Hari mulai senja, perlahan alunan tilawah dari menara-menara masjid riuh rendah berirama. Mengiringi sang mentari tenggelam di ufuk barat, menyambut waktu yang tepat untuk menabuh sang bedug dan mengumandangkan adzan maghrib.
Puluhan orang hilir mudik di jalanan, ngabuburit katanya. Ada yang sekedar berjalan-jalan menunggu waktu adzan atahu bermaksud membeli makanan dan minuman untuk berbuka puasa.
Sore itu Tya bersama adik bungsunya yang baru saja duduk di kelas 4 SD termasuk diantara mereka yang ngabuburit (istilah kegiatan menunggu waktu berbuka). Disamping memang ada keperluan untuk membeli titipan ibu ke toko manisan, mereka sengaja berjalan-jalan menghabiskan waktu.
Ketika mereka melewati penjual siomay, si adik minta dibelikan untuk dimakan ketika berbuka.
“Loh kan tadi ibu sama mbak udah bikin sop buah dirumah dek?” Tya mencoba mengingatkan adiknya
“Tidak apa-apa, nanti adek makannya setelah makan sop buah” dalih si adik
Tya pun membelikannya walaupun agak tidak yakin bahwa adiknya akan memakannya.
Lalu mereka mampir di sebuah toko manisan, karena Tya hendak membelikan titipan ibu. Sang adik pun tertarik hendak membeli beberapa ciki dan minum-minuman yang terlihat menggoda di kulkas toko tersebut.
“Buat adek buka nanti mbak,” katanya
Tya pun kembali memenuhi permintaannya. Lalu ketika mereka hendak pulang, mereka melewati penjual es rumput laut yang ramai dikerumuni pembeli. Kali ini si adik tidak minta dibelikan, dia hanya bergumam kecil,
“Hhmm.. enak kali ya mbak buka puasa pake es rumput laut..”
Tya tersenyum geli dan segera memahaminya. Tya berbisik lembut kepadanya,
“Kalau mbak beliin, yakin adek mau minumnya? Kan tadi udah beli siomay, ciki dan minum-minuman itu?”
Si adik pun berpikir lalu memutuskan untuk tidak ingin membeli es tersebut.
Selama berjalan-jalan sore ini, sang adik telah membeli beberapa jajanan yang dilihatnya menarik dan ia merencanakan untuk memakannya saat berbuka.
Akhirnya adzan maghrib pun berkumandang, tibalah saatnya berbuka. Si adik pun mengeluarkan semua makanan yang “disimpan untuk buka” dengan suka cita.
Begitulah anak-anak, ia belum mampu mengendalikan nafsunya terhadap sesuatu dengan baik, namun karena ia berpuasa, ia belajar menangguhkan nafsu tersebut hingga pada saat yang tepat. Seperti hal nya terhadap makanan, ketika ia melihat makanan yang disukainya di siang hari disaat ia berpuasa, ditambah dorongan rasa lapar yang mendera, membuat ia tak mampu berpaling dari daya tarik makanan tersebut.
Namun ia tahu bahwa akan ada waktu berbuka dimana ia boleh menikmati makanan tersebut dengan leluasa, maka ia akan menggantungkan segala hasratnya pada waktu berbuka itu. Tidak ada pilihan lain baginya selain harus bersabar menanti hingga batas waktu berbuka. Sungguh, Puasa telah mengajarinya mengangguhkan nafsu, bersabar, dan tahu saat yang tepat.
Ketika waktu berbuka telah tiba, apa yang terjadi?
Sang adik tidak memakan semua makanannya kecuali sedikit saja. Ia kebingungan bagaimana memakan semuanya sementara kapasitas lambungnya sangat terbatas. Saat lambungnya terasa penuh, semua makanan yang menggodanya siang tadi pun seketika menjadi tak menarik lagi.
Bagitulah anak-anak, penting peranan orang tua yang bijak disekiling mereka untuk membantunya memilah hikmah dan pelajaran dari apa yang mereka alami. Ada baiknya jika mereka diberi pertanyaan refleksi sebelum memutuskan membeli makanan yang mereka inginkan, apakah kira-kira mampu menghabiskan makanan tersebut ataukah tidak. Dengan begitu mereka akan berefleksi dan belajar mengenal kapasitas diri mereka sendiri sebelum memutuskan membeli atahu menyimpan makanan untuk berbuka disaat mereka berpuasa.
“Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A’raaf [7] : 31)
Subhanallah, ternyata banyak sekali hikmah dan pelajaran tersembunyi dibalik ajaran Islam untuk berpuasa, sebagian telah kita sadari dan sebagian masih menjadi rahasia yang mungkin jumlahnya tak terhingga.
Wallahu a’lam bishshowab