Manusia adalah makhluk Allah yang mulia. Allah memuliakan manusia dengan memberinya akal. Dengan akal manusia diangkat menjadi khalifah Allah di muka bumi. Dengan akal kita berpikir, memahami, dan mengambil pelajaran. Betapa banyak ayat tentang akal dalam al-Qur’an. "…Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang-orang berpikir.” (QS. Yunus [10] : 24). “….Maka apakah mereka tidak memikirkan?” (QS. Yasiin [36] : 68)
Namun sungguh sangat aneh, yang terjadi sekarang adalah setelah manusia menggunakan akalnya, dengan congkaknya manusia berkesimpulan bahwa Al-Qur’an tidak tepat!
Akal adalah ciptaan Allah, dan Al-Qur’an adalah wahyu Allah, tidak mungkin tak ada kesesuaian antara akal dan wahyu Allah. Logiskah kesimpulan manusia?
Ada seorang muslimah yang makan daging babi dan minum minuman keras. Ketika saya bertanya padanya mengapa dia melanggar larangan Allah yang jelas telah mengharamkan babi dan minuman keras, apa jawaban muslimah tersebut? Dia katakan bahwa larangan Allah memakan babi tidak masuk akal!
Pernah pula dalam suatu majelis ta’lim, seorang peserta menyatakan bahwa manusia harus bersikap kritis terhadap Al-Quran, karena Al-Quran sifatnya kontekstual, hanya sesuai dengan zamannya. Dan perbedaan yang sekarang terjadi di dunia adalah bukan suatu yang sesat, melainkan rahmat dari Allah. Astaghfirullah…
Betapa sering kita mendengar ucapan “Ayat ini tidak cocok lagi untuk zaman sekarang!”, “Hukum Islam ini tidak adil untuk wanita!”, atau ucapan “Ayat ini hanya diperuntukkan untuk masyrakat Arab, hanya cocok untuk budaya Arab saja!”
Sungguh aneh. Akal, perangkat penting yang diciptakan Allah untuk manusia hanya dipergunakan manusia untuk mengingkari ayat-ayat Allah, membuat manusia jauh dari Allah, membuat manusia berpaling dari Allah!
Bagaimana mungkin, kita mau Islam tapi kita mengingkari ayat Allah. Kita mau Islam, tapi kita tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.” (QS. al-Haaqqah [69] : 30-33)
Dr. M. Ratib al-Nabulsi dalam bukunya memberikan perumpamaan sebagai berikut: Apabila kita membeli perangkat elektronik yang sangat canggih, mahal, dan memiliki fungsi yang besar, maka kita akan melihatnya dengan sangt antusias, dan sangat antusias pula membaca buku manual yang diterbitkan oleh pihak produsen. Kita sangat serius membacanya, menerjemahkannya, memahaminya dan mempraktekkan petunjuk-petunjuknya dengan sangat detail. Dengan sangat hati-hati kita menjaga alat elektronik yang canggih tersebut.
Demikian pula manusia. Manusia adalah perangkat tercanggih di seluruh alam semesta. Di dalam sel-sel, struktur tubuh, organ tubuh manusia terdapat kerumitan dan kecanggihan yang luar biasa. Di dalam manusia terdapat jiwa dengan berbagai insting dan dan perasaanyang teramat rumit. Ilmuwan paling jenius sekalipun tidak akan mampu memahami cara kerja tubuh dan jiwa manusia yang sangat rumit dan canggih ini.
Dan sekarang, manusia, membutuhkan buku manual dari Pencipta-Nya! Buku manual sebagai pegangan hidupnya, dan buku manual itu adalah Al-Qur’an! Al-Qur’an diturunkan Allah untuk kemaslahatan manusia, ciptaan-Nya!
Al-Qur’an adalah kebenaran mutlak, ia datang dari Allah yang Maha Sempurna. Hasil berpikir akal yang bertentangan dengan Al-Qur’an jelas salah. Allah SWT berfirman “Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." (QS. Fushshilat [41] : 42)
Manusia adalah hamba Allah. Tugas seorang hamba adalah menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segalalarangan-Nya. Allah menegaskan dalam firman-Nya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. az-Zariyaat [51] : 56)
Tapi sekarang manusia bersikap seakan manusia bukan hamba Allah. Ketika Allah memerintahkan dan melarang suatu hal, manusia berpaling dan ingkar, padahal sejatinya perintah dan larangan Allah adalah untuk kebaikan manusia.
Tidak cukupkah bagi kita ketika Allah berfirman kuperintahkan hal ini kepadamu, lantas kita segera menaati-Nya? Tanpa perlu lagi kita bertanya Mengapa? Apa alasannya? Apa relevansinya?
Saudaraku, gunakan akal kita untuk mengenal-Nya, untuk merenungi hasil ciptaaan-Nya. Gunakan akal kita untuk bersungguh-sungguh mendekat kepada-Nya, hingga iman kita kepada Allah semakin bertambah. Gunakan Al-Qur’an untuk memvonis akal, bukan sebaliknya.
Wallahu a’lam bishshawaab.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an Al Karim
- Al-Nabulsi, M. Ratib. Muqawwi maa tu taklif. Diterjemahkan oleh: Mohammad Muhtadi dengan judul: 7 Pilar Kehidupan. Jakarta: Gema Insani.2010.