Namanya Muhammad yasir, orang yang diberi banyak kelapangan & kemudahan oleh Allah. Putra pertamaku, pejuang kecilku.. lahir hari jum’at, 30 Oktober 2009 jam 00.45
***
Sebenarnya Yasir baru 8 bulan berada dalam rahimku, tapi tanpa kuduga malam itu Allah mentakdirkanku untuk segera bertemu dengannya. Proses persalinannya tidak lama, dari pecah ketuban hingga lahir hanya sekitar 3,5 jam saja, Yasir memang tak pernah menyusahkanku. Malam itu rasa hatiku bercampur baur antara senang sekaligus khawatir. Aku senang karena anakku sudah terlahir ke dunia, aku jadi ibu, dan ternyata proses persalinan itu tidak semenakutkan yang aku bayangkan. Tapi tak bisa kupungkiri bahwa aku juga sangat mengkhawatirkan keselamatan anakku. Aku sadar bahwa berat tubuhnya sangat jauh dari cukup, ditambah kondisinya yang memang belum cukup bulan.
Malam itu aku tidak sempat mendekap atau mencium Yasir-ku, karena dia memang harus segera dirawat. Sekitar satu jam setelah dilahirkan, suami & keluargaku membawa yasir ke NICU di sebuah rumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari tempat persalinan, terpaksa karena saat itu hanya rumah sakit itulah yang bisa merawat Yasir.
Selama 6 hari Yasir dirawat, hatiku hampir tak pernah berhenti berdoa agar Allah memberi keselamatan pada Yasir-ku. Ingin rasanya aku segera mendekapnya dalam pelukanku, menciumnya, memberinya asi, mengelusnya dan membacakan Al-Qur’an atau sekedar bersenandung untuknya sebagaimana yang sering kulakukan ketika dia masih ada dalam kandunganku. Tapi, diantara semua keinginanku itu, mungkin hanya beberapa tetes asi saja yang pernah dikecap oleh lidah mungilnya, sementara yang lain tak pernah terlaksana hingga dia kembali kepada-Nya.
Aku sempat mengunjungi yasir satu kali, tepatnya hari Rabu 4 november. Walaupun rasa sakit setelah melahirkan masih terasa, tapi keinginanku untuk bertemu Yasir telah mengalahkannya.
Hari itu aku lihat anakku sedang tertidur, tapi wajahnya tidak secerah ketika aku melihatnya pertama kali, beberapa menit setelah dia dilahirkan. Ingin rasanya aku menghibur hatiku bahwa anakku Yasir baik-baik saja dan akan segera pulang bersamaku ke rumah, tapi hati tak bisa kubohongi ketika kulihat wajah mungilnya yang tampak kesakitan, ditambah dengan penjelasan dokter yang merawatnya, aku tahu bahwa harapan hidup anakku mungkin tinggal sedikit. Puluhan kali mungkin ku coba untuk mengingkari perasaan itu dan mengatakan pada diriku sendiri bahwa Yasir-ku baik-baik saja, tapi air mataku deras bercucuran tak tertahankan. Waktu itu suamiku berkata, kita sedang berikhtiar, yang harus kita lakukan sekarang adalah berdo’a dan bertawakkal.
Pukul setengah 8 pagi di hari kamis 5 november, deringan telepon yang ternyata dari rumah sakit membuatku semakin khawatir, mereka mengabarkan bahwa kondisi anakku sedang kritis, lalu beberapa menit kemudian telepon kembali bordering. Kali ini suamiku hampir tidak berbicara sepatah kata pun sambil berlalu ke belakang. Saat itulah aku tahu bahwa Yasir anakku ternyata sudah di panggil pulang…
Seketika itu pun tangisku pecah, walaupun belum kudengar sepatah katapun dari suamiku, tapi dari tatapannya aku tahu bahwa anakku telah pergi. Pejuang kecilku telah diminta kembali oleh pemiliknya..
Aku sangat yakin bahwa Allah memang sangat mencintai anakku, sehingga di hari-hari pertama hidupnya Sang Maha Kuasa menyeru anakku dengan seruan terindah:
“ wahai jiwa yang tenang, kembalillah kepada Tuhan mu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya maka masuklah ke dalam barisan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Al-Fajr:27-30) dan akhirnya dia pun memenuhi seruan itu.
Hari itulah untuk pertama dan terakhir kali aku mendekapnya dalam pelukanku, menciumnya dan mengelus kepalanya. Pertama dan terakhir kali…. Itu pun setelah Yasir pergi. Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, dengan jenazah Yasir dalam pelukanku, aku berkata pada suamiku, “namanya Muhammad Yasir, orang yang diberi banyak kelapangan oleh Allah”.
Belum pernah kurasakan perih seperti itu sebelumnya, perih yang teramat sangat hingga sakit pada luka jahitan dan rasa sakit lainnya pada fisikku sudah tidak terasa lagi. Ingin rasanya agar ini semua hanya mimpi buruk dalam tidurku, dan bangun dengan melihat Yasir-ku baik-baik saja. Tapi kenyataannya memang seperti itu, pahit dan berat, tapi itu lah kehendak Allah.
Alhamdulillah aku mempunyai seorang suami yang sangat penyabar, sholeh dan tegar. Dialah yang mengingatkanku bahwa tak ada yang perlu aku khawatirkan lagi tentang Yasir, Yasir-ku tidak akan pernah kekurangan apa-apa lagi sekarang, dia akan mendapatkan tempat tidur terbaik, makanan dan minuman terbaik, kawan yang terbaik, semua yang terbaik karena Yasir-ku telah menjadi ahli surga…..
Perih hati ummi melepasmu nak.. tapi ummi & abi ridha mengembalikanmu kepada-Nya, mengembalikanmu dalam penjagaan-Nya, dalam lindungan-Nya, ridha melepasmu untuk berkumpul lagi di surga-Nya kelak, amiin…
Selamat jalan mujahid kecilku………