“Bunda, Hanif ingin sholat sehari dua pululuh kali.” Saya tersenyum mendengar ucapan anak sulungku itu. “loh banyak amat.” Jawab saya, “Iya Bunda, biar catatan amal baiknya berat banget.” “Alhamdulillah… Bunda seneng deh, artinya Hanief selalu ingin berbuat baik, oh iya harus ikhlas juga ya sayang, dan kebaikan itu bukan hanya sholat , Hanief menolong Bunda, sayangi adek itu juga kebaikan, Hanief senyumpun itu juga kebaikan…” Sepenggal obrolanku di suatu senja dengan si sulung, Hanif (7 tahun).
Di saat yang sama teringat akan obrolan dengan dua orang kawan sepekan yang lalu. Kawan pertama, dia gemar sekali memberi sesuatu kepada orang lain, saya kagum dengannya, karena menurut saya dia begitu murah hati. Saya sendiri seringkali mendapat bingkisan darinya.
Suatu kali saya melihatnya membungkus bingkisan. Melihat saya datang dia bertanya pada saya, “Tau nggak kenapa saya suka memberi kado kepada orang lain?” Tanyanya padaku, “Itu karena saya ingin mereka juga ingat terus kepada saya kalau mereka punya sesuatu.” Ucapnya penuh bangga.
Kawan yang kedua adalah rekan kantor, suatu hari kami mendapat kabar ada rekan yang akan pindah ke perusahaan, Dani namanya. Seorang teman menyatakan bahwa selama ini Dani banyak menolongnya dalam segala hal.
Ia berniat memberikan kenang-kenangan istimewa untuk Dani, agar kalau suatu waktu ia butuh pertolongan lagi Dani masih mau membantunya.
Duh itukah yang ada di pikiran mereka…Mengapa tujuan kebaikan hanya untuk keuntungan diri sendiri… kemana perginya rasa ikhlas itu, batinku bertanya… Lalu apabila kemudian orang-orang yang diberinya hadiah ‘lupa’ akan dirinya, ia tidak mendapat balasan seperti yang diharapkannya, apa yang terjadi… kecewa, marah, atau malah kemudian membenci orang lain karena menganggap orang lain tidak tahu membalas budi…Astaghfirullah…
Bahaya lain berbuat kebaikan tanpa ikhlas adalah bahaya riya. Berbuat kebaikan untuk mendapat pujian atau sanjungan orang. Bahaya riya tergambar dari kisah berikut.
Suatu hari Rasulullah Saw sedang duduk-duduk bersama sahabatnya. Beliau berkata “Ya Ibnu Mas’ud, bacakanlah padaku ayat-ayat Al-Qur’an.” Ibnu Mas’ud berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana aku akan membacakan Al-Qur’an kepadamu, sedangkan Al-Quran diturunkan kepadamu?” Rasulullah menjawab, “Sesengguhnya aku suka dibacakan Al-Qur’an olehmu.”
Akhirnya Ibnu Mas’ud pun membacakan Al-Qur’an hingga sampai surat an-Nisaa ayat 41. Rasulullah berkata, “Ya Ibnu Mas’ud, cukuplah, cukuplah sampai di situ.” Wajah Rasulullah telah basah oleh airmata karena kesedihan.
Kemudian beliau bersabda, “Tidaklah ada seorangpun yang akan selamat dari neraka atau pun bisa masuk surga melalu amal salehnya kecuali dengan rahmat Allah, sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, termasuk dirimukah?” Rasul menjawab, “Ya termasuk diriku.” Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti dari beberapa hal yang aku takuti adalah syirik kecil,” “Ya Rasulullah apakah yang dimaksud syirik kecil itu?” “ia dalah riya.”
Kawan… Yakinlah setiap amal kebaikan pasti mendapat pahala dari Allah, itu janji Allah. Kebaikan seberat zarrahpun Allah akan membalasnya. Bahkan Allah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang berbuat kebajikan, Subhanallah, sungguh luas karunia Allah… Siapa yang tak ingin minum air dari telaga di Surga-Nya…
Mari kita luruskan niat kawan, melakukan kebaikan yang diniatkan semata untuk ridha Allah, ikhlas tanpa pamrih apapun. Insya Allah semua itu terasa indah karena kebahagiaan yang kita berikan untuk orang lain adalah kebahagiaan kita jua. Semoga kia semua juga dijauhkan dari sifat riya, yang termasuk dalam perbuatan syirik dan tidak diampuni Allah… aamiin.
“Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur yaitu mata air dalam surga yang diminum oleh hamba-hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Insan; 5-6).
Wallohu ‘alam bishshowaab.