” Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. ” (QS At-Taubah[9]:82). “dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis. ” (QS An-Najm[53]: 43)
Allah SWT telah memberi karunia perasaan hati atau emosi kepada kita. Emosi akan bereaksi oleh sesuatu yang dilihat atau dirasakan. Diekspresikan dalam dua bentuk perasaan, yaitu kegembiraan dan kesedihan yang biasanya diikuti dengan kemarahan. Kegembiraan yang berlebihan maupun kesedihan yang mendalam apabila tidak dikendalikan akan menyebabkan luapan emosi. Kita harus bersikap wajar dalam menanggapi sesuatu hal, tidak emosional dan menghadapinya dengan tenang dan lapang dada.
Fenomena yang ada di masyarakat saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Orang dengan mudah melampiaskan emosi. Oleh suatu hal kecil yang tidak berkenan, timbul tindakan berlebihan karena kemarahan atau kekecewaan. Sebagai contoh, saat terjadi penggusuran oleh aparat yang berwenang. Aparat melampiaskan emosinya dengan bertindak secara keras di tengah isak tangis korban penggusuran yang melakukan perlawanan secara keras pula. Hal yang sering dijumpai pula adalah pendukung tim sepakbola yang kecewa karena tim yang didukungnya kalah. Pelampiasan kekecewaan dilakukan dengan merusak sarana umum yang merugikan orang banyak.
Masing-masing pihak menuruti hawa nafsu semata, dan mengabaikan hati nurani. Hanya keteguhan iman yang akan membuat seseorang bisa menguasai emosinya dalam setiap kejadian dengan izin Allah SWT.
Dengan iman yang teguh, semua qadha dan qadar akan diterima. Harus disadari, dalam dinamika kehidupan, kita akan selalu mengalami siklus suka dan duka, puas dan kecewa, sehat dan sakit, menang dan kalah, tertawa dan menangis sesuai kehendak-Nya. “ (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kamu “ (QS Al-Hadiid[57]: 23).
Rasulullah SAW bersabda, “Dua mata yang tidak akan terkena api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga dijalan Allah.” Menangis yang dimaksud dalam hadis di atas bukan tangis cengeng tanda putus asa. Namun, menangis karena Allah SWT, yang merupakan indikator kelembutan hati dan kepekaan jiwa. Tangisan yang ditimbulkan oleh getaran-getaran keimanan dalam sanubari. Terkadang kita sulit menangisi dosa dan kesalahan atau tidak menangis karena tidak menyadari betapa tidak berdayanya kita di hadapan kebesaran dan keagungan-Nya.
Pada saat suatu keinginan dapat tercapai, acapkali kita terlena, kegembiraan dirasakan. Tertawa terbahak diekspresikan. Tidak disadari bahwa apa yang telah dicapai merupakan karunia Allah SWT. Seyogyanya rasa syukur harus diungkapkan, tidak sekedar mengucapkan: “Alhamdulillah”. Karunia yang diberikan atas keinginan yang tercapai harus dimanfaatkan di jalan-Nya. Allah menjanjikan akan menambah nikmat jika kita bersyukur. ” Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim[14]: 7)
Tertawa berlebihan akan mematikan hati nurani. Tertawa yang baik adalah yang dicontohkan oleh Rasulullah, ” Aku tidak pernah melihat Rasulullah berlebih-lebihan ketika tertawa hingga terlihat langit-langit mulut beliau, sesungguhnya (tawa beliau) hanyalah senyum semata. ” (HR Bukhari).