapun, dan tak ada yang mau bersanding dengan kita…
Di dalam liang yang sempit, gelap, senyap , lembab, penuh cacing serta binatang melata, kita sendirian… hanya ditemani oleh selembar kain kafan dan sebilah papan, itupun tak berguna untuk kita. Hanya amal shaleh yang menolong kita!… “Wahai, kiranya kematian itulah yang menyudahi segala sesuatu. Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku telah hilang dariku.” (QS. Al-Haqqah : 27-29)
Merenungi kematian, bukan berarti kita pasif dan pasrah menanti dijemput sang maut, tapi kita bergerak aktif mengisi kehidupan di dunia, mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menuju negeri akhirat yang abadi. Mulai sekarang, detik ini, mari kita gunakan waktu kita, umur singkat kita untuk berbuat kebaikan, beramal shaleh, bertakwa kepada Allah… Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah kematian sebagai penasehat.”
Innalilahi wa innaa ilaihi rajiuun… Sungguh kita hanya milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya.
Wallahu ‘alam bishshawaab. Bangkok