Sehari Tanpamu

Senin, 18 Mei 2009

Pagi ini saat tiba di kantor, tampak sampah berserak di pintu gerbang.
Saat masuk ke front office tak tercium harum seperti biasanya.
Saat masuk ke ruangan, meja ku belum rapi, dan ada kotoran yang masih setia disana.
Speaker ku masih berpindah tempat karena akhir pekan lalu aku tak sempat mengembalikan ke meja ku.

Usai absensi di komputer FO, aku menuju dapur dan … berantakan.
Perlengkapan makan pasien masih menggeletak begitu saja di bak pencuci piring.
Gelas yang belum di cuci juga berserakan.
Sungguh pemandangan yang tak indah.

Setelah breafing pagi dan mengerjakan beberapa pekerjaan, aku kembali ke belakang.
Tidak ada yang berubah sejak pagi. Tetap berserakan.

Aku memanggil perawat yang sedang duduk di ruang FO karena saat itu sedang tidak ada pasien.
Bisa bantu saya?”, tanyaku
Ya bu, mau tensi?”, ujarnya sambil bergerak mempersiapkan alat tensi.
Karena memang aku harus selalu mengontrol tensi darah yang selalu tak normal.
Aku tersenyum sambil menggeleng
Saya di urusnya nanti aja. Saya mau minta tolong, tidak keberatan kan membereskan perlengkapan makan pasien di dapur?”
Tanpa menunggu lagi perawat melesat ke dapur dan membereskan semuanya.

Saat itu juga aku merasa gagal.
Sejak pagi sengaja aku tidak menegur siapapun untuk melihat seberapa peduli ”anak – anak” ku
Bukan aku tidak mau membereskannya sendiri, tapi aku ingin mendidik mereka agar peduli dengan keadaan di sekeliling mereka.
Hanya sampah yang kubuang karena memang tampak kotor

Sampai hampir jam 10 , smua belum berubah seperti saat pagi hari aku berkeliling.
Ternyata aku belum bisa membangun membangun seutuhnya jiwa taawun .

Aku ingat bagaimana mbak Itha sang House Hold pernah menangis karena pada Senin pagi perlak pasien belum di cuci.
Kan bau darahnya udah ngga enak bu, trus perlaknya susah bersih. Sayang kan asset kita
Duh … mbak Itha yang baik dan rajin ini menangis

Setelah insiden itu kami mencapai kesepakatan bahwa :
Jangan melimpahkan semua tanggung jawab kepada mbak Itha. Khususnya jika hari – hari dimana Mbak Itha tidak hadir.
Aku selalu memantau dan smua berjalan dengan baik.

Tapi pagi ini, aku merasa sedih.
Mbak Itha cuti dan dapur berserakan.

Terasa sekali penting hadirmu mbak.
Sosok yang tidak pernah keberatan mengerjakan apapun itu menghadiri pernikahan saudaranya di luar kota Medan dan baru pulang hari ini.

Terasa sekali penting hadirmu mbak.
Wajar aku begitu menyayangimu.

Aku banyak belajar keikhlasan darimu
Aku banyak belajar cekatan darimu
Aku banyak belajar bersyukur darimu

Sobat, doakan ya agar aku bisa mewujudkan keinginan Mbak Itha:
”Bu, saya ingin mendapatkan suami yang sholeh. Alhamdulillah Allah izinkan saya mendapatkan kesempatan itu. Karena pernikahan saya di akhir April ini batal. Setelah saya bekerja disini, saya menyadari betapa pentingnya punya suami sholeh dan bisa membimbing saya”, ujarnya polos tak ada beban karena gagalnya pernikahan yang telah di rencanakan setahun lalu itu.
Peluklah mimpi itu mbak, maka Allah akan menjawabnya dengan jawaban yang indah.

Sehari tanpamu mbak, terasa kehilangan
Sehari tanpamu mbak, memberikan banyak pelajaran
Sehari tanpamu mbak, menambah rasa syukurku
Sehari tanpamu mbak, mengingatkankanku akan sebuah nilai ukhuwah
Sehari tanpamu mbak, mengajarkan sebuah kepedulian dan kemandirian

Esok kuharap hadirmu lengkap dengan senyum ceria dan sapaan
” Apa kabar bu anty ? Sehat kan? ”
^_^

Selasa, 19 Mei 2009

Pagi ini saat tiba di kantor, tak tampak sampah di pintu gerbang
Saat memasuki Front Office, tercium harum segar merebak ke seluruh ruangan
Aku tersenyum dan bergumam : Mbak Itha sudah datang

By : antz