Pekan ini, menjelang sepuluh akhir bulan suci Ramadhan, banyak kisah yang membuat diri terasa ingin mencebur mengikuti arus. Namun terkadang tak kuasa kaki ini melangkah. Ya… akhir September 2008 nanti tepatnya tanggal 23, RUU Pornografi bakal disahkan oleh DPR-RI, meski agak sedikit lebih alot, harapan besar bakal digapai. Betapa tidak, sudah ada 8 fraksi yang mendukung RUU ini.
Perjuangan menjadikan sebuah RUU Pornografi butuh waktu 10 tahun, setelah mengalami proses yang cukup melelahkan akhirnya bakal disahkan juga. Meski, ada pihak-pihak yang belum sepenuhnya menerima atau bahkan menolak dengan berbagai alasan. Ada yang menganggap berbagai pasal yang rancu, kabur, kurang lengkap, menguntungkan berbagai pihak atau tidak merepsentasikan sebagai negara yang Berbhineka Tunggal Ika. Mereka khawatir kalau RUU ini jadi, sejumlah kebudayaan asli Indonesia terancam punah.
Di satu pihak penggagas RUU ini tetap optimis bahwa nantinya RUU ini jika diterapkan bakal membawa kebaikan bangsa karena sesuai dengan butir pertama Pancasila, amanat UUD 1945, menyelamatkan generasi bangsa terutama anak-anak dan remaja dari pengaruh buruk pornografi yang merajalela, penegakan nilai demokrasi dan sesuai ciri khas bangsa Indonesia yang berpegang teguh pada nilai-nilai moralitas dan kesopanan. Selain itu, paham Barat yang mengagungkan kebebasan justru tak mampu melepaskan warganya dari efek buruk pornografi.
Sebagai warga negara, dengan maraknya pornografi di negeri ini sangat prihatin. Apalagi sejauh ini para pelaku, distributor atau media nyaris tak tersentuh oleh hukum. Penjualan VCD maupun DVD porno marak, belum lagi tarian dan aksi porno yang dipertontonkan para artis seolah menjadi angin lalu. Akibatnya, kalangan anak-anak dan remaja banyak terpengaruh karena begitu mudah dan vulgar mereka dapatkan. Akibatnya rangkaian aksi pornografi pelakunya sudah menjurus pada anak-anak dan remaja yang masil lugu.
Di sisi lain RUU ini mengancam keberlangsungan hidup para artis, produser, media atau intertainment yang notabene mencari penghidupan dari sini. Mereka bakal kehilangan order dan terpaksa banting setir mencari pekerjaan lain. Tapi tidaklah suatu yang merugikan, karena toh, masyarakat sepakat bahwa aksi pornografi tidak dibenarkan dalam kebudayaan negeri yang telah mendarah daging.
Hidup dalam negeri yang sopan, santun, beradap, bermoral dan tanpa pornografi adalah sebuah hadiah terindah di bulan Ramadhan ini. Di sana anak-anak dan remaja maupun orang tua begitu terhormat. Para orang tua tak lagi risau, dan semakin ringan dalam menjalankan aktivitas yang pada akhirnya kemakmuran dan kesejahteraan tercapai.
Sehingga suatu saat, "Selamat Datang di Negeri Tanpa Pornografi" bakal terwujud.