Semua Berawal dari Rumah

“Assalamu’alaykum. Ini Nesha. Nesha kelas dua, umurnya tujuh tahun“, suara mungil itu memperkenalkan diri di radio, mengawali acara Kinder Erzählen berjudul Puasa Pertamaku di Radio Internet Suara Keadilan. Kemudian dari mulut mungilnya, dengan dipandu ibunya dan saya sebagai pembawa acara, mengalirlah cerita, pengalamannya berpuasa.

Kalau saja pengalaman berpuasa ini diceritakan anak lain seusianya yang tinggal di Indonesia, tentunya bukan hal yang terlalu mengherankan, karena hampir semua orang berpuasa, kegiatan Ramadhan semarak hampir di semua tempat. Tapi ia berbeda. Ia hidup di Jerman, yang tentu saja sebagian besarnya bahkan tidak tahu kalau Ramadan jatuh di bulan ini. Lalu ia bercerita, kisahnya menjadi satu-satunya murid yang puasa di sekolahnya, tanggapan guru-guru dan kepala sekolahnya, dari beberapa temannya. Ia bercerita, dengan bahasa anak-anaknya, bahwa puasa baginya adalah mengingat bahwa ada saudaranya yang miskin, yang bahkan tak punya uang untuk membeli makanan.

“Tahun lalu, Nesha pernah waktu Kernzeit, teman-teman dan ibu guru pergi ke Mensa. Nesha itu capek, terus ngantuk, terus Nesha tidur di sofa, terus ibu guru tragen Nesha ke Mensa, terus juga pas baliknya. Habis itu ibu guru kasih Nesha minum sama kue, terus Nesha batal“, paparnya dalam bahasa campuran Jerman-Indonesia. Lalu dia juga bercerita tentang wali kelasnya yang kemudian menelepon ibunya, karena menganggap sebaiknya dia tak ikut berpuasa karena usianya masih sangat muda.

Yang mengagumkan darinya, ia bertahan puasa duapuluh hari di tahun lalu, saat masih berusia enam tahun dan duduk di kelas satu sekolah dasar. Bertahan puasa penuh sampai Maghrib selama dua puluh hari, meski ia satu-satunya yang puasa di sekolah dan tahu ibu guru dan wali kelasnya tak suka ia puasa! Berpuasa saat ia menghabiskan setengah waktunya dengan orang-orang yang menganggap puasa adalah bentuk penyiksaaan diri dan pemaksaan kepercayaan orangtua yang melanggar hak anak.

Seandainya dia puasa setengah hari saja saya akan sudah salut padanya, karena Ramadhan tahun lalu Maghrib pukul 19 waktu Jerman, sementara tahun ini pukul 20 waktu setempat. Jadi waktu puasa di Jerman kurang lebih saat ini dua jam lebih panjang daripada di Indonesia. Dengan dia berpuasa penuh saya menganggap dia benar-benar istimewa dan angkat topi untuk kedua orangtuanya, yang bukan saja berhasil menanamkan kepercayaan itu padanya tapi juga melobi pihak sekolah agar membolehkannya berpuasa.

Dia juga bilang selama Ramadhan ini Papa-Mama memberinya Sterne untuk semua aktivitas yang dilakukannya. Sehari tiga bintang bisa didapatnya, satu dari shalat lima waktu, satu dari tarawih, dan satu dari puasa. Selain itu ia juga membaca Qur’an fünf Seite dalam sehari selama Ramadhan. Di bulan lain hanya satu halaman perhari dibacanya. Dia menceritakan bagaimana Papa-nya menggendongnya ke meja makan di saat sahur kalau dia sulit untuk dibangunkan.

“Satu kali pernah kita (maksudnya seluruh keluarganya – penulis) gak sahur, terus Nesha lapeeeer… sekali. Terus pulang sekolah Nesha tidur, terus bangun nonton tivi, terus tidur lagi sampai Maghrib”, tuturnya polos. Maksudnya, ia tidur untuk melupakan rasa laparnya, yang mungkin cukup berat untuk usianya yang waktu itu baru enam tahun.

Semuanya memang berawal dari rumah. Orangtuanya ternyata sangat berperan mewarnai anak, menjadikannya berada dalam ’celupan’ yang tepat, juga memberi motivasi dan rasa percaya diri pada anak, sehingga dia berani melakukan sesuatu meski dianggap ’tidak biasa’ oleh orang-orang di sekitarnya. Membuat anak berani berbeda, ketika perbedaan itu sebetulnya justru menunjukkan keunggulan kualitas, kenapa tidak? Bukankah di akhir za´man mereka yang berpegang pada ad-Dien ini justru yang dianggap sebagai hal yang aneh?

Semoga istiqomah ya Sholihah. Tumbuhlah menjadi mawar yang merekah di tengah belukar dan rumput liar yang, insya Allah, suatu saat kelak akan mengagumi keindahanmu.

Kinder Erzählen = Anak-anak bercerita
Kernzeit = Tempat penitipan anak setelah jam sekolah, sebelum jam kantor usai, untuk anak-anak yang orangtuanya bekerja
Mensa = Kantin
tragen = Menggendong
Sterne = Bintang
fünf Seite = lima halaman