Sore sepulang kantor Pak Tono berkata pada istrinya, “Bu, ada beban berat di pikiran Saya… Biaya kebutuhan hidup terus melambung tinggi, biaya sekolah anak-anak juga semakin mahal, rasa-rasanya sulit untuk mencukupi semua kebutuhan kita Bu.” Sang istri sejenak terdiam… dirasakannya ekonomi keluarga memang sesak menghimpit, sambil tersenyum sang istri kemudian berkata, “Sudah jangan sedih Pak, Kita kan bekerja dalam rangka menjemput rizki dari Allah, kalau kita niatkan kita bekerja ikhlas, semata-semata mencari ridha Allah, insya Allah tak ada yang perlu kita takutkan. Karena kita yakin akan pertolongan Allah Swt… Ibu percaya Bapak telah bersungguh-sungguh bekerja keras untuk keluarga, insya Allah semua ada jalan keluar…”
Pak Tono merenungkan kata-kata istrinya. Ikhlas? Bekerja semata-mata mencari ridha Allah? Astaghfirullah… Pak Tono tersadar, niat ikhlas ini tidak ia miliki… Selama ini motifnya bekerja adalah mencari uang sebanyak-banyaknya, hanya demi kesejahteraan keluarga. Karena itu hatinya kini begitu resah, penuh ketakutan… Padahal jika ia ikhlas, bekerja semata-mata karena Allah, mencari ridha-Nya, tentu hatinya akan tenang, dan ia akan yakin bahwa Allah akan selalu menolong hamba-nya yang ikhlas… Tak terasa air matanya pun menitik…
Ikhlas adalah salah satu buah dari tauhid yang sempurna kepada Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Demikian Menurut Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Al-Niyyah wa Al Ikhlas.
"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan" (QS. Al-fatihah [1] : 5).
Setiap harinya kita mengucapkan kalimat ini dalam Shalat kita sebanyak 17 kali! Dan ini tentu bukan cuma sekedar ucapan tanpa maksud. Tapi jelas, bahwa Allah menginginkan kita sebagai hamba Allah yang sebenar-benarnya.Hamba yang ikhlas, yang melakukan semua amal perbuatannya hanya karena Allah Swt… Dan bukankah dalam shalat kita juga mengucapkan “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku, semuanya hanya untuk Allah?”
Tapi kenyataannya, sangat sulit merealisasikan ikhlas dalam setiap perbuatan kita. Niat segala perbuatan kita ternyata bukan lagi untuk mencari ridha Allah. Tapi niat kita adalah untuk mencapai kepentingan pribadi, dan kepentingan duniawi. Niat Ikhlas ini seringpula disusupi oleh sifat ujub dan riya’. Perbuatan kita lakukan untuk membanggakan diri, dan ingin dipuji oleh manusia. Ya, mencari ridha manusia.
Allah Swt berfirman, “Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia, dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.” (QS. Ali-Imran [3]: 152)
“Katakanlah, Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orangyang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. “(QS. Al-Kahfi [18] : 103-104)
Dalam sebuah Hadis dikisahkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang orang yang berperang dengan tujuan untuk mencari pahala Allah dan pujian dari manusia. Lalu Rasulullah SAW menjawab tiga kali, ”Tidak ada apa-apa baginya," dan beliau melanjutkan, "Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu amal kecuali yang dilakukan denagn ikhlas dengan mencari ridha-Nya."
Bila kita cermati lagi, maka terjawablah mengapa negara kita tercinta, negara yang katanya memilki jumlah umat muslim terbesar di dunia, tapi anehnya merupakan negara dengan tingkat korupsi kolusi dan manipulasi yang sangat tinggi. Korupsi dan segala kebobrokan terjadi tidak lain karena para penguasa di negara kita tidak ikhlas! Motif mereka, niat mereka menjadi penguasa bukan mencari ridha Allah. Kepentingan pribadi dan duniawi lah yang mereka kejar. Mereka haus kekuasaan, haus harta, jabatan, serta haus fasilitas… Kalau niat mereka menjadi penguasa untuk mencari ridha Allah niscaya tidak akan pernah ada korupsi, tidak akan pernah ada kolusi, dan juga manipulasi. Tidak akan pernah mereka memakan, menyelewengkan, dan menghambur-hamburkan uang rakyat!
Lihatlah Rasulullah SAW, teladan kita. Rasulullah SAW pernah ditawari kerajaan, kehormatan, harta, dan semua kemewahan dunia agar beliau meninggalkan dakwah, tapi semua tawaran itu ditolak, dan dijawab tegas oleh Rasulullah SAW, “Sekalipun mereka meletakkan matahari di sebelah kananku, dan bulan di sebelah kiriku agar aku meninggalkan dakwahku ini, aku tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkan agama ini atau aku binasa membelanya." Subhanallah…!
Saudaraku… Mari kita luruskan niat kita, niatkan semua perbuatan kita hanyalah ikhlas mencari ridha Allah.. Mari kita berjuang melawan hawa nafsu. Ayo, kita pancarkan energi ikhlas dari diri kita. Awalnya mungkin akan sulit, akan penuh penderitaan, kita akan kepayahan.. Tapi percayalah dengan pertolongan Allah, semua yang sulit menjadi mudah, derita dan kepayahan akan sirna, berganti dengan kebahagiaan hakiki, kebahagiaan karena meraih ridha Allah SWT.
Wallahua’lam bish-shawaab.
Bangkok, 28 April 2011.
Daftar Pustaka
- Al-Qaradhawi, Yusuf. Al-Niyyah wa Al- Ikhlas. Diterjemahkan oleh Idrus Hasan dengan judul : Energi Ikhlas. Bandung: Mizan 2011.