Saya masih sangat merasakan efek dari pemilihan kepala desa di desa kami hampir setahun yang lalu. Memang tak ada bentrok fisik antar pendukung kandidat masing-masing, seperti di daerah lain. Namun, sesuatu yang sudah lama terbangun, dan sudah menjadi tradisi mendarah daging masyarakat kami, tiba-tiba mengalami suatu kebobrokan.
Gotong royong, adalah perilaku bangsa ini yang sudah tertanam sejak berabad-abad yang lalu. Sikap tersebut pasca pilkades kali ini agak sedikit mendapat gangguan. Kata seorang tokoh masyarakat, ini hal yang wajar saja, karena apa pun pasti ada resikonya. Dan resiko demokrasi salah satunya adalah hal yang demikian.
Terlepas dari banyaknya teori tentang itu semua, yang kami rasakan setelah adanya pemilihan itu, adalah terkotak-kotaknya masyarakat. Karena sudah terkotak-kotak, sentimen antar ’kotak’ pun sering muncul. Kecurigaan-kecurigaan pun secara tak sengaja sering tercover ke permukaan.
Sesuatu yang nampak sangat kelihatan adalah sikap acuh tak acuhnya warga yang kandidatnya kalah dalam pemilihn kepala desa, terhadap pembangunan di wilayah kami sendiri.
Efek negatif ini sangat kami rasakan, walaupun lambat laun akan berahir, seiring dengan lajunya waktu. Tapi ternyata, saat luka-luka pilkades itu sudah mulai sembuh, datanglah musim pilkada secara berkala. Baik pemilihan bupati ataupun gubernur, bahkan tak lama lagi tentunya juga pemilihan presiden.
Mau tidak mau kami pun harus siap untuk berbeda dengan orang lain dalam hal pemilihan calon pimpinan tersebut. Kalau sudah sampai ke batas ini maka kita harus mengakui bahwa, perbedaan adalah sesuatu yang tak mungkin bisa dihindari. Perbedaan adalah ciri dunia ini. ”Semakin banyak perbedaan, maka dunia akan terasa indah, ” kata orang-orang bijak.
Namun sudah siapkah bangsa besar ini menghadapi perbedaan secara ikhlas dan proporsional?
pelangi-pelangi alangkah indahmu merah, kuning, hijau,
di langit yang biru…….
Syair lagi taman kanak-kanak ini hampir tak asing di telinga bangsa indonesia. Dan sudah bisa dipastikan anak-anak TK dan Play Group sangat fasih menghapalnya.
Dan kita para orang tua, sudah sangat setuju, bahwa indahnya pelangi itu karena perbedaan warna. Tanpa ada perbedaan itu, maka tidak akan terlihat sebuah keindahan. Tentu ini adalah ayat Allah yang ditebarkan kepada kita untuk senantiasa kita renungi.
Dan tak ada alasan apapun, jika perbedaan akan menghambat sebuah kebersamaan.
***
Purwokerto, Jan 08 < [email protected] >