Jujur, hatiku galau saat mendapat kabar bahwa suami akan dipindahtugaskan ke negeri Thailand. Jauh dari orang tua dan sanak keluarga, tidak kenal siapa-siapa, tidak bisa berbahasa Thai, dan sederet kekhawatiran lainnya memenuhi pikiranku.
Suami sepertinya membaca kekhawatiranku, ia menyarankan agar aku tidak usah ikut bila aku merasa berat meninggalkan Indonesia.
Ahh…siapa yang sanggup hidup berpisah dengan suami tercinta, diapun pasti butuh seorang pendamping disana, ditambah lagi aku tak ingin anakku (Hanif 8 bulan) kehilangan figur dan kasih sayang ayahnya. Aku dan suami sepakat dan berjanji untuk selalu bersama.
Sepekan kemudian, dengan mengucap Bismillah dan hanya mengharap ridha-Nya kami bertiga hijrah menuju Thailand.
“Ya Allah, tempatkanlah aku di tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik Pemberi tempat” (Al-Mu’minuun:29)
Benar saja, ketakutanku berubah menjadi kenyataan. Seharian penuh tanpa ada teman bicara, tak bisa kemana-mana , tak tahu kemana harus mencari makanan halal…
Aku seperti terperangkap dalam apartemen kecil kami, hanya ditemani bayi mungilku yang belum lagi bisa bicara.Tetangga disinipun sepertinya tak saling perduli, hanya bantingan pintu mereka yang sering kudengar, malah aku takut bila berpapasan dengan tetangga sebelah kamarku karena ia berwajah cantik tapi bersuara laki-laki… duhh, sungguh aku merindukan indonesia…
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (Al-Insyirah: 5-6)
Dua ayat yang menjadi pembakar semangatku. Aku harus ikut pengajian, itu tekadku. Kuminta suami untuk menanyakan teman-teman di kantornya informasi perkumpulan pengajian di Bangkok. Satu lagi, aku harus belajar bahasa Thai.
Ya, Faktor bahasa kurasakan menjadi kunci masalahku. Tanpa mengerti bahasa mereka amatlah sulit untuk hidup disini. Untuk belajar bahasa Thai aku langsung "terjun ke lapangan", kusimak baik-baik setiap kata yang terucap dari para penjual sayur di pasar , para supir taksi , pembaca berita di televisi…. “Learning by Hearing” istilahku.
Tapi ternyata tidaklah mudah, Bahasa Thai terdengarbegitu asing di telingaku, belum lagi ada intonasi naik turun yang membedakan makna kata. Apalagi bila kulihat bahasa tulisan mereka yang seperti tulisan Jawa Kuno.
Aku harus mempunyai guru, pikirku. Kuminta resepsionis apartemen yang baik hati untuk mengajariku. Alhamdulillah, ikhtiarku membuahkan hasil….
Siang itu kuterima telepon dari seseorang bernama Mira. Teh Mira kemudian aku memanggilnya. Dia mengajakku bergabung di pengajian ibu-ibu Indonesia yang rutin diadakan setiap Jum’at pagi. Bukan main senangnya hati ini.
Jumat berikutnya berbekal alamat yang diberikan teh Mira, aku berangkat ke pengajian pertamaku. Subhanallah, kurasakan indahnya berkumpul bersama saudara seiman dan setanah air… Banyak ilmu kudapat di pengajian.
Tadarus Al-Quran, tadabbur ayat-ayat-Nya, kemudian tauziyah yang diakhiri dengan sesi tanya jawab…pencerahan yang luar biasa untukku.
Dari teman-teman pengajian aku dapatkan banyak informasi mengenai kota Bangkok, dimana lokasi mesjid, islamic center, pasar muslim, warung makan halal… Semua yang aku cari! Subhanallah, Satu persatu masalah teratasi.
Kami kemudian pindah ke apartemen yang lebih besar, lingkungan apartemen yang lebih “ramah” untuk keluarga. Hanief yang beranjak besar aku masukkan ke sekolah, ia pun semangat pergi ke sekolah, bertemu teman-teman untuk bermain dan belajar.
Anggota keluarga kami kini telah bertambah satu dengan hadirnya buah hati kedua kami, Ziya. Lambat laun aku kerasan tinggal di kota Bangkok, kota yang pada awalnya kuanggap tak bersahabat denganku.
Bangkok telah menjadi rumah bagiku .Rumah yang memberikan rasa tentram kepada penghuninya. Tujuh tahun sudah kami menetap di kota Bangkok, Segala puji hanya kepada-Mu yaa Allah… kubersyukur atas segala nikmat dan karunia yang Engkau berikan kepada kami.
Tujuh tahun yang indah telah kami lalui, semalam suami menyatakan keinginannya untuk pindah ke negara lain, kukatakan padanya “Aku siap kemanapun kita akan pergi, Aku yakin dimanapun kita berada di situlah bumi Allah, dan amatlah luas bumi Allah itu”
“Yaa Rabb…kembali kumohon Ridha-Mu.”
Bangkok, 28 Januari 2011.