Eramuslim.com – Pada akhirnya, kita akan mengerti bahwa semua nikmat dunia itu sama saja rasanya…
Mobil pertama saya pabrikan Jerman. Sedan 3 huruf seri 320i. Ketika mengendarai untuk pertama kali, sensasinya memang beda. Namun tidak berapa lama selanjutnya rasanya sama saja.
Ketika berpindah ke model SUV pabrikan Amerika Serikat berseri nama sebuah gunung, tadinya ingin merasakan sensasi yg berbeda. Namun ternyata rasanya sama saja. Begitu-begitu saja.
Kata orang, MPV pabrikan Jepang itu sensasinya beda. Faktanya, gak ada yg berbeda. Rasanya sama. Kata orang juga, sedan premium pabrikan Italia bermesin ribuan tenaga kuda itu sensaninya luar biasa. Berapa lama? Sama saja rasanya.
Dalam hal makanan juga. Makan di restoran mewah, dengan panganan dan menu yg wah, konon ada sensasi berbeda. Harganya sih pasti iya. Namun, berapa lama? Seminggu? Sehari? Tidak. Tidak pernah lama. Hitungan menit saja. Setelah itu, sensasi itu akan berubah menjadi rasa yg sama saja dengan jika kita makan di rumah makan biasa, warung tegal atau makan di rumah dengan cheff pasangan hidup kita walau dengan menu ala kadarnya. Sensasinya memang sesaat beda, namun rasa yg timbul selanjutnya sama. Rasa kekenyangan.
Mungkin melihat rumah luas dan mewah berlantai 3 itu ada sensasi yg berbeda. Furnitur yg wow lengkap dengan barang elektronik yg serba canggih konon bersensasi luar biasa. Namun, tanyalah kepada yg pernah atau sedang memilikinya. Sensasi mewah itu akan berubah dengan cepat saja. Tidur beralas karpet tipis atau di kasur busa dengan di kasur berharga puluhan juta sama saja memejamkan mata. Makan dengan sendok perak demgan makan dengan sendok plastik, sama-sama memasuki mulut yg sama. Rasanya sama dengan rumah biasa. Milik sendiri atau pun menyewa. Begitu seterusnya dan lain sebagainya.
Demikianlah kenikmatan dunia. Semuanya hanya menawarkan sensasi. Namun semuanya akan berakhir pada rasa yg sama. Itulah kenapa seringkali diingatkan bahwa kenikmatan dunia itu menipu. Palsu.
Artinya, memiliki atau tidak memiliki. Dititipi ataupun tidak dititipi. Mestinya kita tinggal mengelola rasa saja. Karena semuanya akan berakhir dengan hal yg sama, ketiadaan.
Jika boleh dianalogikan, segala hal tentang dunia adalah ibarat donut. Panganan bulat yg berlubang di tengahnya. Sensasinya memang ada, namun hanya di pinggiranmya saja. Setelahnya, hampa. Kosong saja. Tiada.
Mentalitas ini dulu yg mesti dimiliki sebelum kemudian memiliki segala sesuatunya tentang dunia. Karena punya atau tidak punya, kaya ataupun miskin papa pada hakikatnya rasanya sama.
Pada akhirnya, engkau akan mengerti bahwa semua nikmat dunia itu sama saja rasanya. Maka, bersyukur dan bersabar atas apa pun yg diberikan Allah kepada kita (menerima, merasa cukup, berterimakasih dan berbagi) adalah jawaban atas segala permasalahan tentang sensasi dan rasa pada segala sesuatunya tentang dunia.
*
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yg melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak.
Seperti hujan yg tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yg keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadid, 57:20)
(Azzam Mujahid Izzul Haq)
#AMI
#SelamatkanIndonesia
#LintasanPikiran
(kl/wa)
https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-pre-order-eramuslim-digest-edisi-12-bahaya-imperialisme-kuning.htm