‘Are you Filipinas?’, tanya seorang gadis manis yang duduk di sebelahku saat aku menunggu giliran interview di sebuah agency kerja.
‘No, I’m Indonesian’, jawabku sambil tersenyum, karena bukan pertama kali teman teman seprofesi dari Filipina mengira aku teman sekampung mereka he..he..he.Bahkan kadang di tempat umum atau di transportasi umum dengan pede mereka menyapaku dengan bahasa Tagalog, bahasa kebangsaan Filipina.Karena buruh migran Filipina muslim yang berasal dari kepulauan Mindanao terkadang juga memakai hijab.
Kemudian kami terlibat dalam percakapan.Namanya Sara, seorang buruh migran dari philipina yang kurang beruntung karena di interminit(pemberhentian kerja, sebelum kontrak selesai) setelah baru bekerja selama 3 bulan dengan alasan majikannya finance problem.Kulihat wajahnya kuyu, seperti tidak ada semangat.Kemudian pembicaraan kualihkan dari masalah pekerjaan ke hal hal yang ringan.Dia pun bersemangat bercerita tentang ibunya yang tinggal di kampung bersama adik adiknya, tentang mimpi dan harapannya, sulitnya mencari pekerjaan di Filipina, tentang beberapa kesamaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Tagalog, hingga akhirnya dia menanyakan hijabku…
Kebetulan aku juga suka diskusi, dan share dengan siapapun tentang ilmu.Dia bertanya apakah karena aku belum menikah maka diwajibkan memakai hijab? Kemudian menunjuk ke beberapa teman yang dari negeri sendiri yang tidak berhijab.Dengan mengucap basmalah dalam hati, karena takut omonganku salah ditafsirkan ke dalam bahasa Inggris olehnya, aku jelaskan dengan sepengetahuanku tentang hijab dengan bahasa sesederhana mungkin, bahwa wanita muslim jika telah mencapai akil baliqh hanya boleh memperlihatkan telapak tangan dan raut wajahnya saja.
Lalu beralih ke komunitas muslim di Mindanao.Hobbynya yang menulis, keyakinannya pada takdir bahwa semua ini telah diatur oleh Tuhan.Kemudian dia bertanya padaku apa aku percaya pada takdir?Aku jawab ya dengan tambahan bahwa pastikan kita telah berusaha semaksimal mungkin, kemudian serahkan hasilnya pada Tuhan, dia membenarkan jawabanku.Hingga akhirnya tiba giliranku untuk interview.
Dalam interview untuk yang kesekian, para majikan juga merasa aneh dengan penampilanku.Selalu menanyakan apa kepercayaanku.Setelah kujawab Islam, kemudian mereka ingat para pembantu mereka dulu yang selama sebulan tidak makan dan minum di siang hari kemudian merayakan Hari Raya. Mereka bertanya, kok kuat sih tidak makan dan minum namun tetap bekerja, kenapa juga harus melakukan puasa? Aku jawab, di malam hari setelah berbuka puasa, hingga menjelang subuh kita bisa menyimpan energi dengan makanan bergizi.Untuk tujuan puasa aku kutip dari hadist yang aku ingat juga beberapa artikel tentang puasa yang terkadang di tulis oleh ahli kesehatan.
Bahwa tujuan puasa untuk menyehatkan organ tubuh manusia terutama adalah perut di mana makanan yang merupakan sumber energi dikelola di dalamnya, juga untuk membuang toxin dalam tubuh.Seperti juga orang yang akan melakukan operasi juga harus berpuasa untuk tujuan yang sama, dan mereka mengagguk mengiyakan.Kemudian mereka berkata lagi, jatuhnya Hari Raya adalah tiap bulan november bukan? Karena biasanya buruh migran asal Indonesia mengambil hari tersebut untuk cuti pulang kampung.Aku jawab sebenarnya setiap tahun Hari Raya kaum muslim tak pernah sama, karena kaum muslim menghitung kalender berdasarkan peredaran bulan yang disebut penanggalan qomariah, lain dengan masehi yang berdasarkan peredaran matahari.
Itu sebagian hal yang mereka tanyakan, terkadang mereka menanyakan pendapatku tentang Hongkong, apakah aku suka tinggal di sini? (Hongkong).Pendapatku tentang underpayment, tentang kenapa aku lulusan college yang ke luar negeri mau bekerja jadi pembantu?Kalau hal ini aku jawab dengan mudah, bahwa bahkan ada beberapa teman seprofesi yang lulusan universitas bekerja jadi pembantu di Hongkong, karena memang sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia, kalaupun ada mungkin gajinya tak cukup layak untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Biarlah sedikit demi sedikit ini semoga bisa disebut amalku, dakwah kecilku.Karena baru ini yang aku mampu.Tentu saja bila ada kekhilafan mutlak milikku, kebenaran hanya milik Allah.Masih banyak samudera ilmu yang belum aku jelajahi, masih banyak khilafku yang perlu diluruskan.Masih banyak para bijak pandai yang ingin aku timba ilmu dan pemikiran pemikirannya.Semoga bisa menjadi cermin dalam pengamalanku, dan sensor dalam langkahku.Bisa berkata dan mengamalkan.Amin.
Dan, Al-Qur’an telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(QS.Al-Isra:106)