Berdiri dihadapan bentangan lapisan aspal yang kini sudah mulai berlubang disana-sini, berhias dengan kepulan debu yang juga masih saja terlihat meski malam telah cukup larut di kota Intan, aku merasa bagai berada kembali di putaran hitungan waktu pada selang beberapa tahun yang lalu. Meski memang ada terlalu banyak hal yang kini telah berbeda, namun alhamdulillah aku masih bisa merasakan nyamannya nuansa serta suasana kehidupan disana.
Dulu, ditempat itu biasanya aku seringkali bertaruh dengan waktu. Bertaruh dengan keinginan dan pengharapan atas apa yang akan segera aku jalani ketika mendapati sebuah kendaraan beroda untuk melanjutkan perjalanan menuju sekolah, untuk kemudian duduk di sebuah kursi kayu, bercengkrama dengan buku-buku lalu melewati hari dengan menemui beberapa wajah yang kini sebagiannya telah mulai hilang dalam kenangan.
Aku tersenyum mengingat semuanya.
Sebuah tepukkan mendarat di bahuku. Aku segera menolehkan wajahku. Sambil sedikit mengernyitkan dahi, aku berusaha mengingat kembali wajah itu. Hingga sesaat kemudian,
"Subhanalloh, gimana kabarnya?", aku menyambut jabatan tangannya.
Dia, seorang teman lama saat dulu kami pernah bersekolah di sekolah lanjutan tingkat pertama yang sama. Memang bukanlah sebuah jalinan persahabatan yang terhitung dekat antara kami saat itu. Justru mungkin cukup jauh, aku kira diantara kitapun hanya tahu nama dari masing-masing kita saja saat itu.
Sebagai seorang siswa berbadan tinggi besar, dengan tampilan wajah yang cukup sangar memang dia terlalu mudah untuk menjadi orang terkenal diantara kami saat itu. Apalagi dengan catatan beberapa orang guru yang telah memberikan ia untuk menyandang predikat kurang baik, karena dia merupakan salah satu siswa yang seringkali bolak-balik ke ruang BK untuk mengurusi hal-hal kekacauan yang seringkali ia perbuat sepanjang perjalanan masa belajar kami saat itu.
Langit malam itu kini seakan kembali membuka lembar demi lembar kenangan. Ketika sinar gemintang mulai menyeruak dibalik gumpalan awan yang mulai mempersilakan diriku untuk membaca satu demi satu cerita yang ada padanya.
Ketika kami mulai berbincang tentang masa lalu, aku tak menyangka ketika ternyata dia begitu banyak mengenal diriku. Aku dibuatnya tersanjung, padahal jujur aku tak begitu banyak mengenal tentang dirinya. Bahkan mungkin dulu aku termasuk salah satu orang yang tidak ingin mengetahui banyak tentang dirinya dengan membatasi pergaulan dengannya. Astaghfirullah …
Namun, kini, aku justru dibuatnya malu, apalagi ketika dia berujar tentang dirinya. Saat aku bertanya tentang bagaimana dia sekarang. Dia bercerita tentang dua orang anaknya yang kini sedang lucu-lucunya, dia bercerita tentang seorang istri yang dengan sabar menemani kehidupannya, serta yang semakin aku dibuat salut adalah ketika dia bercerita tentang keadaan dirinya yang kini menjadi seorang pengemudi ojek dengan sepeda motor tuanya. Aku melihat seorang sosok dengan sorot penuh tanggung jawab kini melekat pada dirinya.
Aku tersenyum mendengarnya. Subhanalloh, ternyata memang benar, semua bisa saja berubah. Meski pandangan orang seringkali membawaku untuk terlalu mudah serta terlalu cepat menilai buruk terhadap pribadi seseorang, ternyata kini Alloh membuktikannya, bahwa tak bisa kita bersikap seperti itu, menghakimi serta menilai pandang sebelah mata atas sikap dan perlakuan mereka di satu masa saja. Karena buktinya memang ternyata kini, dia seorang yang dulunya seperti itupun bisa berubah menjadi lebih bijak bahkan jauh dari dugaan kita sebelumnya. Alhamdulillah
Kembali mengingat diri, kini justru muncul dalam benak ini, "perubahan apa yang telah terjadi pada kita?, Apakah kebaikan ataukah sebaliknya?".
Kita seringkali terlupa untuk berusaha meningkatkan kualitas kehidupan ini, meningkatkan kualitas keimanan ini untuk lebih dan lebih baik lagi dari hari ke hari. Yang ditakutkan terjadi malahan justru adalah kita ternyata semakin lalai serta semakin membiarkan semuanya dalam kehidupan kita terjadi tanpa ada kurva yang menuju nilai dan angka perbaikan daripadanya. Bahkan hal-hal kebaikan yang pernah ada-pun kadang seringkali kita terlalu lemah untuk mempertahankannya dalam keistiqamahan, hingga akhirnya hilang dan berlalu.
Astaghfirullahal’adziim …
Aku kembali menjabat tangannya ketika akhirnya aku pamit untuk berangkat menuju pulang lebih awal darinya. Sambil tak lupa aku sampaikan pesan salam untuk anak-anak tercintanya.
"Semoga Alloh memberikan keistiqamahan atas kebaikan padamu sobat dan keistiqamahan atas kebaikan pula pada kita semua".
Aamiin yaa robbal’alamiin