Dia anakku! Diasuh dalam rahim mulia isteriku. Dibesarkan dalam buaian lembutnya dan keluasan mimpiku untuk menjadi seorang hamba Dzat Mahaasih yang tak henti mengumpul bekal menuju-Nya.
Kemarin malam saya tidak pergi kuliah kerena mengantar isteri memeriksakan kandungannya. Untuk pertama kalinya aku melihat anakku, meski hanya citra Ultrasonografi (USG). Aku melihat tulang kepalanya yang —kata dokter— bulat utuh; wajahnya yang masih samar-samar; perutnya yang dari luas lingkarnya diketahui berat badannya seberat 1,65 kg; dan jenis kelaminnya! Insya Allah anakku akan terlahir sebagai seorang laki-laki! Alhamdulillah…
Zawwad Abdurrahman adalah nama yang telah kami siapkan untuk anak pertama kami ini. Zawwâd Abdurrahmân artinya “sang pengumpul bekal, hamba Dzat Mahaasih”. Sebagaimana nama adalah do’a maka nama ini kami pilih dengan segunung harap. Bukan sekedar pembeda, bukan hanya nama panggilan.
Kenapa nama ini kami pilih? Inilah alasannya. Kelak, anakku harus memahami makna dari nama yang dimilikinya dan mengerti mengapa nama itu yang dipilih ayah-bundanya.
Zawwâd artinya sang pengumpul bekal. Dalam Al-Qur`an Allah SWT berfirman: “berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa” (QS. Al-Baqarah [2] : 197). Setiap manusia lahir ke dunia bukan untuk tinggal selamanya, suatu saat pasti akan kembali kepada Dzat Pencipta. Maka ketika ia kembali kepada-Nya akan membawa “bekal” hasil bekerja selama di dunia. Barangsiapa yang bekalnya banyak maka baginya kebahagiaan dan barangsiapa kekurangan bekal maka kesulitan yang akan menyambutnya. Kami ingin anak yang kami namai Zawwâd menjadi orang yang selama hidupnya selalu berbekal dan berbekal, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa.
Zawwâd bukan hanya sang pengumpul bekal. Tetapi ia adalah hamba Dzat Mahaasih (Abdurrahman). Kenapa kami memilih Ar-Rahman dari sembilanpuluh sembilan asamau-lhusna (nama-nama Allah yang baik)? Karena sifat Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahiem adalah dua sifat Allah yang paling sering disebutkan dalam Al-Qur`an. Lalu, kenapa kami tidak memilih Ar-Rahiem? Karena Rahiem Allah akan diberikan khusus kepada orang mu’min kelak di hari akhir, sedangkan anakku akan terlahir ke dunia di mana Allah telah memenuhinya dengan sifat Ar-Rahman. Dalam Al-Qur`an Allah berfirman: “dan Rahmatku meliputi segala sesuatu” (QS. Al-A’raf [7]: 165). Ar-Rahman lebih bervisi dunia sedangkan Ar-Rahiem visinya lebih ke akhirat.
Sebagai penghuni dunia tentunya anakku harus mengenal betul sifat Rahman Allah sehingga dengannya mampu menjadi hamba-Nya yang terbaik. Menjadi hamba terbaik Ar-Rahman berarti mampu memanfaatkan sebanyak-banyaknya dari yang disediakan oleh Allah dimuka bumi ini, yaitu dengan memiliki ilmu seluas-luasnya, mengelola kekayaan sebesar-besarnya, melahirkan karya setinggi-tingginya, memberi manfaat sebanyak-banyaknya, meninggalkan warisan sebanyak-banyaknya, dan —semua itu sama artinya dengan— mengumpul bekal seberat-beratnya sebagai hamba Ar-Rahman. Kelak, dihari akhir, jika Allah mengizinkan, namamu akan berubah menjadi Fâiz Abdurrahiem (Sang Pemenang, Hamba Maha Penyayang).
Inilah segunung harapan yang ayah-bunda harapkan dari kelahiranmu, anakku Zawwad Abdurrahman! Dan, kau boleh memenuhinya sekemampuan dirimu…
Kepada para pembaca semoga menjadi inspirasi
Zamzam Muharamsyah (Ayahanda Zawwad Abdurrahman)