Namanya sebut saja "Akang" karena dia berasal dari Garut, salah satu wilayah di Jawa Barat. Wajahnya khas ketampanan pria-pria Sunda, teduh dengan senyum manis yang selalu tersungging. Kalau bicara ramah dan selalu menarik untuk didengarkan. Saya mengenalnya pun belum lama, sekitar setahun yang lalu ketika secara tak sengaja kita sama-sama kuliah di bumi kangguru ini.
Mulanya saya menganggap dia biasa saja, sama seperti teman-teman yang lain. Tidak kelihatan seperti seorang yang sangat taat pada agama. Namun sepengetahuan saya, dia tak pernah luput dari kewajiban sholat lima waktu walau sesibuk apapun.
Kekaguman saya bermula ketika saya yang memang terkadang sering lupa, berkeluh tentang keburukan teman satu apartemen saya. Sungguh diluar dugaan, bukannya menimpali dia malah berbalik mengingatkan saya untuk berfikir positif. “cobalah untuk mengerti, mengapa dia seperti itu, mungkin juga karena sikap kita, ” katanya bijak ketika itu. Saya yang berniat curhat malah jadi malu sendiri dan urung menceritakan keburukan teman satu apartemen saya lebih jauh.
Saya mulanya mengira itu semua hanya sikap pura-pura bijaknya saja. Ternyata dugaan saya keliru. Ketika dia mengalami hal yang sama seperti saya, dia sama sekali tidak mengeluh. Malahan dengan sabar dia bilang bahwa dia tidak ingin mengingat kejelakan orang lain. Duh, mulianya hatinya.
Dari sikapnya itu, saya mulai menaruh kepercayaan kepadanya bahwa dia seorang yang lurus. Walau dia mengaku tidak terlalu banyak tahu tentang hukum dan lain-lain masalah dalam Islam, tapi sungguh apa yang dia lakukan jauh melebihi teman-teman lain yang secara kasat mata tampak begitu “Islami”.
Yang saya tahu bahwa saya harus sholat dengan benar, berpuasa dengan baik, naik haji jika mampu, berbakti kepada oarang tua, menjalankan perintah-Nya dan menjauhkan larangan-Nya. Begitu prinsip sederhananya tentang menjalankan ajaran Islam. Tapi menurut saya, cara pandang sederhananya tentang aplikasi ajaran Islam justru sungguh luar biasa, karena memang seperti itulah seharusnya.
Contoh lain dari kesederhanaan sikapnya, tapi menurut saya adalah salah satu penjabaran dari sunah rasul adalah dia tak pernah makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Sungguh terbalik dengan saya yang makan kenyang dan sering ngemil di sela-sela waktu makan. Cara memilih makanannya pun sederhana. Dia lebih memilih makanan yang baik dan halal ketimbang yang enak.
Namun kalau soal pemikiran tentang umat Islam dia benar-benar sangat peduli. Pandangan negatif tentang Islam dari negara barat sungguh menggugah pemikirannya. Menurutnya, umat Islam harus memperbaiki diri dahulu dari dalam dan menunjukkan sikap mulia sebelum menuntut umat lain berbuat baik kepada Muslim. Caranya adalah dengan menunjukan ahlakul karimah kepada teman-teman semua, baik sesama muslim ataupun kepada non muslim. Dan sepertinya itulah prinsipnya mengapa dia kelihatan sangat berusaha menjaga sikap ketika bergaul dengan sesama teman Indonesia maupun teman dari negara lain.
Sungguh, kesederhanaan sikap dan cara pandang telah membuat sosoknya menjadi istimewa bagi saya dan sebagian teman yang sempat bergaul dekat dengannya. Dia jadi tempat saya bertanya tentang banyak hal dan selalu menjawabnya dengan hati-hati dan jelas. Ah, ternyata di balik sikap sederhana dan rendah hati itu tersirat pengetahuan yang sangat dalam dan luas.
Sampai saya pada suatu kesimpulan, bahwa semakin banyak pengetahuan dan dalam pengertian seseorang akan ilmu pengetahuan, bila disertai sikap bahwa semua adalah di bawah kekuasaan-Nya, akan semakin rendah hati dan bijaksanalah dia dalam menjalani hidup.
Ah, Akang, andai kita bisa lebih lama bersama-sama, ingin rasanya saya menimba ilmu lebih banyak pada Akang. Sayang, kuliah kita yang telah selesai memaksa kita untuk segera berpisah. Semoga ditanah air kita masih sempat bertemu dan saling dapat bertukar pikiran.
Catatan: Buat seorang yang telah memberi begitu banyak dalam kehidupan saya.