Selamat Pagi, Jendral

Seadainya semua harus mengalah pasti tak terjadi demikian. Tak mudah dilupakan ketika perjanjian demi perjanjian dijabarkan bersama-sama. Terasa indah bukan? Namun detik-detik terakhir datang sebuah SMS, yang menceritakan bahwa bakal pendampingnya berubah 100%. Pilihan pendamping ternyata orang lain. Sakit hati, begitu kira-kira. Sebuah pengorbanan waktu dan impian, harapan ternyata terpuruk sampai disini. ”Kenapa kamu tidak bicara terlebih dahulu,”piluku .. Kini seketika semua berjalan mengikuti jam waktu berdetak

Mengingat usia persahabatan sudah mendekati hampir 6 tahun, namun begitu mudah jika semua pupus ditengah jalan. Surat tentang janji-janji kita, masih tersimpan dalam meja kerjaku. Padahal kita seperti bersaudara. Keluh kesah, kita jalin dengan saling pengertian. Sejak kau hadir, aku selalu memberikan saran yang terbaik.

Apakah aku berdosa sehingga kau tetap memilih pendamping hidup yang lain. Padahal rasa memiliki aku hanya untukmu seorang. Dari nama-nama calon yang ingin berdamping, tak satupun namaku tercoreng dihatimu. Aku malu, aku malu, padahal aku sudah yakin kau adalah pendampingku kelak. Kini impian yang selama ini kita jalin, kini kandas ditengah jalan. Hanya isak tangis yang akhirnya selalu merindu, jika mengingat janji dan ucapan-ucapanmu.

Pesta kemeriahan sudah kau lakukan. Kantong ajaib, yang selama ini kau genggam erat, pastinya sudah terjawab. Sedih, pastinya. Kesal pastinya. Dalam benakku sosok laki-laki yang gagah berani membuat aku patah hati. Kenapa kau berpaling pada yang lain. Pastinya ada konspirasi dari orang terdekat yang membesarkan kamu bahkan tak segan ada tim membisik yang mengatakan agar selalu mencari teman dari kalangan berdarah biru. Atau apakah kau sudah enggan untuk berteman dari golongan aku. Atau apakah ada lobi dari hasil pergaulanmu terhadap orang asing yang bermain disini. Atau mereka enggan melihat umat islam akan berkuasa kelak.

Kini strategi apa yang kau akan kau genjarkan. Aku yakin kemenangan suaranmu melonjak drastis bukan karena pengikut atau teman-teman. Tapi memang kegagahanmu dalam berperan dalam sandiwara di negari ini selama 4 tahun. Kau telah menjadi aktor terbaik dinegeri ini, padahal aku ingat janjimu ketika 4 tahun lalu ketika kau masih berdiri tegak menjadi orang nomor satu di negeri impian ini.

Siapapun kau, kini menjadi bagian masa laluku. Kini kau sudah terkenal. Kau masih menjadi tanda tanya. Walau aku hadir ketika persta itu. Kau bersama pendampingmu berjabat tangan mesra. Secara fisik aku hadir dengan senyum khasku, tapi hati menjadi pilu. Sampai detik ini aku bersama teman seperjuangan, harus berhati-hati pada siapapun. Manis bibir bukan berarti manis dihati. Selamat pagi, Sang Jendral. Sambut harimu dengan cinta. Sang Khalik selalu melihat setiap langkahmu. Dan akupun segera merapat barisan pada sahabatku yang lain jika kau salah.